Auratmu Nak, Penentu Kami ke Surga atau Neraka





Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Op

Yang saya yakini, secara alamiah pohon yang besarpun berawal dari biji yang kecil. Meskipun sudah banyak teknologi perkembangbiakan dan rekayasa pembibitan tanaman, namun fitrahnya tetap demikian.

Dengan filosofi seperti itu saya mencoba istiqomah membiasakan kedua anak untuk menutup aurat dengan sempurna. Khusus anak kedua, perempuan, sejak kecil sudah saya biasakan berjilbab dan berkerudung. Tak sedikit hujatan dari orang-orang sekitar terkait keputusan saya.

Banyak yang mengatakan saya kejam, sebab anak kelak akan tahu sendiri jika sudah waktunya. Nanti malah jatuhnya pada pemaksaan jika malah saya yang ngotot. Aneh! Kini, anak yang dulunya kecil tumbuh menjadi dewasa dan bahkan baligh, sudah secara sadar menutup aurat, teman-teman yang ibunya berpendapat diatas masih buka tutup. Bahkan masih bercelana panjang diluar.

Logikanya, mana anak mau secara sadar mengenakan baju yang syar'i jika kita sebagai ortunya tak pernah membiasakannya?

Sedihnya, lembaga pendidikan yang ada tidak seragam dalam memahami syariat Allah yang satu itu. Jika sekolah negeri akan ada pilihan bagi calon siswanya. Alasan mereka yang sekolah di negeri tidak semuanya muslim. Maka akan ditawarkan untuk pembelian seragamnya. Mau pakai kerudung atau tidak. Syariat menjadi opsi.

Ternyata, di sekolah Islampun tak beda, meski semua berkerudung, namun masih boleh jika si murid perempuan memakai seragam celana. Dan yang buat Mak nangis gulung-gulung adalah baju olahraga adalah training celana.

Katanya supaya lebih bebas saat olahraga. Pemikiran konyol! jika jilbab adalah syariat yang merepotkan, mengapa tidak dinasakh sejak awal?
Jadi sesak nafas setiap kali melihat anak-anak perempuan dengan tubuh ranum, molek bercelana panjang diluar.

Bagian tubuh menonjol begitu jelas lekuknya. Ketika ini saya sampaikan kepada sekolah, jawabannya tak bergeming. Sekolah berlabel Islam ini tak peduli bahwa syariat lebih tinggi dari itu. Bahkan mereka sendiri adalah muslim, mengaku kepada Allah yang sama berikut Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, lantas mengapa berselisih?

Tidak terbayang apa yang ada dalam benak mereka yang menabrak aturan ilahi dengan aturan manusia yang rendah. Padahal mereka ya ibu ya ayah, tidakkah mereka faham dengan banyaknya hadist yang menegaskan bahwa keluarnya anak perempuan tanpa menutup aurat adalah sekaligus menyeret ayahnya ke neraka.

Bukankah itu keadaan yang berat? Ketika didunia diberatkan dengan berbagai cobaan, di akhirat masih harus menerima azab Allah sebab tak mendidik anak dengan baik. Naudzubillah..

Tapi itulah, agama tak ubah ilmu pengetahuan. Padahal pemahaman terhadap ilmupun ada 3, fahami, terapkan dan kemudian dakwahkan. Maka hal ini tak akan berjalan lancar jika tak ada pensuanaan dan bahkan jaminan dari negara bahwa setiap wanita bisa menutup auratnya dengan sempurna. Wallahu a'lam Bish Showwab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak