Oleh : Siti Khodijah Rajuli
(Praktisi Pendidikan)
Virus Corona telah berhasil mengguncangkan dunia, semua negara termasuk Indonesia dibuat pusing olehnya. Berbagai kebijakan diberlakukan, semua tenaga medis pun dikerahkan untuk menaklukan makhluk mungil tak kasat mata ini. Namun korban positif Corona terus melonjak tajam, bahkan penambahan positif Covid-19 pernah mencapai 1000 orang perhari. Mengerikan!
Walaupun pemerintah mengambil kebijakan seperti PSBB, nyatanya pelonjakan kasus positif Covid-19 bukannya berkurang malah terus bertambah bahkan membeludak. Hal ini disebabkan karena aturan kebijakan pemerintah yang plin-plan dan tidak tegas, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran yang disebabkan pelonggaran aturan pemerintah. Hal ini Nampak dari masih dibukanya mall-mall dan pasar-pasar yang dipadati oleh pengunjung. Juga alat transportasi yang terus saja beroperasi, bandara-bandara penuh sesak oleh manusia. Ratusan bus tetap bebas melanglang buana ke berbagai daerah. Masyarakat memang terkesan bebal namun tidak dipungkiri karena minimnya pemahaman juga terutama tidak tegasnya aturan bagi pelanggar. PSBB katanya, pelanggaran nyatanya.
Tak heran jika penyebaran Covid sangat cepat. Korban mulai berjatuhan, tim medis pun berjibaku menjadi garda terdepan dalam melakukan penangan korban Covid-19. Mereka rela harus terpisah dari keluarga dan sanak saudara. Tak perduli walau nyawa menjadi taruhannya mereka tetap melaksanakan tugasnya. Curhat tentang susahnya menangani pasien Corona dikemukakan oleh perawat dari berbagai negara, seperti Italia dan Cina juga Indonesia khususnya. Maka, memang mau tak mau para perawat dan juga dokter ini harus bekerja tanpa henti siang malam, demi sembuhnya pasien yang sudah terinfeksi. Untuk penanganan kasus Corona di Jakarta saja, Anies Baswedan menyebut bahwa pemerintah telah mengerahkan sebanyak 3.350 dokter dan 7.700 perawat. Mereka bekerja dengan penuh dedikasi demi selamatnya pasien yang dinyatakan positif.
Kinerja para tenaga medis sangat perlu mendapatkan apresiasi. Para tenaga medis merupakan pahlawan yang bekerja keras dan tetap berada di garda terdepan mempertaruhkan kesehatan dan bahkan nyawanya untuk merawat pasien Corona yang kian bertambah. Namun alih-alih diberi apresiasi fakta mengejutkan tentang bayaran tenaga medispun sangat menyayat hati.
Dilansir pada TEMPO.CO (30/05/20), Perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha Supriono, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif Covid-19. Bahkan menurut Anitha banyak juga dari temen-temen tenaga medis swasta yang tidak diberikan Tunjangan Hari Raya (THR) atau bahkan terjadi pemotongan THR.
Sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran belum mendapatkan insentif keuangan dijanjikan oleh pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 5-15 juta untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Salah satu tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran mengatakan, pencairan insentif terkendala akibat masa libur Lebaran. Akibatnya masih ada sejumlah tenaga medis yang hingga hari ini belum juga menerima insentif tersebut.(Merdeka.com, 25/05/20).
Tidak sampai disitu disalah satu daerah juga terdapat pemecatan tenaga medis karena mereka melakukan aksi mogok kerja. Para tenaga medis itu mogok kerja karena melihat masyarakat Indonesia yang masih belum punya kesadaran tentang bahaya virus ini sehingga melakukan pelanggaran dan bersikap cuek terhadap anjuran untuk mengikuti protokol kesehatan. Hal ini juga merupakan wujud kekecewaan tenaga medis kepada pemerintah yang tak juga mengindahkan aturan tersebut.
Tenaga medis mulai kuwalahan, apa yang mereka dapatkan tak sebanding dengan apa yang mereka korbankan. Padahal banyak korban tenaga medis yang gugur saat menangani wabah tetapi tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien Covid-19 tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial juga tidak diberikan. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana. Beginilah cara sistem demokrasi dan kapitalisme dalam menyelesaikan persoalan.
Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan cara Islam yang begitu memperhatikan tenaga medis. Dalam sistem Islam di era keemasan, kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Rakyat memperoleh pelayanan kesehatan dengan gratis.
Hal ini bisa kita lihat dari kebijakan kesehatan yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. di antaranya merekrut juru masak terbaik rumah sakit, dokter datang minimal dua kali sehari untuk visit pasien. Tenaga medis dan pegawai rumah sakit ditanamkan sifat qona’ah dan juga memiliki perhatian besar kepada pasien.
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, "Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarawan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun." Keberhasilan peradaban Islam ini tentu saja karena diterapkannya ajaran Islam itu sendiri. Islam melahirkan pemimpin yang amanah, yang benar-benar melindungi rakyatnya.
Nabi Saw bersabda bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi penguasa adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya.
Begitulah sistem Islam memberikan perhatian yang luar biasa pada bidang kesehatan. Terutama perhatian terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Islam memberikan fasilitas terbaik untuk tenaga medisnya. Seperti tunjangan dan akses pendidikan mudah dan gratis serta sarana prasarana. Islam juga menjamin sarana dan prasarana kesehatan yang terbaik tentunya dengan kualitas yang baik pula. Sebab menjaga nyawa rakyat telah menjadikan penguasa di era keemasan untuk menjaga aset tenaga medisnya. Sehingga dapat dipastikan sarana perlindungan diri seperti APD akan dipenuhi. Sehingga tak akan banyak tenaga medis yang menjadi korban.
Wallahu a'lam [SP]
Wallahu a'lam [SP]
Tags
Opini