Tarif Listrik Dalam Kendali Pengusaha




Oleh: Hafsah Ummu Lani

Masih dalam kondisi pandemi yang membuat ekonomi masyarakat terpuruk, kini ditambah lagi beban kenaikan tarif listrik yang membengkak. Diperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.

Namun Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril mengatakan, lonjakan tagihan yang dialami sebagian pelanggan tidak disebabkan oleh kenaikan tarif. Bukan juga disebabkan subsidi silang antara pelanggan golongan tertentu dengan golongan yang lain. Ia juga membantah tuduhan adanya subsidi silang untuk pelanggan 450 VA maupun 900 VA. Sebab, terkait subsidi, hal itu bukan wewenang PLN.
Kenaikan tagihan lebih disebabkan ada selisih dan kenaikan konsumsi listrik saat work from home (WFH) atau kerja dari rumah. 
(FinanceDetik.com 07/06/2020).

Untuk mengatasinya, PLN menyiapkan skema perlindungan lonjakan tagihan untuk mengantisipasi lonjakan drastis yang dialami sebagian konsumen, akibat pencatatan rata-rata tagihan menggunakan rekening tiga bulan terakhir. Yaitu lonjakan yang melebihi 20% akan ditagihkan pada Juni sebesar 40% dari selisih lonjakan, dan sisanya dibagi rata tiga bulan pada tagihan berikutnya. (Jabar.sindonews.com, 7/6/2020)

Jika total pelanggan PT PLN mencapai 70.4 juta di mana pelanggan pascabayar sebanyak 34,5 juta. Dari 34,5 juta pelanggan itu, terdapat 4,3 juta pelanggan PLN yang mengalami kenaikan tagihan. Pelanggan yang mengalami kenaikan 20%-50% jumlahnya mencapai 2,4 juta pelanggan. Sementara yang mengalami kenaikan di atas 200% dialami 6% dari total pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan. (cncbindonesia.com, 9/6/2020)

Masalah ini tidak akan pernah terselesaikan jika pemerintah tidak bersungguh-sungguh dalam mengurus hajat hidup rakyat. Menyerahkan pengelolaannya pada pihak swasta hanya menambah masalah karena pihak swasta jelas tidak mau dirugikan. Sistem kapitalis meniscayakan hal tersebut, dimana semua tolak ukurnya adalah keuntungan. 

Selain itu, liberalisasi ekonomi, termasuk di sektor energi, khususnya kelistrikan merupakan campur tangan pihak asing, berikut lembaga-lembaga asing yang mengangkangi seperti Bank Dunia dan IMF. Menurut pengamat ekonomi Dr. Hendri Saparini, 90 persen energi negeri ini sudah dikuasi oleh pihak asing. Akibatnya, sumber energi (minyak dan gas) menjadi sangat mahal, dan PLN jelas kena dampaknya.

Pasalnya, biaya pemakaian BBM untuk pembangkit-pembangkit PLN mencapai Rp28,4 triliun per tahunnya, hampir seperempat dari seluruh biaya operasional PLN setiap tahunnya. Besarnya beban biaya operasional ini disebabkan kebijakan ekonomi pemerintah yang memaksa PLN membeli sumber energinya dengan harga yang dikehendaki oleh perusahaan-perusahaan asing yang memegang kendali dalam industri minyak, gas, dan batubara. (MuslimahNews.com).

Inilah penyebab utama carut marut pengelolaan sumber energi di Indonesia. Ekonomi kapitalis yang diterapkan dimana pengelolaan SDA diserahkan kepada pihak swasta. Negara hanya menjadi regulator, sehingga pemilik modal yang mengatur skema pembiayaan. Rakyatlah yang menjadi korban atas keserakahan mereka. Jika hal ini terus berlangsung, maka kesenjangan ekonomi akan semakin terlihat, dimana pemilik modal akan semakin kaya dan rakyat sebagai konsumen akan terus dirugikan. 

Padahal Indonesia termasuk negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama sumber energi. Maka aneh ketika rakyat yang hidup diatas SDA yang melimpah, namun rakyat kesulitan untuk menikmatinya. 

Maka ada baiknya kita melirik bagaimana Islam mengatasi permasalahan sumber energi. 
Islam telah menetapkan negara sebagai wakil umat untuk mengatur produksi dan distribusi energi (termasuk listrik) untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh mengeruk keuntungan dari kepemilikan umum ini. Negara hanya boleh memungut tarif sebagai kompensasi biaya produksi dan distribusi barang-barang tersebut (Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla).

Jadi negara bertanggung jawab sebagai pelayan dan berupaya memenuhi kebutuhan rakyat termasuk dalam pendistribusian. Kalaupun rakyat dibebankan biaya, bukan untuk mengambil keuntungan tapi hanya biaya pengelolaan yang tidak memberatkan. Dalil yang menguatkannya adalah:
"Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : padang gembalaan, air, dan api.” (HR Ibn Majah)

Api dalam hal ini adalah semua yang mengandung sumber energi, termasuk listrik. Sehingga hukumnya haram ketika diperjual belikan. Maka negaralah yang berhak mengelolah sepenuhnya untuk dikembalikan kepada rakyat. 

Menurut  aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar  baik  garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dsb semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum. 

Karena itulah Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana dikutip Al-Assal & Karim (1999: 72-73), mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka.”

Maka, untuk menyelesaikan masalah yang terus terjadi di tubuh PLN hingga merugikan rakyat sendiri dengan menghentikan liberalisasi energi dan mengembalikan seluruhnya ke tangan negara sebagai pengelola utama.

Wallahu a'lam bisshowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak