PP Tapera, Program Pemerintah untuk Mencekik Rakyat



Oleh: Fitri Andriani, S.S.



Pada akhir periode kepemimpinan Jokowi yang lalu, ada satu janji yang belum sempat terealisasi. Yakni pengadaan 'Satu Juta Perumahan Rakyat' kelas ekonomi bawah, yang dijanjikan akan direalisasikan dengan menggunakan dana APBN. 
Adapun tentang penyelenggaraan, akan dikawal khusus oleh Satgas bentukannya, dengan target minimal realisasi sebesar dua puluh persen (Kompas.com, 18 Agustus 2018). 

Hal tersebut tentunya disangkutpautkan dengan kebijakan yang baru-baru ini dibentuk, yakni Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pada pasal 15 dalam PP tertulis besaran simpanan peserta sebesar tiga persen dari gaji atau upah. Angka 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya 2,5 persen ditanggung oleh pekerja yang diambil dari gaji pegawai (Viva, 3/6/2020).

Dalam Kompas.com (Minggu, 7/6/2020) pemotongan gaji untuk Tapera ini akan diwajibkan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN/ PNS) pada bulan Januari 2021. Sedang untuk pekerja mandiri (pekerja swasta), perusahaan diwajibkan untuk mendaftarkan para karyawannya untuk Tapera ini setelah tujuh tahun mendatang. Tabungan bisa dicairkan ketika karyawan sudah pensiun.

Tapera tersebut mempunyai beberapa kelemahan konsep ketika direalisasikan. Misalnya, kendala ketika hendak mengklaim tabungan mereka, prosesnya sulit. Kedua, transparasi pengelolaan dana Tapera, yang sifatnya tabungan jangka panjang akan berpotensi menjadi dana yang jumlahnya besar. 

Dikhawatirkan akan ada pihak-pihak yang memanfaatkan pengelolaan dana ini. Ketiga, pengelolaan dana serupa untuk perumahan sudah ada lebih dulu yang khawatirnya justru tumpang tindih. Jadi pemerintah harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu jika ada program serupa kepada karyawan yang bersangkutan, juga lembaga pengadaan tabungan perumahan tersebut (CNN Indonesia, 3/6/2020).

Masyarakat Indonesia saat ini, sebagai objek kebijakan baru Tapera, kondisinya sudah sangat sulit. Sekarang rakyat sedang berjuang melawan wabah covid 19. Tidak sedikit warga yang terkena imbas, ada yang kena PHK, ada yang dirumahkan tanpa gaji, ada yang masih terikat kerja aktif namun dipotong gaji juga. Belum lama pemerintah menaikkan tarif BPJS, tarif listrik ikut naik, disusul naiknya harga kebutuhan pokok lainnya. Masyarakat makin terjepit hidupnya dengan berbagai kebijakan baru ini. 

Gaji karyawan di Indonesia 90 persen adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedang pemotongan gaji untuk tabungan ini akan mengurangi gaji karyawan yang rata-rata rendah. Padahal, Tapera ini tabungan minim faedah yang jangka waktunya sangat panjang. Kalau sebelum ada kebijakan Tapera saja hidup rakyat sudah sulit, bagaimana kalau kebijakan ini direalisasikan tahun depan?

Padahal, awalnya ide ini tercetus untuk mewujudkan program Jokowi atas Seribu Perumahan Rakyat. Namun, tahun lalu dananya diambil dari APBN, bukan dari menyunat gaji karyawan. Kebijakan Tapera ini hanya akal-akalan dari program pemerintah yang tidak bisa direalisasikan. Pihak yang diuntungkan lagi-lagi pemerintah dan pengusaha (pihak pengelola dana tabungan).  Pemerintah berambisi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memahami kondisi rakyat.

Sebenarnya, program ini adalah salah satu dari sekian banyak kewajiban negara dalam mengayomi rakyat di wilayahnya. Alhasil, perealisasiannya adalah hak rakyat. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar al-Faruq yang sengaja menyediakan dana di Baitul Mal untuk pembangunan insfrastruktur, pengadaan jalan sebagai sarana dan prasarana penunjang masyarakat beraktifitas, serta untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Salah satu dana ini juga untuk pengadaan perumahan bagi rakyat yang tidak mampu dan belum memiliki rumah. 

Jadi, khilafah tidak akan pernah berutang untuk pengadaan sarana dan prasarana negara. Apalagi memunguti rakyatnya dengan beban yang sedemikian mencekik. Sistem yang baik akan mensejahterakan rakyatnya dan dengan mudah bisa direalisasikan oleh pemimpin yang salih. Dan ini terbukti dengan ditorehkannya tinta emas peradaban Islam yang gemilang di masa ketika aturan Allah diterapkan secara keseluruhan, bukan dengan mengambilnya secara serampangan.

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak