Oleh : Ayustiani
Ditengah pandemi yang belum berakhir dan ditengah kebingungan masyarakat terkait ekonomi kini masyarakat dibuat kaget dengan polemik politik disetujuinya rancangan undang-undang haluan Ideologi Pancasila menjadi Prolegnas RUU Prioritas 2020.
Dilansir dari Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Atas Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila pada 22 April 2020, RUU HIP adalah RUU yang diusulkan oleh DPR RI
Pada Pasal 4 poin (a) menjelaskan bahwa RUU HIP bertujuan sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun kebijakan, perencanaan, perumusan, harmonisasi, sinkronisasi, pelaksanaan dan evaluasi terhadap program Pembangunan Nasional di berbagai bidang, baik di pusat maupun di daerah, yang berlandaskan pada nilai-nilai dasar Pancasila.
Namun, polemik muncul saat tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, sebagai konsideran "Mengingat" RUU HIP. Serta, Pasal 7 dalam RUU tersebut yang terdapat frasa "Ketuhanan yang Berkebudayaan", (republika.co.id, 14/06/2020).
Dua ormas terbesar di Negeri ini bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) kompak meminta RUU HIP direvisi karena berbahaya.
MUI menilai keberadaan RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. MUI berpandangan bahwa RUU HIP memeras pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni gotong royong adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila. hal itu secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila Pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945.
Imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) juga menyuarakan penolakan yang sama. Salah satu alasannya, definisi Haluan Ideologi Pancasila dalam RUU HIP tidak lagi meletakkan agama sebagai sesuatu yang pokok dan mendasar.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, menyebut, ada upaya sekularisasi yang dinilai berada dalam batang tubuh RUU HIP. Padahal, inti Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa, bukan sebaliknya, bahkan dicantumkan agama, rohani, dan budaya dalam satu baris.
"Hal ini mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa," ujar dia dalam keterangan resminya, (Tribun-Timur.com, 10/6/2020).
Untuk itu, ia meminta DPR untuk melakukan kajian yang mendalam dan tidak terburu-buru terkait pembahasan draf RUU HIP.
Berdasarkan fakta diatas, sudah jelas bahwa RUU ini justru memuat banyak polemik mulai dari makna Pancasila sebagai ideologi, apa saja yang bertentangan dengan ideologi, juga bagaimana mewujudkan integrasi hingga polemik soal implementasi di berbagai bidang termasuk bidang ekonomi. Di satu sisi menetapkan peran negara yang harus lebih dominan dalam menjaga ekonomi rakyat namun juga mendorong kebijakan utang luar negeri dengan alasan memperkuat ekonomi, (kompas.com, 24/06/2020).
Dalam ketentuan RUU HIP, demokrasi ekonomi pancasila disebut sebagai perwujudan dari perekonomian nasional. Dan karena itu, diselenggarakan berdasarkan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
RUU HIP yang diharapkan menjadi pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun kebijakan Pembangunan Nasional di berbagai bidang. Namun pada kenyataannya, RUU ini mengundang polemik dan penolakan dari berbagai kalangan umat. Salah satu yang mengemuka karena celah keterbukaan terhadap berkembangnya komunisme.
Seharusnya kita belajar dari sejarah. Dimana jika ideologi komunisme ini tetap ada, maka sejarah kekejaman ideologi komunisme atas umat beragama akan terjadi kembali. Oleh karena itu, banyak kalangan umat atau ormas Islam mendesak untuk menolak RUU HIP ini.
Saat ini pembahasan mengenai rancangan undang-undang ditunda karena dinilai bukan urgensi yang harus di bahas ditengah pandemi serta DPR masih menunggu surat presiden (surpres) dan daftar inventarisasi masalah (DIM). Namun, meski pembahasannya ditunda sementara waktu, tidak berarti selesai pembahasn tentang aspek ideologi ini.
Semestinya harus disadari oleh semua komponen bangsa bahwa ancaman tidak kalah besar bahayanya bersumber dari berkembangnya kapilatisme dan liberalisme yg makin mengakar di sektor-sektor strategis umat. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seharusnya kita bersatu memperjuangkan Islam di negeri ini bukan hanya diam saja dan membiarkan negeri ini banyak melenceng dari syar'iat Islam.
Sementara RUU HIP diduga kuat berbau ideologi komunis Sejarah negeri ini juga mengalami luka yang dalam atas kekejaman ideologi komunisme atas agama dan kaum beragama. Ideologi atheisme ini menganggap agama sebagai candu yang harus dimusnahkan dari kehidupan. Entah sudah berapa ulama dan umat islam yang menjadi korban atas kekejaman komunisme ini.
Sistem Kapitalisme, Liberalisme, atau yang lainnya bukan merupakan solusi atas permasalahan yang terjadi di negeri ini. Tetapi, Islam justru harus dihadirkan sebagai solusi. Ini mengindikasikan urgensitas mengenalkan Islam sebagai ideologi yang telah sangat komprehensif dan terintegrasi menjelaskan penyelenggaraan negara mulai aspek filosofi hingga system. Memberi identifikasi yg sangat jelas tentang apa saja yg bertentangan dengannya. Tidak ada saling kontradiksi antar bagiannya dan sistemnya secara integral mewujudkan keutuhan, keadilan dan kesejahteraan.
Maka dari itu kembali kepada Islam merupakan jalan yang benar, sebagaimana firman Allah :
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِى السِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah [2] : Ayat 208)
Wallahu alam...