Oleh : Humaira Syakila Najma
Semenjak masuknya Virus Covid-19 atau Virus Corona di Indonesia dengan penularannya yang sangat cepat sehingga dikategorikan sebagai wabah, yang menimbulkan kepanikan bagi seluruh masyarakat mulai dari kalangan bawah sampai kalangan elit sekalipun. Dan dari sini mulailah terjadinya beberapa kekacauan akibat dari wabah ini. Mulai dari hal yang kecil sampai hal yang besar, mulai dari masalah kesehatan, keamanan sampai pada masalah ekonomi. Di sini masalah ekonomi menjadi salah satu hal yang paling kacau akibat dari wabah Covid-19 ini, seperti kurangnya pendapatan pada masyarakat kecil dan banyaknya yang kehilangan pekerjaan bahkan sampai pada ekonomi negara yang ikut melemah.
Lalu setelah semua kekacauan yang terjadi, apakah sudah ada solusi tuntas yang diberikan oleh negara untuk menangani wabah ini? Beberapa kebijakan yang sudah dibuat oleh negara seperti himbauan physical distancing, PSBB (pembatasan sosial beraskala besar) sampai yang terbaru kebijakan New Normal Life yang akan diberlakukan tetapi harus tetap mengikuti protokol kesehatan karena melihat dari kebijakan PSBB yang masih banyak dilanggar oleh masyarakat.
Di balik itu semua banyak yang sudah berjuang untuk melawan penyebaran virus Covid-19 dan ada orang-orang yang sudah dari awal sampai sekarang yang masih berjuang, mereka ialah para tenaga medis yang selalu berada paling depan untuk menangani wabah virus corona ini yang bekerja dengan sepenuh hati tanpa kenal lelah, walaupun harus terpisah dari keluarga dan sangat beresiko untuk terkena tapi mereka tetap bekerja.
Bahkan saat Hari Raya Idul Fitri kemarin sebagian tenaga medis ada yang sedang dikarantina, seperti di Bengkulu sekira 24 tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu, menjalani perayaan Idul Fitri 1441 Hijriah tanpa bertemu keluarga. Mereka secara keseluruhan sedang menjalani masa karatina di gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bengkulu. Sehingga silaturahmi dengan keluarga besar hanya bisa dijalin secara virtual. ''Sudah menjadi tugas kami, tanggung jawab sesuai sumpah. Kali ini pun lebaran cuma bisa melalui video call,'' ujar salah satu perawat di RSUD M Yunus Bengkulu, Desmi Lindawati, Senin (25/5/2020).
Dengan pengorbanan mereka sudah sepantasnya diberi penghargaan atau paling tidak dihargai, akan tetapi karena pekerjaannya yang rentan terjangkit virus corona, sebagian dari masyarakat menjauhi dan tidak menerima kedatangan mereka. Apakah pantas mereka diperlakukan seperti itu? Bahkan baru-baru ini terjadi pemecatan ratusan tenaga medis di RSUD Ogan Ilir oleh karena mogok kerja yang mereka lakukan, meskipun sudah secara resmi dipanggil tapi mereka tetap tidak mau masuk.
Karena pemecatan itu, otomatis berkurangnya prajurit terdepan untuk menangani virus corona ini, belum lagi mereka yang telah gugur pada saat berjuang. Seharusnya mereka benar-benar harus diperhatikan keamanannya seperti APD (alat pelindung diri) yang lengkap dan memadai serta proteksi finansial mereka harus juga diperhatikan.
Bicara tentang finansial para tenaga medis, telah disampaikan Presiden Joko Widodo sejak 23 Maret lalu. Jokowi mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bulanan kepada tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Besaran insentif berkisar Rp 5-15 juta setiap bulan. Rinciannya, Rp 15 juta untuk dokter spesialis, Rp 10 juta untuk dokter umum dan dokter gizi, Rp 7,5 juta untuk bidan dan perawat, dan Rp 5 juta untuk tenaga medis lainnya.
Akan tetapi, Perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha Supriono, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif Covid-19. "Insentif yang dibilang maksimal tujuh setengah juta itu memang sampai sekarang belum (diterima)," kata Anitha kepada Tempo, Ahad, 24 Mei 2020.
Hal demikian juga dirasakan oleh sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSjipD) Wisma Atlet Kemayoran yang juga belum mendapatkan insentif keuangan dijanjikan oleh pemerintah yang katanya pencairan insentif tersebut terkendala akibat masa lebaran. Meskipun sudah ada yang mendapatkan, namun tidak semuanya mengingat pemberiannya dilakukan secara bertahap.
"Karena semenjak banyak gelombang dan relawan yang masuk jadi agak kurang terstruktur pembagiannya. Awalnya secara berkala tetapi mungkin karena banyak tenaga medis jadi belum ditentukan lagi," ucapnya. "Terakhir karena Bank Indonesia sudah tutup karena Lebaran. Dijanjikan tanggal 15 sih," kata dia kepada merdeka.com yang tak ingin disebutkan namanya kepada Merdeka.com, Senin (25/5).
Berdasarkan info di lapangan, kata dia, ada sekitar 900 tenaga medis dan relawan medis yang hingga hari ini belum mendapatkan haknya. Dirinya pun berharap pemerintah segera mungkin memproses pencairan insentif bagi para tenga medis. "Agak kecewa sih sebenernya. Tapi kami maklum kok karena kan ini RS darurat jadi enggak terancang dan enggak terstruktur (pencairannya). Tapi lagi coba diusahakan tanggal 26 ini diberikan," katanya. ( Merdeka.com, 07/06/2020)
Miris memang melihat kekecewaan mereka yang begitu ingin segera mendapatkan haknya. Tapi apa boleh buat, saat ini mereka hanya bisa bersabar dan berharap semoga dana tersebut dapat segera dicairkan. Hal ini terkajadi karena negara menerapkan sistem sekuler bukan sistem Islam.
Berbeda dengan cara sekuler, Islam sangatlah menghargai mereka yang telah berjuang, sekecil apapun perjuangannya apalagi sampai berjuang mati-matian demi menyelamatkan nyawa orang lain saat terjadinya wabah virus Corona ini.
Dalam Islam, sikap menghargai orang lain merupakan identitas seorang Muslim sejati. Seorang yang mengakui dirinya Muslim, ‘wajib’ mampu menghargai orang lain. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Tidak termasuk golongan umatku orang yang tidak menghormati mereka yang lebih tua dan tidak mengasihi mereka yang lebih muda darinya, serta tidak mengetahui hak-hak orang berilmu.” (HR. Ahmad).
Menghargai apa yang sudah dilakukan para tenaga medis merupakan sikap yang terpuji karena apa yang mereka perjuangkan tersebut merupakan suatu kemaslahatan bagi orang banyak. Jadi, sudah selayaknya memperoleh penghargaan yang terbaik.
Dengan sistem Islam, tidak akan ada lagi yang merasa seakan-akan berjuang sendiri, merasa perjuangan mereka tidak dihargai atau bahkan sia-sia, karena negara tentunya akan membuat kebijakan yang paling tepat untuk penanganan wabah, memberikan fasilitas yang memadai untuk perjuangan para tenaga medis dan memberikan penghargaan yang setara dengan perjuangan mereka. Semoga sistem Islam segera tegak kembali, agar tegaknya keadilan dan kesejahteraan seluruh umat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.