Pariwisata Dibuka Bikin Dilema



Oleh : Rita Rosita


Setelah diberlakukannya era New Normal Life telah membuka kesempatan bagi seluruh aktivitas berjalan seperti biasa. Termasuk bidang pariwisata menyambut era New Normal  life. Presiden meminta Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif. Wisnutama harus menyiapkan promosi pariwisata dalam negeri yang bebas dari ancaman Virus corona. (Detik.com,5/6/20)

Dengan begitu akhirnya beberapa pariwisata di Indonesia mulai dibuka pertengahan bulan Juni. Termasuk dipilih wilayah wisata sebagai percontohan wisata. Salah satu contohnya Taman Safari Indonesia. Kepala kepolisian Daerah Jawa Barat( Jabar) Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi yang telah meninjau persiapan pembukaan Taman Safari menyampaikan dalam pengelolaan Taman Safari ini akan diberlakukan protokol kesehatan, sehingga bisa menekan penyebaran virus corona. (Liputan6.com, 11/6/20)

Begitu pula Candi Borobudur yang dibuka 8 Juni 2020 yang lalu. Tidak ketinggalan Jawa Timur yang merupakan penyumbang pasien covid tertinggi kini juga memulai ancang-ancang membuka pariwisata di provinsi ini, bahkan Pacitan (Pantai Teleng Ria) dibuka pertanggal 18 Juni, sedangkan Telaga  pornorogo telah lebih dahulu ramai dikunjungi wisatawan setelah diberlakukannya era new normal pada tanggal 2juni 2020 (Portal Jember, 10/6/20)

Pembukaan tempat wisata dimasa pandemi memang memiliki risiko besar, yakni adanya penyebaran covid di daerah wisata atau tempat wisata justru menjadi klaster baru penyebaran covid-19. Apalagi jika tidak ada pengamanan khusus, pengunjung bisa membludak secara otomatis aktivitas seperti social distancing tidak akan terealisasi. Maka seharusnya sebelum membuka pariwisata pemerintah atau pengelola benar- benar yakin bahwa kondisi sudah bebas covid-19. Karena ini masalah nyawa rakyat yang dipertaruhkan, jangan sampai hanya mengejar keuntungan demi menaikkan ekonomi, justru rakyat yang menjadi korban.

Bila diperhatikan pembukaan tempat wisata ketika pandemi belum usai saat ini cenderung terburu-buru, jika mengikuti standar WHO, era new normal baru bisa dijalankan jika tidak ada penambahan kasus. Nah bagaimana dengan suatu negeri dimana penambahan kasus saat ini masih mencapai seribu lebih. Malah telah memutuskan untuk new normal dengan alasan demi pertumbuhan ekonomi termasuk pembukaan sektor wisata yang digadang-gadang akan menambah pendapatan sehingga pertumbuhan ekonomi akan semakin membaik.

Wajar jika wisata menjadi salah satu aspek penyokong ekonomi, karena sektor ini termasuk penyumbang APBN setelah pajak. Karena sektor pengelolaan SDA tak mungkin bisa diharapkan secara penuh, maka pariwisatalah yang digenjot. Selain itu juga saat ini pariwisata banyak yang dikelola oleh swasta, tentunya jika pariwisata tidak segera dibuka para pengelola akan minus pendapatan. 

Dalam pandangan Materialistis hal seperti ini justru sangat merugikan, maka dari itu ketika era new normal dipersiapkan maka pengusaha langsung menyambutnya dengan tangan terbuka, mereka akan segera mengeruk keuntungan dari pembukaan wisata tersebut.

Berbeda halnya dengan Islam, wisata bukan sekedar untuk bersenang-senang, Islam memandang berwisata adalah sarana untuk mendekatkan diri pada Rabb-Nya. Sekaligus sarana membangun keakraban keluarga. Tentunya dengan tetap berlandaskan hukum syara. Dan tentunya ini akan dilakukan jika kondisi tidak membahayakan masyarakat.

Adapun jika situasi pandemi seperti saat ini,  Islam akan lebih mengutamakan rakyat terpenuhi kebutuhan primer dan sekundernya. Mengingat berwisata termasuk kebutuhan tersier, maka tidak terlalu diprioritaskan. Hal ini dikarenakan tugas seorang pemimpin dalam Islam sudah jelas, yaitu mengurusi urusan rakyat.

Di samping itu kegiatan berwisata di daerah umum dapat menimbulkan berkumpulnya banyak orang. Jika itu terjadi ada kemungkinan mudah tersebarnya virus corona, karena banyak mengandung bahaya, maka lebih baik ditutup. Yang lebih penting lagi, Islam tidak menjadikan pariwisata sebagai sumber pendapatan utama, karena dalam Islam sumber pendapatan dengan memaksimalkan pengelolaan SDA, selain itu ada kharaj, jizyah, dan yang lainnya yang dapat dijadikan sebagai pemasukan APBN.
Wallahu a'lam bishshawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak