New Normal Life Digaungkan, Dimana Peran Kaum Muslim?




oleh:Ummu Fatih
Pemerhati Sosial


Di tengah gaduhnya umat Muslim Indonesia dalam perbincangan panjang tentang bagaimana kebijakan Sholat Ied dan mudik di saat pandemi, sebagai moment tahunan di Hari Lebaran kala itu, muncul sebuah wacana global sebagai upaya kelanjutan dalam menghadapi Covid-19 , New Normal Life.


WHO secara resmi memberikan Exit Solution dalam menghadapi amukan virus Covid-19 ini dengan menggaungkan New Normal Life. “Negara Negara yang sekarang bersiap untuk transisi menuju New Normal, melanjutkan pendekatan seluruh pemerintah dan masyarakat sangat penting,”kata Dr Khetaprhal Singh dalam rilisnya di situs resmi WHO (kompas.com,29/5/2020).


Ketua Pakar Gugus Tugas percepatan penanganan Covid,  Wiku Adisasmita menjelaskan bahwa , New Normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan menerapkan protokol kesehatan guna menghindari penyebaran Covid dengan prinsip utama menyesuaikan dengan pola hidup.


Kehidupan New Normal merupakan bagian dari Exit Strategi oleh setiap Negara dalam menghadapi Pandemi Virus Corona ,termasuk negeri ini yang juga mengadopsi kebijakan badan kesehatan dunia tersebut.


Sungguh miris! tatkala kita menengok ke belakang bagaimana rekam jejak masyarakat dan tenaga kesehatan berjibaku dalam situasi sulit menghadapi pandemi,  kini negeri ini bahkan Badan Kesehatan Dunia menyerukan untuk New Normal yang seolah menjadi pengakuan jika hari ini para pemegang aturan telah di titik akhir upaya penanganan.


Bagaimana tidak, berkaca dari bagaimana penjelasan tentang definisi New Normal tersebut diatas , menggambarkan bahwa dunia telah mempersilahkan agar manusia kembali beraktivitas seperti sedia kala meski dengan segala rentetan Protokol kesehatan dan Standartisasi wilayah untuk berhak ke tahap New Normal.


Ya, memang Covid-19 ini begitu memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia di negeri ini dan dunia. Penularannya yang begitu cepat, sukses menjadikan  dunia kalang kabut dalam mengatasi dan menghadapi besarnya penderita dan korban meninggal.


Italia dan AS sebagai Negara “maju” menjadi saksi betapa beratnya mengatasi wabah ini. Dengan penyebarannya yang begitu cepat, menjadikan negeri negeri maju tersebut memberlakukan Lockdown. Hal ini tentu memberikan dampak yang begitu besar di sektor hulu hingga hilir perekonomian.


Di Indonesia sendiri sebagai pemegang bidang keuangan,  Sri Mulyani menyatakan bahwa , “Nilai kerugian ekonomi dunia yang terjadi akibat Covid-19 akan mencapai US$ 9 triliun pada 2020 hingga 2021”.Tak hanya itu beliau juga menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia di bulan Maret terjadi kepanikan pasar akibat penjalaran Pandemi Covid-19 yang cukup cepat . Bursa saham terkoreksi dalam karena Capital Outflow terjadi dan menimbulkan kepanikan.


Tak ayal dampak buruk ekonomi yang sudah di depan mata menjadikan pemegang kekuasaan negeri ini menempuh langkah-langkah penanganan yang cenderung lebih memprioritaskan keselamatan ekonomi dibandingkan dengan jiwa rakyat yang hidup dalam naungan kepemimpinannya.


Tentu masih lekat di ingatan bagaimana kebijakan-kebijakan yang diambil negeri ini cukup frontal dan menantang , dengan tidak diterapkannya Lockdown ataupun Karantina Wilayah, padahal Lockdown telah lantang disuarakan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sebagai pihak ahli di bidang kesehatan yang menilai bahwa Lockdown merupakan langkah efektif untuk menekan penyebaran Covid-19.


