Oleh : Muntik A. Hidayah
(Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi)
Ramai diperbincangkan terkait salah satu perusahaan multinasional yakni Unilever yang menyatakan dukungannya terhadap LGBT. Hal ini disampaikan secara terang-terangan melalui akun Instagram resminya @unilever. Unggahan itu lantas mengundang banyak komentar netizen yang menyuarakan boikot produk dari perusahaan tersebut.
Serupa dengan respon netizen ini. MUI lantas menyerukan agar masyarakat tak lagi menggunakan produk Unilever. Diberitakan oleh REPUBLIKA.co.id (29/6/2020), Azrul Tanjung, Ketua Komisi Ekonomi MUI, menegaskan, “Saya selaku ketua komisi ekonomi MUI akan mengajak masyarakat berhenti menggunakan produk Unilever dan memboikot Unilever.”
Terkait dengan dukungan perusahaan besar terhadap perilaku menyimpang LGBT yang kini bertansformasi menjadi LGBTQI, memang sudah bukan bahasan baru. Sebagaimana dilansir oleh Hidayatulllah.com (28/6/2020), sejumlah merek dan perusahaan seperti Google, Coca Cola, Puma, Youtube, Vans, Toyota, Otsuka, Amazon, Microsoft, Nike, Facebook, dan banyak lainnya pun turut meramaikan.
Aksi boikot produk dari pendukung LGBT ini juga senantiasa berkelanjutan. Akan tetapi yang perlu kita perhatikan adalah mampukah aksi boikot produk ini mensolusikan permasalahan maraknya dukungan terhadap perilaku menyimpang LGBT?
Keberadaan kaum sodom dan sejenisnya ini sungguh wujud kerusakan nyata yang membahayakan, bukan hanya bagi kaum muslimin, tetapi juga umat manusia pada umumnya. Perilaku menyimpang ini jelas-jelas telah keluar dari fitrah manusia yang mulia. Namun demikian, selama kita hidup dalam sistem sekuler demokrasi, dukungan terhadap mereka mampu digerakkan secara internasional, sebab paham kebebasan atau liberalisme yang sangat dijunjung tinggi. Manusia bebas dalam berpikir, berpakaian, bertutur, dan bertingkah laku.
Pada faktanya usaha memboikot produk dari pendukung LGBT bukanlah solusi atas problematika sistemik ini. Sebab dukungan akan terus bergulir. Kita pun tak dapat memungkiri bahwa produk-produk mereka tetap akan bersliweran di sekeliling kita. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa mereka telah melakukan 1000 cara agar produknya tetap diterima oleh masyarakat muslim.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, solusi sistemik adalah satu-satunya yang dibutuhkan. Sistem yang akan memberangus perilaku menyimpang LGBT, pun juga secara otomatis akan meniadakan dukungan-dukungan atas perilaku ini, yang tidak akan pernah kita temui selain dari pengaturan Islam.
Hukum Islam memiliki keunggulan antisipatif dan solutif. Sebagai langkah antisipatif Islam menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan menggunakan semua lini, sarana, dan teknologi guna memberikan edukasi bahwa LGBT adalah perilaku yang dilaknat Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ. Islam juga menghadirkan sanksi bagi pelaku LGBT sesuai dengan kebijakan Khalifah. Bisa dengan ditutup matanya, diikat bersilangan tangan dan kakinya, kemudian dijatuhkan dari gedung tertinggi. Atau dengan hukuman lain yang telah ditetapkan oleh Khalifah. Dengan demikian perilaku-perilaku menyimpang akan dapat dicegah dan secara otomatis masyarakat pun terjaga, serta dengan sendirinya menghindari perbuatan-perbuatan keji tersebut.
Maka inilah hukum Islam, yang tiada lain sangat menjaga kemuliaan hidup umat manusia. Penerapannya secara kaffah adalah tonggak terwujudnya kehidupan yang mulia dan terhormat. Jauh dari segala perbuatan yang rusak dan merusak. Hadanallahu waiyyakum.