Oleh: Andini Helmalia Putri
Baru-baru ini, masyarakat mengeluhkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL), pasalnya sejak awal Juni 2020, banyak warga netizen yang mengeluhkan di media sosialnya tentang kenaikan tarif listrik. Netizen mengakui bahwa mereka berupaya hemat dalam pemakaian listrik di rumah mereka. Akan tetapi tarif listrik melonjak naik. Pun pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) seolah diam tak berkutik, berdalih bahwa tidak ada kenaikan tarif dasar listrik (TDL), karena PLN tidak berwenang dalam hal itu. Apatah kebijakan berada di ranah pemerintah yang mengaturnya.
Bahkan ada pernyataan bahwa kenaikan tarif listrik terjadi dikarenakan selama pandemi Covid-19 masyarakat banyak melakukan aktivitas di dalam rumah, baik belajar di rumah, dan bekerja dari rumah (WFH). Direktur Niaga dan Manajemen, Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan, "Setelah ada PSBB tentu saja kegiatan di rumah lebih banyak, belajar dari rumah menggunakan fasilitas internet yang membutuhkan listrik. Bapak-bapak kerja juga dari rumah membutuhkan listrik. Lalu AC juga, sehingga mengakibatkan kenaikan pada bulan selanjutnya," (CNBC Indonesia, 6/06/2020).
Bila dicermati, kegiatan WFH dan anak belajar di rumah adalah masyarakat yang mempunyai fasilitas gadget dan internet yang memadai, sedangkan untuk masyarakat kalangan ekonomi menegah ke bawah mereka belum tentu punya fasilitas handphone yang memadai dan adanya faslitas internet, jangankan untuk itu, untuk kebutuhan pangan sehari-hari saja merasa kesulitan. Ironis, ketika rakyat sudah banyak mengalami kesusahan akibat pandemi yang berkepanjangan, kini ditambah dengan tarif listrik yang naik.
Begitulah sistem kapitalisme, yang diuntungkan hanyalah para pemilik modal semata, tidak ada kemaslahatan untuk kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, melainkan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya, walau dengan cara mengambil pungutan dari rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam, yang mana
sumber daya alam (SDA) adalah termasuk kepemilikan umum, maka kekayaan sumber daya alam tidak boleh dimiliki oleh individu atau para penguasa dan pemilik modal, semuanya dikelola negara dan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Kepemilikan umum atau usaha milik negara, dalam hal ini listrik kategorinya sebagai bahan bakar yakni api (energi), dan energi pembangkit listrik ini sebagian besar bersumber dari migas dan batu bara yang merupakan kepemilikan umum.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW. "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air dan api (energi)." (HR. Ahmad).
Islam punya solusi untuk setiap permasalahan hidup manusia, Islam bukan sekadar agama yang hanya mengatur peribadatan semata, tapi Islam mengatur semua aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam.
Maka seharusnya ini menjadi tanggung jawab negara untuk mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya tanpa merusak alam, karena semuanya berdasarkan aturan Islam yang bersumber dari Al-qur'an dan Hadits. Sehingga SDA dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, hendaklah sadari bahwa hanya sistem Islam yang mampu mengatasi permasalahan hidup. Karena sumber hukum dan aturannya berasal dari Allah Subhanahu Wata'ala.
Wallahu a'lam Bishawab
Tags
Opini