Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL
Pegiat literasi
Di lansir dari Kompas.com, 16/6/2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menegaskan bahwa pembukaan sekolah dengan tatap muka pada zona hijau harus mendapatkan persetujuan orang tua. Keselamatan dan kesehatan warga sekolah harus menjadi prioritas utama.
Meskipun tahun ajaran baru bagi Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD), pendidikan dasar, dan menengah tetap mulai bulan Juli, tetapi untuk daerah yang berada di zona kuning, orange dan merah tetap melanjutkan belajar dari rumah.
Bagai makan buah simalakama. Rencana pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2020/2021 menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pihak yang kontra beralasan karena kurva pandemi Covid-19 belum melandai, dan sebagian wilayah berada dalam zona merah sehingga khawatir anak-anak akan terinfeksi virus Corona. Sementara pihak yang pro beralasan anak-anak sudah jenuh berada di rumah, pembelajaran dengan sistem daring juga kurang efektif karena banyak kendala, baik jaringan maupun kendala teknis yang lain. Sungguh bukan pilihan yang mudah? Lalu bagaimana kita harus menyikapinya?
Tidak bisa kita pungkiri pandemi Covid-19 berdampak pada psikologis anak. Selama pendemi mereka harus melakukan physical distancing, sementara anak-anak perlu berinteraksi dengan kawannya baik untuk bersosialisasi, bermain maupun belajar. Dengan adanya aturan Physical distancing dan penerapan daring intensitas interaksi mereka akan terbatas. Anak-anak perlu beradaptasi dengan pola baru tersebut.
Kondisi orang tua pun ternyata tidak jauh berbeda, mereka merasa kebingungan ketika mendampingi anak-anak belajar dengan sistem daring. Belajar dari rumah (daring) memang menjadi tugas tambahan bagi orang tua. Para orang tua terlanjur biasa menyerahkan pendidikan anaknya ke sekolah, maka ketika harus mendampingi anak belajar full mereka gagap dan tidak siap. Apalagi jika anaknya termasuk anak yang super santai, biasanya orang tua akan terpantik emosinya. Hal ini akan menyebabkan proses belajar dengan sistem daring menjadi kurang menyenangkan.
Sebetulnya kondisi tersebut bisa diatasi dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara orang tua dengan pihak sekolah, terutama wali kelas. Orang tua dan wali kelas bisa mendiskusikan kendala dan kesulitan yang dialami orang tua selama proses daring. Berbagi info tentang kebiasaan anak selama di sekolah dan di rumah, maupun berkoordinasi mengenai bentuk pemberian materi dan kendala dalam menyampaikan materi kepada anak. Hal ini akan memudahkan orang tua untuk mencari solusi dalam pendampingan belajar dengan sistem daring.
Orang tua juga harus memahami cara belajar anak, karena setiap anak memiliki pola belajar yang berbeda antara satu dengan yang lain. Tidak perlu memaksa dan memberi target yang terlalu tinggi supaya anak tidak tertekan.
Pandemi Covid-19 yang mengharuskan semua dikerjakan dari rumah, seharusnya menjadi momen yang tepat untuk mengembalikan peran orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam muslim yang artinya: “Tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.”
Jika mencerna lebih dalam kandungan hadis diatas maka tidak ada alasan bagi orang tua untuk merasa stress maupun tertekan ketika harus menemani anak-anaknya belajar. Karena seseungguhnya itu merupakan kewajiban yang tidak bisa digantikan. Keberadaan guru dari sekolah adalah sebagai pendamping untuk melengkapi proses pendidikan anak, bukan untuk mengambil alih kewajiban mendidik anak secara penuh. Semoga pandemi ini bisa menjadi momen untuk muhasabah dan mengembalikan peran orang tua sebagai pendidik pertama, menjadikan rumah sebagai sekolah utama bagi anak-anak kita.
Wallahu a’lam
Tags
Parenting