Oleh : Melly Melani
Kata boikot di era media sosial, kini memang menjadi semakin familiar di tengah-tengah masyarakat. Kali ini publik ramai membicarakan pemboikotan sinetron berjudul "Dari Jendela SMP" yang ditayangkan sebuah stasiun TV swasta. Ditayangkan perdana pada Senin, 29 Juni 2020.
Sinetron yang diadaptasi dari novel Mira W, novel puluhan tahun lalu, memang sarat dengan kontroversi. Mengisahkan sepasang pelajar SMP pria dan wanita yang memadu kasih hingga menyebabkan kehamilan. Memang bukan sekali ini sinetron di tanah air bermasalah. Banyak film, sinetron dan tayangan lainnya yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh generasi muda.
Menanggapi banyaknya pengaduan akan sinetron ini, akhirnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar pertemuan dengan perwakilan stasiun SCTV. Kemudian Deputi Direktur Program SCTV David Suwarto, memastikan bahwa alur cerita sinetron tersebut tidak sama persis dengan cerita yang ada di novel. Bagian hamil di luar nikah dihilangkan di sinetron ini.
Walaupun bantahan sudah dikeluarkan dari pihak stasiun TV, akan tetapi banyak masyarakat khususnya orang tua yang tetap cemas. Karena sinetron ini tetap menyuguhkan pergaulan bebas sepasang muda- mudi. Khawatir tontonan tidak mendidik bisa dijadikan contoh oleh generasi muda lainnya. Mirisnya, di sistem sekuler-liberal kapitalis, kebebasan berperilaku memang sengaja diagung-agungkan.
Sejatinya tayangan itu harus bisa mengedukasi, bukan malah merusak moral. Media jangan hanya mengedepankan rating dan keuntungan. Pikirkan juga masa depan generasi muda negeri ini. Dekatkan mereka dengan agama, karena di dalam Islam pergaulan pun ada aturannya. Jika nilai-nilai Islam bisa diterapkan, masa depan generasi bangsa ini akan tetap terjaga dan tidak akan mudah rusak.
Tags
Opini Singkat