Ramadan Berlalu, Sudahkah Pemimpin Semakin Bertakwa?



Oleh : Nur Hikmah 
Aktivis Muslimah Pasuruan


Ramadan dan Hari Kemenangan telah pergi meninggalkan kaum muslimin di seluruh dunia. Sebagaimana di Al Quran bahwasannya makna puasa adalah agar menjadi orang-orang yang bertakwa. Jika ditilik lebih dalam tentang negeri kaum muslimin terbesar di dunia. Sebuah pertanyaan mulai timbul, Sudahkah pemimpin negeri ini bertakwa?

Seperti pesan Idul fitri yang dilansir di tempo.co, Presiden Jokowi mengatakan bahwasannya, jika Allah benar-benar menghendaki dan jika kita bisa menerimanya dengan ikhlas dan dalam takwa dan tawakal, sesungguhnya hal tersebut akan membuat berkah, membuahkan hikmah, membuahkan rezeki, dan juga hidayah. Presiden juga berharap, semoga Allah SWT meridhai ikhtiar kita bersama, untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 dan memberi kekuatan pada kita untuk menjadi pemenangnya.

Begitu pun wakil presiden, Ma'ruf mengingatkan bahwa momen harus dimanfaatkan umat muslim untuk memperkuat iman dan takwa. Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan Allah SWT bahwa umat yang beriman dan bertakwa akan diberi ganjaran diberikan keberkahan. Kalau beriman dan bertakwa pasti Allah turunkan kesuburan, kemakmuran, keamanan, keselamatan dan dihilangkan berbagai kesulitan. Itu adalah janji Allah di dalam Al-Quran, katanya. (Tempo.co)

Kepala Negara dan wakilnya menyebut bahwa modal keluar dari wabah ini ada tawakkal, takwa dan mendapat ridha Allah. Tapi kebijakan-kebijakan mereka dalam menangani wabah tidak berpijak pada syariah. Juga tidak ada taubat nasional untuk membuang hukum-hukum buatan manusia yang selama ini menjadi rujukan mengelola bangsa.

Sebenarnya apa makna takwa? Takwa yang bisa membawa pada solusi bangsa dan wabah?

Takwa dalam pandangan Islam berarti takut kepada Allah SWT. Yang berarti menjalankan segala perintah dan larangan-Nya. Seharusnya pemimpin menjalankan bagaimana petunjuk Allah yang sudah dicontohkan oleh nabi-Nya dalam persoalan menangani wabah. Tapi alih-alih sesuai syariah, Kebijakan yang diambil pun sesuai dengan keinginan para pemodal. Bahkan mengorbankan rakyat. 

Tidak heran, jika seruan takwa yang diserukan pemimpin ini hanya hiasan di lisan tapi miskin pengamalan. Beginilah makna takwa yang lahir dari sekulerisme. Yang memisahkan agama dari kehidupan.

Jika takwa benar-benar mengkristal pada diri pemimpin. Dalam menangani Covid-19 ini, pemimpin negara akan menjalankan kepemimpinan sesuai dengan tujuan-tujuan agung penerapan Syariat Islam (Maqâshid asy-Syarî`ah) yakni:

(1) Hifdzun ad-diin (Menjaga Agama); Menjaga akidah umat serta memastikan seluruh kewajiban tetap ditegakkan, termasuk ibadah fardu kifayah di Masjid meski dengan pengaturan pembatasan fisik di masyarakat. Negara harus menerbitkan standar prosedur teknis beribadah di Masjid selama pandemi, bukan malah menutup masjid secara membabi buta.

Kepala negara akan langsung memimpin tawbat[an] nasûhâ. Bisa jadi bencana/krisis yang ada akibat kesalahan-kesalahan atau dosa yang telah dilakukannya atau masyarakatnya. Pemimpin harus menyerukan tobat. Meminta ampun kepada Allah agar bencana ini segera berlalu.

(2) Hifdzun an-nafs (Menjaga Jiwa); Melindungi nyawa rakyat menjadi prioritas utama daripada melindungi stabilitas ekonomi, hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai & Turmudzi).

Pada masa wabah penyakit menular, harus diterapkan kebijakan karantina atau lockdown seperti yang pernah diterapkan oleh Rasulullah Saw. Metode ini sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah Saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain.

Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul Saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah.

Rasulullah Saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).

(3) Hifdzun Aql (Menjaga Akal); Mencukupkan edukasi dan informasi terkait COVID 19 sembari mengampanyekan pentingnya keimanan, ilmu, dan tobat di situasi krisis ini, di sisi lain negara harus melindungi rakyat dari disinformasi serta berita hoax yang berpotensi menimbulkan keresahan, kepanikan, dan kekacauan di masyarakat.

Negara harus punya kemampuan dan kendali terhadap arus informasi yang beredar di masyarakat, dengan melakukan “mobilisasi secara pemikiran dan maknawi” di tengah umat.

Yakni menaikkan peringkat umat secara pemikiran dan kejiwaan dengan Islam, akidah, dan hukum-hukumnya, ke peringkat menjadi kuat untuk bersikap tegar dan menghadapi bencana dan tantangan, Semua ini agar terwujud masyarakat Islam yang kokoh, mulia dan bersih karena ketakwaannya serta memiliki daya tahan terhadap krisis.

(4) Hifdzun Nasl (Menjaga Keturunan); Dalam situasi lockdown, kekuatan bangunan keluarga muslim akan diuji karena harus tetap berada di rumah-rumah mereka. Di samping faktor ketakwaan individu dan kontrol masyarakat, negara akan terus mempromosikan nilai kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah sehingga kaum ibu tetap merasa aman dalam mendidik anak-anak mereka di rumah. Di sisi lain negara  akan memberi sanksi tegas jika terjadi kezaliman dalam keluarga seperti KDRT.

(5) Hifdzun Maal (Menjaga Harta); Menjamin kebutuhan pokok rakyat kepala per kepala. Negara juga yang akan memobilisasi bantuan logistik dan pangan dari daerah sekitar, juga memotivasi kaum muslim agar berlomba-lomba saling menanggung untuk meringankan saudaranya.

Beginilah cara Islam menangani wabah, seruan takwa harus diimbangi dengan amal peruatannya tidak hanya hiasan di lisan. Dan semua itu terangkai dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah, yakni khilafah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak