Oleh : Rosmita
Aktivis Dakwah Islam dan Member AMK
Beban hidup rakyat di masa pandemi semakin berat. Sulitnya mencari nafkah di tengah wabah, mahalnya harga kebutuhan pokok, ditambah pula harga listrik yang ikut naik. Bagaimana masyarakat tidak panik?
Media sosial dipenuhi keluhan warganet soal harga listrik di bulan Juni 2020 yang naik hingga dua kali lipat. Masyarakat menuding adanya subsidi silang dari pelanggan rumah tangga mampu kepada pelanggan rumah tangga rentan miskin. Namun, PLN membantah tudingan tersebut.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN. Ia juga membantah tuduhan adanya subsidi silang untuk pelanggan 450 VA maupun 900 VA. Sebab terkait subsidi dan kenaikan tarif tersebut menjadi kewenangan pemerintah.
Bob juga menegaskan kenaikan tagihan listrik pelanggan terjadi karena adanya kenaikan pemakaian dari pelanggan itu sendiri. Hal ini disebabkan banyaknya kegiatan yang dilakukan di rumah yaitu work from home (WFH) dan belajar dari rumah (BDR). (detik.com, 7/6/2020).
Meskipun demikian seharusnya pemerintah turun tangan menanggapi masalah ini. Namun, pemerintah seolah tidak peduli dengan kesulitan yang dihadapi rakyat di masa pandemi. Terbukti kebijakan yang diambil selama ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat.
Mulai dari kebijakan PSBB padahal seharusnya pemerintah melakukan lockdown. Rakyat dianjurkan agar bekerja, belajar, dan beribadah di rumah aja, tapi WNA asal China tetap dibiarkan masuk. Bahkan seharusnya pemerintah menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat di masa karantina, tapi pemerintah tidak melakukannya. Walaupun ada bantuan berupa sembako tapi tidak merata. Tidak semua warga mendapatkannya.
Pemerintah juga dinilai gagal mengatasi wabah, hal ini bisa dilihat dari lonjakan jumlah pasien yang terjangkit virus corona terus bertambah. Wabah belum selesai sudah timbul kebijakan new normal life. Rakyat disuruh berdamai dengan corona, padahal kasus pasien corona masih tinggi. Kini saat harga listrik melonjak naik pemerintah pun seolah lepas tangan. Rakyat seperti tidak punya pemimpin, harus mengurus sendiri semua kebutuhannya. Dari kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan dll.
Semua ini dikarenakan sistem yang dianut negeri ini adalah sistem kapitalisme. Dalam sistem ini untung rugi menjadi dasar dalam mengurus rakyat. Ditambah sistem turunannya yaitu liberalisme menyebabkan pengelolaan listrik dan sumber daya alam lainnya dapat dikuasai oleh swasta/asing. Negara hanya menjadi regulator antara rakyat dan pengusaha. Sudah tentu kepentingan para kapitalis lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. Akibatnya, rakyat semakin menderita.
Berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan pemimpin sebagai pengatur urusan rakyat, keimanan menjadi dasar kepemimpinannya. Maka pemimpin tersebut pasti akan memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Dia takut untuk berbuat zalim, karena tahu kelak dia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas kepemimpinannya.
Syariat Islam dijadikan landasan dalam mengurus negara, maka pemimpin dalam Islam tidak akan menyerahkan pengelolaan listrik maupun sumber daya alam lainnya kepada pihak swasta/asing. Karena listrik maupun sumber daya alam lain adalah kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api (energi).” (HR. Ahmad)
Jika pengelolaan listrik dan sumber daya alam lainnya dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat maka rakyat akan sejahtera. Harga listrik dan pelayanan publik lainnya sangat murah bahkan diberikan secara gratis. Namun, hal ini hanya bisa terjadi jika negara menerapkan sistem Islam bernama khilafah.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Tags
Opini