Oleh: Ai Iim
Indonesia merupakan negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam(SDA). Selain SDA hayati seperti sawit, padi, kapas, dan lain-lain. Indonesia juga kaya SDA nonhayati seperti emas, migas, batubara dan lain-lain, maka wajar saja jika Indonesia disebut sebagai "tanah surga". karena hasil alamnya yang berlimpah. Namun ironisnya dibalik semua itu rakyatnya masih banyak yang miskin. Mengapa? Karena SDA yang ada di Indonesia pengelolaannya diserahkan kepada asing, dan hanya segelintir orang yang dapat menikmatinya.
Indonesia tak hanya kaya akan SDA nya, tetapi juga kaya akan utangnya. Covid-19 memberikan dampak buruk bagi perekonomian Indonesia saat ini, termasuk utang luar negeri yang mengalami peningkatan karena adanya Covid-19. Dari data Bank Indonesia(BI)mencatat pembengkakan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2020 menjadi sebesar USD400,2 miliar. ULN terdiri dari sektor publik yakni pemerintah dan Bank Sentral sebesar USD192,4 miliar dan sektor swasta termasuk BUMN sebesar USD207,8 miliar.
Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa Utang Luar Negeri merupakan solusi tepat dan berkelanjutan yang dipilih negara Indonesia dalam membiayai kekurangan pendanaan infrastruktur yang akan dilaksanakan, sehingga pembangunan yang telah direncanakan akan berjalanan dengan baik. dan ini merupakan bentuk usaha pemerintah dalam mengurusi rakyatnya.
Dalam sistem ekonomi kapitalis Utang Luar Negeri merupakan sumber pendapatan utama selain pajak. Begitupun Indonesia telah menjadikan utang sebagai sandaran utama untuk membiayai pembangunan.
Jika diperhatikan secara mendalam, ideologi yang dianut saat ini yaitu demokrasi-kapitalis merupakan kekuatan yang dikembangkan oleh dunia dan mempunyai pengaruh kuat terhadap utang ini. Karena dalam demokrasi utang telah menempati peran penting melalui ekonomi kapitalis padahal didalamnya mengandung riba.
Dalam sistem ini bunga(riba) pinjaman adalah sebuah keharusan. Pihak yang meminjam harus melebihkan pengembalian pinjaman. Kapitalis memiliki prinsip bahwa segala sesuatu harus mendatangkan keuntungan yang bersifat materi. Padahal Islam dengan tegas mengharamkan riba. Firman Allah Swt : "Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” (QS. al-Baqarah [2]: 275).
Islam sebagai sebuah ideologi memiliki pandangan yang khas terhadap utang luar negeri. Pertama, hutang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga (riba). Kedua, terdapat unsur riba qaradl, yaitu adanya pinjam meminjam uang dari seseorang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Ketiga, utang luar negeri menjadi sarana (wasilah) timbulnya berbagai kemudharatan, seperti terus berlangsungnya kemiskinan, bertambahnya harga-harga kebutuhan pokok dan BBM, dan sebagainya. Keempat, bantuan luar negeri telah membuat negara-negara kapitalis yang kafir dapat mendominasi, mengeksploitasi dan menguasai kaum muslimin.
Satu-satunya jalan agar negara makmur dan sejahtera, kita harus kembali kepada syariàt islam secara kafah. Dimana Islam telah mengatur segala aspek dalam kehidupan politik, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Islam mengatur negara sangat rinci dan sempurna sehingga akan membawa bagi umat manusia seluruhnya, baik muslim maupun non muslim. Berbeda dengan sistem sekular kapitalis yang diterapkan saat ini.
Hal utama yang harus dilakukan adalah menghentikan utang luar negeri dan mengganti sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi Islam melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wallahu a'lam bishawwab
Tags
Opini