Oleh: Syfl (Pelajar)
Tahun ajaran baru 2020/2021 yang ditetapkan pada 13 Juli 2020. Dan berkaitan dengan adanya new normal life, pasar dibuka kembali,bandara dibuka kembali, sekolahpun juga dibuka kembali. Rencananya sekolah dibuka kembali dengan menerapkan new normal life, siswa-siswi memakai masker, mereka harus mengganti masker setiap 4 jam sekali, sosial distancing, dan masih banyak lagi peraturan-peraturan yang ditetapkan. Keputusan memasukkan anak-anak sekolah disaat kurva positif Corona semakin naik, efektifkah?
Dikutip dari HaiBunda.com (31/5/2020) Jakarta sebagai salah satu wilayah dengan jumlah kasus corona tinggi memiliki banyak kasus anak positif corona. Dilihat dari situs corona.jakarta.go.id, pada Minggu (31/5/2020), hingga hari ini ada 91 balita (0-5 tahun) di Jakarta tercatat positif terinfeksi COVID-19. Data menunjukkan sebanyak 42 balita perempuan positif COVID-19. Sedangkan balita laki-laki sejumlah 49 orang. Ada pun balita yang menjadi orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 682 perempuan dan 681 laki-laki. Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 159 balita perempuan, serta 210 laki-laki.
Menurut data diatas, penularan virus Corona pada anak cukup tinggi. Maka orang tua harus lebih ketat mengawasi anak. Lalu, jika sekolah masuk, bagaimana orang tua mengawasi anak-anak mereka? Apakah orang tua bisa mengontrol anak untuk sosial distancing? Apakah orang tua bisa menjamin anak-anak mereka memakai masker? Dan apakah orang tua bisa memastikan anak-anak mereka mengganti masker setiap 4 jam sekali?
Jika anak-anak sudah di sekolah, yang bisa mengawasi mereka adalah guru yang mengajar mereka. Tetapi, kenyataannya jumlah guru dan murid di sekolah lebih banyak jumlah murid. Misal, di kelas terdapat 18 siswa, dan hanya ada 1 guru yang mengawasi mereka, apakah bisa 1 guru mengampu 18 siswa tersebut?
Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa kebijakan membuka sekolah kembali disaat kurva positif Corona semakin naik adalah kebijakan yang salah. Jika siswa-siswi bersekolah kembali, dikhawatirkan penyebaran akan terjadi di sekolah, dan mereka membawa virus itu ke rumah masing-masing. Apakah itu bukan dinamakan pembunuhan secara serentak? Para narapidana saja dikeluarkan dari bui dengan dalih mengurangi penyebaran virus Corona di bui, lalu mengapa sekolah di buka kembali disaat keadaan masih seperti ini?
Inilah bentuk kegagalan pemimpin negeri yang menjalankan pemerintahan kapitalis dalam menjamin kesehatan rakyat. Pembukaan sekolah pada Juli mendatang merupakan salah satu usaha untuk memulihkan ekonomi. Beginilah jadinya kalau rakyat dipimpin oleh pemimpin yang bodoh. Pemimpin yang sebenarnya tidak berbakat dalam mengurus urusan negara. Maka, wajar saja kalau kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim cenderung inkonsistensi.
Pemimpin yang tepat seharusnya pemimpin yang memiliki kapabilitas ri'ayah yang benar. Sehingga, pemimpin akan memberikan pelayanan yang tepat untuk rakyat. Jadi, jika rakyat sedang kesusahan apalagi dalam masa pandemi seperti ini, pemimpin hadir di garda terdepan. Bukan malah menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan. Pemimpin yang tepat seharusnya mampu memberikan solusi sesuai tutunan syariat. Semua ini akan tercapai dengan menerapkan Islam secara kaffah dengan mendirikan Khilafah Islam.