Namun rupanya PSBB menjadi “Jalan Tengah” agar negara seolah tak kehilangan wibawa, karena dengan PSBB lah Negara tak perlu menjalankan kewajiban pemenuhan kebutuhan pangan dan asas rakyat sebagai konsekuensi diterapkannya Lockdown.  sesuai yang tertuang di dalam pasal 8 UU 6/2018, dengan demikian pemerintah seolah berspekulasi mampu menekan biaya anggaran dalam penanganan Covid.


New normal tidak lain adalah bagaimana masyarakat “dipaksa” untuk kembali menerjang demi kebutuhan hidup dan harus siap beraktivitas di tengah wabah virus covid yang belum benar-benar lenyap.


Sangat disayangkan bagi umat Muslim jika dalam situasi virus global ini, tidak berperan sebagai Problem Solver namun justru hanya berkutat pada pembahasan  fiqh dalam koridor teknis ibadah ritual di tengah pandemi, atau bahkan umat Muslim justru terjebak dalam pembahasan teori konspirasi di balik Virus Covid-19 ini.


Sungguh!  umat Muslim adalah umat yang besar,umat yang dalam sejarah telah menunjukkan betapa kebesarannya meski hampir 15 abad sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah,namun tak menunjukkan kemerosotan kuantitas pemeluknya. Maka selama itu pula sejatinya umat Muslim telah sukses melewati berbagai kondisi sulit, kelaparan,perang salib termasuk dalam wabah.


Kunci dari kesuksesannya adalah tidak lain karena berpegang teguhnya umat Muslim terhadap Al Quran dan As Sunnah sebagai rujukan atas setiap permasalahan.Tercatat dalam sejarah bagaimana umat Muslim yang kala itu memegang peran kepemimpinan berhasil mengatasi wabah Covid-19 seperti hari ini dengan cara:

1. Menjadikan Ridlo Allah dalam asas kepemimpinan.

Dengan kepemimpinan yang berasaskan Islam dan demi meraih Ridlo Allah, seorang pemimpin akan menempuh upaya-upaya penanganan yang didasari oleh pertanggungjawaban kepada Allah atas kepemimpinannya. Sehingga pemimpin ini, tentu akan memperhatikan betul setiap nyawa yang menjadi amanah dalam kepemimpinannya. Maka ketika suatu wilayah terjangkit wabah penyakit, negara akan merujuk pada pendapat para Ahli,yang dalam hal ini kepada ahli kesehatan atau Sains nah jika para Ahli meyerukan Lockdown,maka negara akan memberlakukan Lockdown tanpa memperhatikan kerugian materi yang ditimbulkan.


2. Menjadikan Syariat Islam sebagai sendi sendi dalam kepemimpinan

Apabila sebuah wilayah diterapkan Lockdown, maka otomatis negara akan menjadi penanggungjawab pemenuhan kebutuhan asasiyah atas rakyat di wilayah tersebut. Negara akan memenuhi kebutuhan daerah terdampak Lockdown dari daerah lain yang masih produktif atau harta negara (Baitul Mal). 

Di sisi lain negara akan terus berupaya memberikan perhatian penuh termasuk dari sisi pembiayaan dalam hal pengobatan serta pendukung teknologi sebagai strategi pengobatan atau vaksinasi.

Hal ini sungguh jauh dari ekonomi hari ini yang berasas ribawi dan non real atau bursa saham,yang begitu kepayahan dalam memberikan jaminan kebutuhan rakyat apalagi dalam kondisi wabah.

Sudah saat nya umat ini mengambil peran kepemimpinan,dimana kepemimpinan hari ini telah menunjukkan bukti yang sangat sempurna atas kegagalan dan tidak menjadikan nyawa manusia sebagai urgenitas kepemimpinannya.


Allah berfirman di dalam surat An-Nur: 55 yang artinya," Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, Maka mereka itulah orang-orang yang fasik". Wallahu 'Alam bish Asshowab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak