Oleh: Lilieh Solihah
Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya memutuskan tidak akan memberangkatkan jamaah haji untuk tahun 2020. Alasannya, otoritas Arab Saudi hingga saat ini tak kunjung membuka ibadah haji dari negara manapun akibat pandemi COVID-19. Kemenag pun tak punya waktu lagi untuk mempersiapkan penyelenggaraan haji. "Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaat haji. Keputusan ini saya sampaikan melalui Keputusan Menteri Agama RI Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaat Haji Pada Penyelenggaraan Ibadah Haji pada 1441 Hijriah atau 2020 Masehi," kata Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi pers pada Selasa (2/6/2020).
Fachrul menegaskan keputusan ini berlaku untuk seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) termasuk WNI yang hendak berhaji dengan undangan atau visa khusus dari Kerajaan Arab Saudi. Fachrul Razi menjelaskan pihaknya telah membentuk Pusat Krisis Haji 2020 menyusul pandemi COVID-19. Sejak April 2020 tim mengeluarkan tiga skenario, pertama haji dilaksanakan secara normal sesuai kuota, kedua haji dilaksanakan dengan pembatasan kuota, dan ketiga pemberangkatan jamaah haji dibatalkan sama sekali. (tirto.id 2/6/2020).
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj turut mempertanyakan pembatalan pemberangkatan haji 2020 oleh Kementerian Agama (Kemenag). Padahal, Pemerintah Arab Saudi belum memutuskan haji 2020 batal atau tidak.
"Mendadak kemarin Kemenag membatalkan haji tanpa menunggu keputusan Saudi Arabia. Saudi Arabia belum memutuskan haji terselenggara atau tidak terselenggara, tahu-tahu Kementerian Agama sepihak membatalkan, katanya sampai batas akhir Mei ini mendesak," ujar Said di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Menurutnya, pemerintah seharusnya sudah memiliki perencanaan dalam pelaksanaan haji dalam situasi terdesak sekalipun. Sebab, kata Said, pelaksanaan haji merupakan agenda tahunan. (CNN Indonesia Rabu 3/6/2020).5
Pun dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, yang menilai pembatalan haji oleh Kementerian Agama terlalu terburu-buru. Wakil Ketua MPY Aceh Tgk Faisal Ali mengatakan pelaksanaan ibadah haji dibatalkan meski belum ada pernyataan resmi dari Kerajaan Arab Saudi.
"Saya kira pemerintah Indonesia ini agak terlalu cepat mengambil tindakan dengan meniadakan haji," kata Faisal Ali saat dikonfirmasi,. (detikNews 3/6/2020).
Disini kita lihat Menag dan pemerintah nampak sangat terburu-buru menetapkan pembatalan haji 2020 disaat pemerintah Saudi belum memutuskan ada tiadanya musim haji 1441H. Ini justru bisa berdampak besar baik bagi tertunda berangkatnya jemaah yang daftar tunggunya masih panjang juga bisa mempengaruhi sanksi dan kuota yang akan diberikan pemerintah Saudi.
Tidak hanya ketua PBNU dan Ormas Aceh, DPR dan Tokoh masyarakat serta Ormas lainpun mempertanyakan apa yang menjadi alasan pembatalan tersebut secara terburu-buru, mungkinkah pemerintah tidak mau repot dengan konsekuensi menyelenggarakan atau melayani jemaah haji di era pandemi (dengan protokol kesehatan yang lebih berat) atau bisa jadi justru ingin mengambil untung dari dana masyarakat yang tertahan karena batal diberangkatkan, seperti yang kita tahu meskipun batal tapi uang belum juga kembali. Dengan pembatalan keputusan yang terkesan terburu-buru ini membuat banyak dugaan ada apakah dibalik semua ini?.
Kecewa pasti dirasakan oleh para calon jemaah haji yang telah lama menunggu giliran keberangkatan mereka ke tanah suci.
Tidak dapat dipungkiri karena dalam sistem kapitalis sekuler pelayanan terhadap kepentingan rakyat bukanlah suatu hal yang harus diutamakan bahkan tidak masuk dalam daftar kepentingan yang harus mereka lakukan, karena bagi mereka kepentingan pengusaha diatas segalanya. Seolah pemerintah ingin mengambil keuntungan dari pembatalan ini, hal ini bisa kita lihat dari adanya rencana investasi yang diambil dari dana haji sebesar 135 triliun.
Lalu siapa yang diuntungkan dari investasi ini?, Tentunya bukan untuk kepentingan rakyat atau para calon jemaah haji, namun inilah yang dilakukan oleh para kapitalis yang mengambil kesempatan dalam kesempitan ditengah berbagai persoalan yang melanda, karena mereka hanya akan mengambil kebijakan yang bisa menguntungkan kepentingan mereka sendiri.
Lain halnya dalam sistem Islam, dalam Islam pengaturan kepentingan masyarakat dilandasi dengan tiga prinsip, pertama: kesederhanaan dalam aturan, yang akan memberikan kemudahan dan kepraktisan terlebih dalam masa pandemi seperti sekarang ini. Kedua: kecepatan dalam pelayanan transaksi, ketiga: profesional dalam pengurusan. Disini Islam benar-benar mengatur bagaimana seharusnya pengaturan kepentingan masyarakat, dalam hal ini pelayanan dalam pelaksanaan ibadah haji.
Wallahu alam bisshawab.
Tags
Opini