Oleh Dini Koswarini*
Maju atau tidaknya suatu negara tergantung pada generasinya. Cikal bakal inilah yang dibentuk melalui sistem pendidikan, yang mana dari pendidikanlah segala jenis ilmu bisa ditanamkan.
Seperti yang dijelaskan dalam UU no 20 tahun 2003, tujuan dari pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun, rasanya saat ini pendidikan di Indonesia tampak keluar dari kebijakan yang sudah ditetapkan. Dikutip dari Lensa Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mendorong upaya membangun ‘perjodohan’ atau kerjasama antara perguruan tinggi atau Kampus dengan industri.
Strategi ini dinilai penting agar perguruan tinggi dan industri bisa terkoneksi untuk saling memperkuat keduanya. Menurut Nadiem, Kampus bisa menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan dunia usaha. (LensaIndonesia.com, 5/7/2020)
Sepintas rencana ini memang nampak terlihat baik bagi masyarakat Indonesia yang termasuk kedalam 24,79 juta jiwa, penduduk miskin. Belum lagi tingkat kemiskinan yang bertambah selama pandemic sebesar 9,22%. (Databoks.katadata.co.id, 8/4/2020)
Tentu saja 'perjodohan' antara pendidikan dan dunia industri bagai angin segar disiang hari. Namun sangat disayangkan, hal ini justru bertolak belakang dengan tujuan pendidikan yang seharusnya mengedepankan sikap luhur yaitu beriman dan bertakwa dan sikap spiritualnya.
Kacaunya sistem pendidikan sekarang ini dirasa begitu nyata. Negara cenderung menyerahkan urusan pendidikan kepada mekanisme pasar. Bukan mempersiapkan pendidikan yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi negara. Wajar jika apa yang disebut dengan “merdeka belajar” dan “pendidikan untuk semua” nyatanya hanya ada dalam wacana.
Fakta pun memperlihatkan jika kebijakan hari ini sangat kental dengan perhitungan ekonomi. Seperti demi peningkatan kemampuan produksi, demi mendorong investasi, industrialisasi dan semacamnya.
Jika seperti ini, sangat jauh rasanya untuk bisa mencapai visi Pendidikan Nasional. Negara begitu fokus mendorong tumbuhnya institusi-institusi pendidikan vokasi. Atau gencar menggagas pendidikan berbasis link and match dengan industri.
Padahal sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan dari sebuah negeri adalah kala banyak para pemikir dan ahli yang saat itu menguasai. Sistem Pendidikan Islam justru telah berhasil dan terbukti menghasilkan generasi yang sampai saat ini karya-karyanya masih dijadikan sebagai rujukan. Bukan sekedar negeri dengan generasi buruh saja.
Sistem pendidikan kapitalis-sekuler yang diterapkan rezim neolib telah terbukti gagal melahirkan generasi shaleh dan bertaqwa sekalligus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman dengan keunggulan di bidang sains dan teknologi yang dimiliki.
Membiarkan sistem pendidikan sekuler tetap berkembang sama saja telah mempertaruhkan generasi dengan rusaknya identitas generasi Islam menjadi manusia sekuler-liberal pelaku kebebasan, pembela dan pejuang pejuang penista agama namun menentang penerapan syariat Islam.
Maka dari itu, dibutuhkan adanya perubahan dan perbaikan totalitas terhadap sistem pendidikan untuk menyelesaiakan semua proplematika yang muncul akibat kegagalan sistem pendidikan. Tentu saja perbaikan ini harus diawali dari perubahan paradigma pendidikan berbasis sekuler menjadi paradigma pendidikan berbasis akidah Islam dengan memberlakukan sistem pendidikan Islam.
Sistem pendidikan yang dibutuhkan negeri ini bukanlah dengan mengimpor guru dari luar negeri beserta kurukulumnya. Melainkan dengan menerapkan sistem pendidikan Islam yang mensyaratkan kemampuan politik negara untuk menerapkan Islam totalitas dalam seluruh aspek kehidupan dengan menegakkan Khilafah Islamiyah.
Karena hanya dengan penerapan Islam dalam sistem tata negara akan terwujud kembali sistem pendidikan Islam sebagai sistem pendidikan terbaik untuk mencetak generasi terbaik. (Muslimah News ID, 26/6/2019)
Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat Ali Imran ayat 110: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Ali Imran: 110)
*Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus
Tags
Opini