Oleh : Samsinar
Member Akademi Menulis Kreatif
Member Akademi Menulis Kreatif
Listrik atau penerangan menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat. Tak terkecuali rakyat menengah ke bawah. Kebutuhan pokok yang semestinya menjadi perhatian pemerintah dalam menjamin ketersediaan serta keterjangkauannya bagi seluruh masyarakat. Namun saat ini tagihan listrik semakin melangit hingga membuat rakyat semakin menjerit.
Di tengah mengganasnya pandemi Covid-19 yang menyebabkan sebagian masyarakat kehilangan pekerjaan hingga sumber pendapatan tidak lagi menentu. Namun justru tagihan listrik melangit. Bahkan ada yang harus membayar tagihan empat kali lipat dari biasanya. Tentu hal ini membuat rakyat semakin menjerit mengharap uluran tangan pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang mencekik ini.
Masyarakat memperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA. Namun, Direktur Niaga dan managemen pelanggan PLN Bob Saril membantah hal tersebut dan memastikan tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN. Bob menegaskan kenaikan tagihan listrik pelanggan terjadi karena adanya kenaikan pemakaian dari pelanggan itu sendiri. Ia juga membantah tuduhan adanya subsidi silang untuk pelanggan 450 VA maupun 900 VA. Sebab, terkait subsidi, hal itu bukan wewenang PLN. (detik.com, 7/6/2020)
Kenaikan tarif dasar listrik bukanlah hal baru. Hal ini memang sudah terjadi secara rutin dan sudah berlangsung sejak dulu hingga kini. Jeritan rakyat nampaknya tak mendapat solusi yang mengakar hingga dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Semua berawal dari liberalisasi ekonomi termasuk sektor industri. Menurut pengamat ekonomi Dr. Hendri Saparini, 90 persen energi negeri ini sudah dikuasai oleh pihak asing. Sehingga, sumber energi (minyak dan gas) menjadi sangat mahal dan PLN pun terkena dampaknya. Akibatnya, tagihan listrik selalu melangit.
Solusi yang mengakar atas melangitnya tagihan listrik hanyalah sistem Islam. Listrik dalam sistem pemerintahan Islam tidak dijadikan sebagai ajang bisnis untuk meraup keuntungan bagi perusahaan maupun bagi negara. Dikutip dari muslimahnews.com, negara hanya boleh memungut tarif sebagai kompensasi biaya produksi dan distribusi barang tersebut. Tarif yang diambil dari rakyat juga dalam nilai yang wajar tidak boleh melebih-lebihkan hingga membuat rakyat sulit untuk membayar tagihannya.
Listrik dijamin ketersediaannya oleh Negara dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Negara tidak boleh menyerahkan kepemilikan umum kepada pihak swasta maupun pihak asing yang bisa saja menyebabkan tagihan listrik selalu melangit. Berpedoman pada sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
“Al-Muslimuuna syurakaa’un fi tsalaatsin: fii al-kalaa’i wa al-maa’i wa an-naari”
“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.”(HR. Ibn Majah)
“Al-Muslimuuna syurakaa’un fi tsalaatsin: fii al-kalaa’i wa al-maa’i wa an-naari”
“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.”(HR. Ibn Majah)
Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. Berserikat dalam artian ketiga perkara tersebut tidak boleh di miliki oleh individu atau tidak boleh diprivatisasi. Padang rumput, air dan api adalah milik umum bagi seluruh rakyat. Setiap orang berhak menggunakan ketiga hal tersebut tanpa perlu izin dari siapapun. Air seperti sungai, danau, laut tidak diperbolehkan untuk diprivatisasi karena hal tersebut adalah milik umum. Padang rumput, siapapun boleh menggembalakan ternak di padang rumput tanpa terkecuali. Api termasuk energi (listrik) juga merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta. Listrik harus dikelola oleh badan usaha milik negara dan tidak dijadikan sebagai institusi bisnis.
Pengelolaannya harus mendapat perhatian besar dari Negara yang menjadi penanggung jawab.
Jika kita merindukan kehidupan yang terang benderang dengan ketersediaan listrik yang terjangkau, hal tersebut hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Kini saatnya kita kembali kepangkuan Islam yang akan menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Menjamin kebutuhan pokok, keamanan, kenyamanan, pendidikan, kesehatan dan ksejahteraan.
Kesejahteraan yang dijanjikan Islam bukanlah sekedar teori, telah terbukti pada sejarah masa lalu bahwa sistem Islam benar-benar telah menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnnya tatkala dulu menguasai dua pertiga dunia.
Jika kita merindukan kehidupan yang terang benderang dengan ketersediaan listrik yang terjangkau, hal tersebut hanya ada dalam sistem Islam (Khilafah). Kini saatnya kita kembali kepangkuan Islam yang akan menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Menjamin kebutuhan pokok, keamanan, kenyamanan, pendidikan, kesehatan dan ksejahteraan.
Kesejahteraan yang dijanjikan Islam bukanlah sekedar teori, telah terbukti pada sejarah masa lalu bahwa sistem Islam benar-benar telah menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnnya tatkala dulu menguasai dua pertiga dunia.
Salah satu bukti majunya peradaban Islam ialah pada masa Khilafah bani Umayyah. Cordoba menjadi ibukota Andalusia. Kota ini dikelilingi dengan taman-taman hijau. Pada malam harinya diterangi dengan lampu-lampu sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang sepuluh mil tanpa terputus. Ada sebuah masjid dengan 4.700 buah lampu yang menerangi, yang setiap tahunnya menghabiskan 24.000 liter minyak. (al-waie.id, 1/12/2017)
Jika fasilitas umum saja begitu mendapat perhatian besar bagi negara, apatah lagi untuk penerangan setiap rumah-rumah warga. Tentu saja akan menjadi perhatian yang lebih utama bagi negara Khilafah. Kini saatnya mengembalikan sejarah keemasan Islam. Bukankah kita mendambakan hidup sejahtera? Lalu apa yang menghalangi kita memperjuangkan Islam? Maka mari berjuang mengembalikan sistem Islam agar Islam diterapkan dalam bingkai UU Negara. Sehingga tidak ada lagi jeritan rakyat yang mencekam atas tingginya tagihan listrik, serta tercapainya hidup sejahtera yang telah lama kita impikan.
Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini