Oleh : Halimah Tsa’diyah
Di awal tahun 2020 manusia di sibukkan dengan wabah virus corona alias covid 19 di seluruh dunia dan tak ketinggalan pula Indonesia yang notabene memiliki wilayah yang subur di tumbuhi tanaman obat dan herbal terkena virus juga. Sehingga semua kalagan sibuk melakukan berbagai cara untuk menghilangkan atau memutus mata rantai penyebaran virus ini agar tidak menyebar kemana mana mulai dari social distanching, physical distanching, stay at home, hingga PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar tetapi tidak lockdown itu dilakukan. Hanya saja penanganan seperti ini belumlah maksimal. Bahkan ketika di telusuri data kasus covid 19 ini justru belum ada kata untuk berhenti tetapi kian hari kian meningkat korban. Peningkatan jumlah kasus yang signifikan akhir-akhir ini tentunya membuat publik merasa terancam. Perasaan tidak aman yang dirasakan di masyarakat bukan tidak mungkin dapat mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi di Indonesia.
Hal tersebut bukan hanya mempengaruhi perpolitikan akan tetapi ke ranah ekonomi dan tentu berimbas kepada rakyat miskin, kemudian muncul pertanyaan siapakah yang akan bertanggung jawab terhadap persoalan ini? Jawabannya adalah rakyat sendiri. Buktinya apa jika rakyat yang harus menyelesaikan urusannya sendiri termasuk dalam menyelesaikan wabah covid 19 dan dampaknya terhadap perekonomian, sebagian rakyat yang memiliki kelebihan rezeq untuk menyumbangkan atau memberi kepada rakyat yang sudah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya, kelaparan dimanan mana, tinggal di emperan karena tidak mampu lagi membayar kontrakan akibat banyaknya perusahaan yang meerumahkan karyawannya. Penguasa posisinya dimana? Penguasa menyiapkan jaminan kesehatan atau alat kesehatan demi menunjang agar penyebaran covid 19 tidak maksimal, mulai APD bagi tenaga medis, masker hingga sanitizer. Penguasa malah sibuk berhitung untung dan ruginya jika melakukan pengurusan terhadap rakyat untuk menangani wabah ini kedepan dengan cara lockdown.
Yang lebih menyakitkan adalah di tengah pandemi ini penguasa malah sibuk mempersiapkan proyek proyek yang tidak ada faedahnya buat rakyat bahkan proyek itu dengan menggolontorkan dana yang sangat fantastis tetapi kerjanya asal jalan dan terkesan proyek tersebut adalah ajang bagi bagi kue kekuasaan, sehingga bisa di simpulkan bahwa politik di negeri ini telah di kuasai para oligarki yang memiliki hubungan baik dengan penguasa. Apa itu oligarki? Oligarki secara istilah adalah di perintah atau di atur oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok mereka atau untuk mereka sendiri, dan praktek seperti ini sudah berlangsung cukup lama. Diantaranya adalah setiap kebijakan atau perundang undangan yang dikeluarkan selalu mengakomodir kepentingan sekolompok oarng, misalnya kebijakan yang baru saja di rilis beberapa bulan lalu terkait dengan omnibuslow terlihat sangant jelas kepada siapa keperpihakannya kebijakan tersebut. Dan masih banyak lagi kebijakan atau perundang undangan yang selalu berpihak kepada para oligarki.
Alih alih yang menjadi korban adalah rakyat di semua lini kehidupan, rakyat tidak pernah merasakan kesejatraan padahal mereka hidup di negeri yang sangat kaya akan sumberdaya alam tetapi sumberdaya alam ini telah di kuasai oleh asing, layanan publik (kesehatan, listrik, air dan lain lain)di kapitalisasi, rakyat mau tidak mau harus rela menerima ketika dipalak dengan alasan pajak, dana hingga uang Negara diambil dengan cara berbeda alias dikorupsi. Lalu kapan rakyat akan merasakan kesejatraan?
Kesejatraan hanya bisa dirasakan oleh seluruh warga Negara jika system ini di ganti dengan system islam yang telah terbukti berabad abad lamanya berhasil memberikan kesejatraan kepada seluruh warganya, karena system islam diturunkan untuk membawa kemaslahatan bagi seluruh alam. Dan kepemimpinannya adalah sebuah amanah yang berat dan besar di hadapan Allah di akhirat kelak.