Polemik Haji dan Jual Beli dengan Allah


Oleh: Tien Soekatno
(Muslimah Peduli Generasi)

Untuk mewujudkan sebuah cita-cita, meraih kesempatan berharga terkadang harus melewati sebuah proses perjuangan yang panjang, penuh kesabaran, detik-detik yang mencemaskan dan berada dalam bertahun penantian. Salah satu cita-cita mulia ini adalah berhaji, yang merupakan cita-cita besar tiap umat muslim demi mewujudkan rukun Islam yang ke-5.



Beberapa tahun yang lalu banyak media memuat berita, bagaimana  jerih payah calon jamaah haji dari lapisan menengah ke bawah dalam mempersiapkan diri. Komitmen dan perjuangannya membuat hati terenyuh. Mereka istiqomah menabung, demi memenuhi panggilan menjadi tamu Allah . Bahkan ada yang menabung  puluhan  tahun, seperti kisah kakek Ambari  yang menabung terhitung sejak zaman perang di usia 30 tahun  hingga berangkat haji di usia 90 tahun.



 Begitupun dengan kisah Bapak Ismail,
tukang tambal ban yang menghajikan ibunya sekaligus, menyusul deretan kisah perjuangan untuk menjadi tamu Allah.



Dapat di bayangkan, betapa gigihnya mereka mengumpulkan dana untuk berhaji, tanpa mengesampingkan  kewajiban dan tanggung jawab yang lain menghidupi keluarganya.


Sudahkah kita dapat merasakan tekad perjuangan keyakinannya akan sandarannya kepada sang Maha Penentu?

Lalu apa yang akan terjadi jika tenyata dana yang  mereka kumpulkan dengan susah payah, akan dimanfaatkan untuk menstabilkan kondisi perekonomian?
Seperti yang dilansir dari  vivanews,
 (2/6/2020), BPKH menyatakan bahwa  kan memanfaatkan dana simpanan yang dimiliki penyelenggaraan haji 2020(US $600 juta) untuk kepentingan stabilisasi nilai tukar Rupiah. Hal ini tentu saja mengundang kritik dari berbagai pihak. Kepala Badan BPKH, akhirnya menyampaikan klarifikasi, di detikfinance live TV, 5/6/2020, Kepala Badan BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan, ketika dana haji tahun 2020 tidak terpakai karena pembatalan keberangkatan maka BPKH memiliki dua opsi untuk tetap menyimpan dalam bentuk valas atau menjual ke Rupiah. Beliau mengatakan bahwa pilihannya adalah mencari portofolio yang memberikan nilai optimal untuk jemaah, bukan mengunakannya untuk  memperkuat  nilau rupiah.



"Jadi kalimat yang mengatakan dipakai untuk penguatan rupiah itu miss leading," tegas Anggito.
Apabila dalam pengelolaan dana haji ini berimbas pada penguatan rupiah, menurutnya hal itu adalah kebijakan moneter di Indonesia, bukan BPKH."Itu kebijakan moneter," pungkasnya.



Pernyataan, beberapa opsi untuk klarifikasi adalah sesuatu yang sudah terbiasa lumrah terjadi di negeri ini, kenapa tidak lebih ditingkatkan pemikiran dan tanggung jawab pribadi dan negara kepada Allah atas amanah penjagaan dana suci ini terhindar riba?  Lalu sampai kapan semua akan   menyadari betapa penting jual beli dengan Allah  di atas segalanya, sebagaimana firman Allah Swt, yang  artinya:  "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.(QS at-Taubah [9]:111)

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia membeli dari hamba-hamba-Nya yang beriman, diri dan harta benda mereka yang telah mereka korbankan di jalan Allah dengan surga. Hal ini termasuk karunia dan kemurahan serta kebajikan-Nya kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah telah menerima apa yang telah dikorbankan oleh hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya, lalu menukarnya dengan pahala yang ada di sisi-Nya dari karunia-Nya. Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan, “Mereka yang berjihad di jalan Allah, demi Allah, telah berjual beli kepada Allah, lalu Allah memahalkan harganya.”

Betapa tulus ikhlasnya mereka untuk memenuhi jual belinya dengan mengamalkan firman Allah tersebut demi meraih hadiah surga,  maka masih tega kah para pemegang kwbijakan membuyarkan impian mereka dengan memanfaatkan dana yang dikumpulkan dengan susah payah? Tidakkah mereka takut dengan pedihnya siksa Allah terhadap orang-orang zalim?
Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak