Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL
Pegiat Literasi
Banyak orang bilang cinta itu buta dan tuli, padahal realitanya jauh berbeda. Cinta itu tidak buta dan tuli karena cinta tidak punya mata dan telinga. Cinta itu fitrah, namun tidak berarti kita biarkan mengalir seperti air, tanpa ada batasan.
Dewasa ini banyak kita jumpai, para remaja bergaul bebas tanpa batas. Atas nama cinta semua dikorbankan. Pacaran menjadi trend, bahkan dianggap sebagai keharusan untuk penjajakan sebelum menuju gerbang pernikahan.
Pacaran berasal dari kata pacar, menurut KBBI artinya kekasih, teman lawan jenis dan memiliki hubungan berdasarkan cinta kasih. Dari definisi tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa pacaran adalah aktivitas yang dilakukan di luar lembaga pernikahan. Budaya pacaran jelas bukan berasal dari Islam. Sebagai seorang muslim tentunya kita harus selektif dan mencari hukumnya sebelum melakukan sesuatu amal. Jika kita amati lebih dalam banyak remaja muslim saat ini yang terjebak menjadi “bucin’’, meraka mengikuti trend pergaulan Barat.
Aktivitas pacaran sendiri banyak sekali mendatangkan mudharat, yang pertama adanya kontak fisik dan pandangan yang bisa menghantarkan pada jurang kehancuran. Sebagaimana Sabda Rasulullahsaw. “ pandagan itu anak panah beracun dari anak-anak panah iblis, siapa yang menghindarkannya karena takut kepada Allah, ia akan dikaruniai keimanan yang terasa manis di hatinya (HR. Hakim).
Kedua aktivitas pacaran termasuk perbuatan yang mendekati zina. Suatu perbuatan yang mengandung dosa besar. Namun dewasa ini banyak kalangan muslim yang terjebak mengikuti trend Barat, dengan dalih jika tidak pacaran dianggap tidak laku atau sulit menemukan jodoh, sungguh sangat miris. Padahal Islam sudah memiliki seperangkat aturan yang jelas untuk mengatur hubungan antar lawan jenis.
Islam tidak melarang untuk jatuh cinta, karena rasa cinta merupakan salah satu perwujudan dari gharizah nau’ (naluri melestarikan keturunan, namun dalam Islam ada rambu-rambu yang harus ditaati. Islam tidak mengenal konsep pacaran, untuk mengenal calon pasangan dilakukan dengan jalan taaruf. Proses ini bisa dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga, baik wali atau pihak yang mewakili untuk menjembatani prosesnya.
Dalam taaruf atau proses perkenalan pun ada rambu-rambu yang harus ditaati, pertama tidak mengumbar pandangan. Islam mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan agar terhindar dari fitnah.
Kedua tidak berkhalwat (berdua-duaan), Rasulullah saw. bersabda” Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi muhrimnya, sebab bila demikian setanlah yang menjadi pihak ktiganya’(HR. Ahmad).
Ketiga, tidak membuka aurat. Proses taaruf tidak selalu berakhir dipelaminan. tidak halal bagi wanita yang sedang pross taaruf untuk membuka aurat dihadapan calonnya, karena sejatinya belum ada ikatan halal di antara mereka.
Keempat, tidak boleh saling mendahului. Dalam Islam haram hukumnya meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain. Sehingga sebelum memutuskan untuk menjalani proses taaruf harus dipastikan, bahwa akhwat yang bersangkutan tidak sedang dalam pinangan orang lain.
Aturan Allah ibarat pagar yang melindungi kita dari jurang kehinaan, maka sudah selayaknya kita taat kepada aturannya, bukan justru berkiblat pada budaya asing yang nyata tidak sesuai dengan fitrah manusia, dan mengantarkan ke lembah kenistaan.
Pacaran adalah produk hukum kaum sekuler yang menekankan pada kenikmatan semu duniawi. Melihat realita tersebut sudah selayaknya kita jauhi budaya pacaran, jika sudah siap menikah maka memilih proses taaruf sebagai wasilahnya.
Wallahu a’lam
Tags
Remaja