Rasisme Buah Kegagalan Demokrasi



Oleh : Eri*


Kematian warga sipil berkulit hitam, George Flyod (25/5/2020) di Minneapolis, Amerika, memicu kerusuhan di berbagai kota. George meninggal akibat tubuhnya ditindih oleh polisi setempat. Kemarahan publik pun memuncak atas kejadian ini. 'Unjuk rasa atas kematian George Floyd tak bisa dibendung, massa berkerumun di depan gedung putih dan mulai mengunci kantor pemerintahan, tempat Presiden Trump memimpin negaranya. Mereka menuntut keadilan atas kematian Floyd. Kasus ini tak sesederhana kasus pembunuhan lainnya. Nafas Floyd yang tersekat adalah potret nyata bagaimana ras kulit hitam berdiri dalam bayangan ketakutan'. (Suara.com, 1/6/2020)

Efek kematian George juga memicu aksi unjuk rasa di beberapa negara. Demo tersebut dimotori oleh gerakan Black Lives Matter. 'Tidak hanya di AS, demonstrasi juga terjadi di seluruh dunia, mulai dari Eropa hingga Australia, di mana ribuan demonstran mendesak hentikan rasisme dan kebrutalan polisi di negara masing-masing. Demonstrasi skala besar terjadi di Paris dan Nice di Prancis, Turin di Italia, Frankfurt, Cologne, dan Berlin di Jerman, London dan Manchester di Inggris, Sydney dan Brisbane di Australia'. (Beritasatu.com, 7/6/2020)

Kasus-kasus rasial telah mendorong perlakuan diskrimantif terhadap warga kulit hitam (Afro-Amerika). Kesenjangan sering terjadi di empat sektor, yakni pendidikan, ekonomi, hukum dan perlakuan penegak hukum. Perlakuan yang diterima George membuat banyak orang marah. Ini cerminan dari rasa frustasi yang menjadi bagian puncak gunung es selama bertahun-tahun atas ketidaksetaraan. 

Kasus rasisme di Amerika telah merebak sejak era kolonial. Menganggap bahwa kedudukan warga kulit putih lebih tinggi dari pada warga kulit hitam. Dimana hilangnya hak-hak sipil warga kulit hitam yang menyebabkan perbudakan. 'Bangsa kulit hitam Pertama kali dijual dan diperdagangkan ke selatan Amerika sejak 1607 hingga 1807 ketika akhirnya perdagangan tersebut dilarang. Setelah Abraham Lincoln yang menentang perbudakan dilantik sebagai Presiden AS pada 1860, perbudakan pun dihapuskan pada 1863 melalui status hukum'. (wikipedia.org)

Namun demikian, rasisme terhadap kulit hitam masih ada. Bahkan pidato fenomenal sekelas Martin Luther King Jr dan Presiden AS kulit hitam pertama, Barack Husein Obama, tidak mampu menghilangkan rasisme terhadap kulit hitam sampai saat ini. Miris, AS sebagai pelopor dan pengekspor sistem demokrasi serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tidak kuasa menghadapi kasus rasis di dalam negeri. Sebab ketidaksetaraan dan ketimpangan sosial yang terus disuburkan demokrasi tidak dihapuskan. Serta anggapan ras yang paling mulia membutakan mata dan pikiran seseorang. Inilah yang membuat masalah rasisme tak pernah selesai.

Sangat jauh berbeda saat umat hidup dalam naungan Islam. Selama 14 abad diberlakukan Islam sebagai aturan hidup, tak pernah sekali pun terjadi penjajahan, perbedaan (diskriminasi) maupun eksploitasi terhadap warganya. Bahkan Islam mengakui keragaman suku, bahasa bahkan bangsa untuk saling mengenal satu sama lain membangun sebuah peradaban. Serta kemuliaan manusia hanya terletak pada ketakwaannya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Bukti lain tentang kerukunan dan persatuan dalam Islam yakni saat Rasulullah SAW mampu mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar di Madinah. Islam berhasil menghapus perbedaan warna kulit, ras, suku dalam satu ikatan akidah, bahkan terjaga selama 14 abad.

Rasulullah SAW sangat marah terhadap orang yang menganggap dirinya lebih tinggi daripada orang lain. Suatu hari, Abu Dzar al-Ghifari dan Bilal bin Rabah, dua sahabat Nabi SAW, berselisih paham. Abu Dzar tiba-tiba keceplosan mengucapkan, “Dasar, kulit hitam!” Bilal sangat tersinggung mendengar ucapan itu. Ia datang kepada Rasulullah SAW dan mengadukan kegalauannya.  Mendengar hal itu, rona wajah Rasulullah SAW berubah dan bergegas menghampiri Abu Dzar. Lalu berkata, “Sungguh dalam dirimu masih terdapat Jahiliyah!”

Dari kisah tersebut kita dapat mengambil hikmah bahwa penting untuk menjaga lisan. Sebagaimana dalam surat Al-Hujurat  (49) ayat 11, Allah SWT melarang kita untuk mengolok-olok, mencela atau memanggil dengan sebutan yang buruk karena menganggap lebih mulia dari orang lain. Rasulullah SAW mengucapkan teguran itu karena kemuliaan seorang hamba tidak diukur bersadarkan suku, ras atau pun warna kulit. Namun semata karena ketakwaanya kepada Allah SWT.

Sungguh, ini tidak terlepas dari kemuliaan Syariah Islam yang akan melindungi kehidupan dan kesejahteraan umat. Menciptakan kerukunan antar manusia, menjaga keberagaman untuk  memperkokoh persatuan negeri. Hukum-hukum yang agung hanya bisa diterapkan secara sempurna melalui sebuah institusi, yaitu Khilafah. Terbukti Khilafah Islam mampu menciptakan keadilan ditengah-tengah umat. Mempersatukan umat dengan akidah dan ikatan ukhuwah Islamiyah. Inilah cara menghilangkan konflik maupun perbedaan sosial yang terjadi di masyarakat. 

Waallahu a'lam bis shawwab.

*(Pemerhati Masyarakat)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak