Oleh: Widdiya Permata Sari*
Negeri ini sedang diuji oleh Allah SWT dengan adanya wabah Covid-19 bahkan mungkin ditegur karena selama ini telah banyak melalaikan aturanNya. Sesungguhnya dengan kondisi seperti ini seharusnya manusia berfikir dan merenung.
Alhasil dengan keadaan negeri yang seperti ini, setiap kepala daerah mengambil kebijakan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Salah satunya yakni dengan mengadakan tes swab secara massal.
Seperti yang dilakukan pemerintah daerah Majalengka, puluhan pedagang di Pasar Tradisional Tanjungsari, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, mengikuti tes swab massal pada Rabu (24/6/2020). Pemeriksaan ini untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona atau Covid-19.
Sekalipun Majalengka tidak termasuk zona merah, namun tes swab massal ini upaya terbaik untuk mengetahui mana yang sudah positif mana yang tidak. Agar segera menanganinya.
Dari puluhan pedagang yang mengikuti tes swab, enam di antaranya lansia. Mereka rentan terhadap penularan dan penyebaran virus corona.
"Pedagang yang berusia lanjut juga ikut tes swab karena mereka rentan terhadap penyebaran wabah corona," ucap Kepala Puskesmas Salagedang, Dikdik di Majalengka. ( iNewsJabar.id, 24/6/2020 )
Perlu diketahui, dari data yang didapatkan, Majalengka telah melakukan test swab kepada 72 orang dan 289 tenaga kesehatan. Dan menargetkan 43 pasar di Majalengka sebagai sasaran tes swab. Padahal, semestinya kegiatan tes swab ini jangan hanya dilakukan di pasar saja namun harus semua elemen masyarakat karena kegiatan masyarakat tidak hanya di pasar saja melainkan di berbagai tempat.
Kalau kita fikir, melakukan tes hanya di pasar itu sama saja bohong, karena orang yang akan tertular Covid-19 bukan hanya saja di pasar, melainkan tempat-tempat umum lainnya. Apalagi ketika ada orang yang baru pulang dari suatu daerah yang tidak mustahil orang tersebut tidak terkena.
Contohnya saja di daerah Bantarujeg, ketika pasangan suami istri baru pulang dari suatu kota mereka berdua dinyatakan ODP dan hasilnya positif, sudah jelas bahwa penularan corona tersebut tidak hanya di pasar saja.
Belum lagi, tes swab yang tidak menyeluruh membuat pesimis. Penanganan pandemi belum bisa dituntaskan secara total. Bayangkan saja Indonesia dengan jumlah penduduk 38,84 juta jiwa ini, baru melaksanakan test swab di angka 0,3% dari total penduduk. Majalengka pun targetnya baru 1.200 jiwa saja, dengan perbandingan 1/1.000 orang. Sungguh sangat miris.
Negera ini dalam penanganan Covid-19 sangat lamban mengambil keputusan untuk pencegahan wabah tersebut, seharusnya negara atau pemerintah daerah segera bertindak sebelum virus tersebut menyambar. Tapi sangat disayangkan pemerintah melakukan tindakan setelah berbulan-bulan wabah mulai menyambar bahkan tindakan pemerintah pun tidak menyeluruh.
Harus Kembali Pada Sistem Islam
Sistem kesehatan berbasis asuransi yang selama ini dibangga-banggakan nyatanya tidak memberikan solusi rakyat yang sudah dibebankan membayar premi mahal sangat membutuhkan layanan masih harus membayar karena birokrasi layanan kesehatan di buat berbelit demi meraih banyak keuntungan.
Bahkan ironisnya rezim penguasa siap mensupport mereka dengan berbagai kebijakan yang menguntungkan tak peduli jika akan banyak rakyat yang dikorbankan. Sistem ini benar-benar jauh dari kata manusiawi semuanya termasuk urusan kesehatan serba diukur dengan takaran untung rugi.
Hal ini memang niscaya mengingat sistem ini tegak diatas paradigma yang rusak aqidah sekulerisme yang mendasari sistem hidup hari ini benar-benar menafikan nilai kebaikan alias halal haram dan sebaliknya begitu mengagungkan nilai-nilai material dan kemanfaatan termasuk kesehatan.
Berbeda jauh dengan sistem Islam sistem ini tegak diatas landasan keyakinan bahwa manusia diciptakan sebagai hamba Allah dengan mengemban amanat sebagai pengelola kehidupan dan termanifestasi dalam bentuk ketundukan dalam aturan hidup yang diturunkan Allah Ta'ala yakni syariat Islam.
Dalam Islam jaminan kesehatan itu wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya secara gratis tanpa membebani apalagi memaksa rakyat mengeluarkan uang sebab layanan kesehatan tersebut telah dipandang oleh islam sebagai kebutuhan dasar atau primer bagi seluruh rakyatnya.
Pada saat pandemi negara akan mengambil kebijakan dengan segera memisahkan antara yang sakit dan yang sehat, sehingga yang sehat akan beraktivitas secara normal tanpa takut tertular sementara yang sakit dikarantina dan diberi pengobatan terbaik oleh negara hingga sembuh.
Dengan konsep jaminan kesehatan dalam Islam maka negara akan menjamin akses tes baik swab test maupun rapid test secara masal dan gratis kepada seluruh masyarakat saat pandemi.
Negara akan menyediakan saran dan prasarana yang memadai secara kualitas dan kuantitas yang dapat mendukung percepatan penyembuhan terhadap penyakit, seperti membangun pabrik dan memproduksi alat-alat kesehatan dan obat-obatan dengan tujuan pelayanan, bukan mengejar untung.
Termasuk membangun rumah sakit, sekolah, kedoktoran, perawat, apoteker, membangun apotik, klinik, laboratorium dan sebagainya yang mendukung pelaksanaan layanan kesehatan secara layak kepada masyarakat.
Negara juga akan mendukung berbagai riset penumuan vaksin oleh intelektual para ahli dibidang kesehatan. Semua layanan ini diberikan secara cuma-cuma karena kebijakan ekonomi dan keuangan negara Islam memungkinkan bagi negara mendapatkan anggaran pendapatan yang melimpah ruah termasuk dari pengelolaan kepemilikan umum seperti kekayaan alam maupun kepemilikan negara.
Oleh karena itu mari kita semua tetap taqwa kepada Allah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dan menegakan khilafah di muka bumi ini dan tetap berada dijalan Allah SWT.
Dengan begitu, tes SWAB bisa dilakukan secara gratis, sepanjang masa. Itulah kehebatan sistem Islam, sistem Khilafah. Wallahua'lam bishawab.
*Muslimah Pengemban Dakwah dari Majalengka
Tags
Opini