Oleh : Ida Farida, S.Pi*
Direktur Eksekutif WHO, Dr. Mike Ryan menyatakan bahwa dunia pada saat ini masih dalam masih berada di tengah-tengah wabah virus Corona. Kita masih berada sangat dalam pada fase di mana penyakit ini sebenarnya sedang dalam fase berkembang," kata Ryan, merujuk kondisi di Amerika Selatan, Asia Selatan dan bagian lain dunia seperti dikutip dari AP, Rabu (27/5/2020).Peringatan ini tentunya mengurangi harapan pemulihan ekonomi global secara cepat.
Namun, peringatan ini tidak menyurutkan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan new Normal diawal bulan Juni ini. Pemerintah yakin dengan tatanan kehidupan normal baru dan bergulirnya kegiatan ekonomi, , bisa menyelamatkan ekonomi RI dari resesi dan ancaman PHK.
Menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra, Indonesia belum mempunyai kesiapan untuk memberlakukan new normal. Beliau melihat Indonesia belum memenuhi syarat. Syarat yang harus dipenuhi yaitu pertama, harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB . Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal.
Banyak pakar lainnya yang mengritik kebijakan yang terlalu dini ini, namun pemerintah tidak bergeming. Kebijakan yang dipaksakan ini tentu membahayakan nyawa masyarakat. Memang benar roda ekonomi harus berputar kembali. Namun bila tidak diperhatikan dari sisi waktu penerapan new normal ini, sama saja menjadikan rakyat sebagai tumbal bagi perekonomian.
New normal untuk kepentingan pengusaha
Bersegera dengan new normal merupakan jalan tengah pemerintah agar dapat ekonomi berjalan beriringan dengan pengendalian wabah. Pemerintah tidak mengikuti prosedur yang direkomendasikan WHO. Yaitu mengendalikan wabah dengan melakukan penanganan kesehatan publik hingga kasus infeksi terkendali baru kemudian pemulihan ekonomi.
New normal akan dilaksanakan secara bertahap memang dengan protokol kesehatan yang harus diterapkan. Namun harus difahami bahwa protokol kesehatan tersebut hanyalah upaya agar terhindar dari paparan virus Corona. Pengendalian yang sesungguhnya adalah dengan memperbanyak test, tracing dan melaksanakan isolasi.
Sayangnya pemerintah belum menunjukkan kesungguhan dalam hal-hal tersebut. Terbukti jumlah test di Indonesia masih di bawah 1000. Menurut Direktur Amrta Institute Nila Ardhianie, Indonesia baru melakukan kurang 0,1 persen tes dari jumalah populasi penduduk. Ini menunjukan angka tes yang sangat kecil di bandingkan dengan populasi penduduknya.
Padahal test sangat diperlukan untuk memisahkan antara yang sehat dengan yang sakit. Sehingga wabah bisa terkendali. Karenanya pemberlakuan new normal Juni mendatang bukanlah untuk kepentingan rakyat namun kepentingan pengusaha. Sebagaimana pemerintah menodai PSBB dengan memberlakukan kembali seluruh moda transportasi beberapa waktu yang lalu.
Negara abaikan rakyat karena kapitalisme demokrasi
Kepentingan ekonomi diatas nyawa rakyat sungguh kezaliman luar biasa. Seharusnya rakyat mendapatkan perlindungan dari negaranya. Sungguh tidak mungkin negara mampu sepenuh hati melindungi rakyat, sementara kekuasaan yang ada merupakan alat untuk melindungi kepentingan satu golongan saja yaitu pengusaha.
Karena merekalah yang telah berjasa menjadikan penguasa dinegeri ini menang dalam kontestasi pemilu. Kapitalisme dengan asas manfaatnya, menjadikan eksploitasi negara atas warganya sebagai kewajaran. Demi pertumbuhan ekonomi yang harus diraih semua cara dihalalkan termasuk mengorbankan nyawa.
Rakyat hanya mendapatkan secuil dari keuntungan ekonomi. Bahkan negara menolak lockdown karena enggan memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya selama lockdown. Sungguh wabah virus Corona telah membuka kedok buruknya kapitalisme. Saatnya mengganti siDirektur Amrta Institute Nila Ardhianieem yang rusak ini dengan sistem Islam yaitu Khilafah.
Khilafah solusi yang benar
Berbeda penanganannya dalam sistem khilafah. Islam menjadikan rakyat adalah unsur utama yang harus diselamatkan. Rakyat ibarat gembalaan yang perlu dijaga dan dirawat. Sehingga saat terjadi wabah seperti ini, Islam pun menjadikan rakyat sebagai acuan utama.
Dalam sebuah hadits perintah untuk menjaga nyawa merupakan dasar penerapan hukum perlindungan atas nyawa rakyat negara.
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Islam mempertegas hal tersebut dalam kaitannya tugas seorang pemimpin yaitu kholifah dalam mengurus rakyatnya dalam hadist riwayat Bukhari : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”
(HR al-Bukhari).
Ketundukan kepada hukum Alloh merupakan kunci utama keberhasilan pelaksanaan pemerintahan. Segala masalah yang muncul akan dikembalikan pada ketentuan hukum syara. Termasuk penuntasan wabah penyakit. Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H, melakukan lockdown kota Amwas Palestina.
Kebijakan ini merujuk kepada hadist nabi Abdurrahman bin Auf bertutur: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِه بِأرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, janganlah kalian keluar darinya (Muttafaq ‘alayh).
Seruan hukum syara juga telah menjadikan negara bersungguh sungguh mencari solusi dalam pengendalian wabah. Islam telah mengajarkan untuk berikhtiar sekuat tenaga. Negara dengan kekuatan kebijakannya akan mampu mengambil teknologi mutakhir pengendalian wabah berbasis sains.
Sejarah mencatat, rekomendasi saintis pada saat wabah Black Plague Abad 14 membantu populasi di Granada untuk bisa kembali bangkit dari wabah tersebut. Juga ketika wabah smallpox yang melanda Khilafah Uthmani pada Abad 19 membangkitkan kesadaran di kalangan penguasa tentang pentingnya vaksinasi smallpox (cacar).
Sultan memerintahkan pada tahun 1846 penyediaan fasilitas kesehatan untuk vaksinasi terhadap seluruh anak-anak warga Muslim dan non-Muslim. Namun, wabah smallpox kembali terjadi pada tahun 1850 akibat banyaknya orangtua yang tidak menginokulasi anak-anak mereka.
Sultan menyatakan bahwa tindakan para orangtua yang lalai mengantar anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi telah melanggar syariah dan hak anak. Padahal Sultan telah menyiapkan banyak sekali faskes serta dokter dan profesional kesehatan lainnya (Demirci T, 2008).
Catatan sejarah ini menunjukkan bahwa Negara berperan penting untuk melindungi kesehatan warganya dari penyakit, tanpa memandang status sosial dan keyakinannya. Sungguh sistem khilafah akan melindungi masyarakatnya dari marabahaya. Karenanya bagi kaum muslimin seharusnya new normal bukan sekedar hidup dengan protokol kesehatan saja, namun hidup dengan solusi dari hukum syara.
Kesadaran akan hal ini tidak sekedar akan memberikan solusi bagi masalah yang kita hadapi namun juga akan menjadikan kaum muslimin menjadi kaum yang bangkit dan terdepan memberikan Rahmat bagi seluruh alam.
* ( pembina MT. Mar'atus Sholihah)
Tags
Opini