Oleh: Imas Sunengsih, SE
Rakyat Indonesia yang sadar akan bahaya wabah ini, mereka patuh dengan protokol kesehatan dan memilih di rumah aja, keluar rumah jika ada keperluan mendesak saja. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa wabah ini belum akan berakhir, bahkan diperkirakan baru akan menuju puncaknya.
Namun kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah saat ini tengah bersiap untuk menghadapi kenormalan baru atau new normal di antaranya dengan mengerahkan aparat TNI dan Polri. Pemerintah mengerahkan aparat TNI dan Polri di 1.800 titik pada empat provinsi dan 25 kabupaten/kota, seperti Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Gorontalo, Surabaya, dan Malang. Khusus Jawa Timur, menurut Gubernur Khofifah Indar Parawansa dalam kesempatan terpisah menyatakan bahwa Jawa Timur belum siap untuk “new normal life” (detik.com, 26/05/2020).
Tentu kebijakan ini menjadi sebuah kekhawatiran para ahli dan pakar kesehatan.
Sebelum “new normal life”, pemerintah telah lebih dahulu merilis istilah “berdamai dengan Corona”. Menurut update yang dikutip dari Kompas.com (26/05/2020), “new normal” adalah nama lain dari “hidup berdamai dengan Covid-19”.
Sebelum “new normal life”, pemerintah telah lebih dahulu merilis istilah “berdamai dengan Corona”. Menurut update yang dikutip dari Kompas.com (26/05/2020), “new normal” adalah nama lain dari “hidup berdamai dengan Covid-19”.
“New normal” kembali digaungkan di tengah pandemi virus Corona yang kian meluas dan menginfeksi jutaan orang di dunia, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengajak masyarakat untuk dapat hidup berdamai dengan Covid-19.
Di antara rencana mekanisme pelaksanaan “new normal life” adalah menerjunkan TNI dan Polri akan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di lapangan, seperti penggunaan masker hingga menghindari kerumunan guna memastikan kegiatan masyarakat tetap aman dari virus Corona.
Di antara rencana mekanisme pelaksanaan “new normal life” adalah menerjunkan TNI dan Polri akan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di lapangan, seperti penggunaan masker hingga menghindari kerumunan guna memastikan kegiatan masyarakat tetap aman dari virus Corona.
Terkait hal ini, Jokowi menyatakan bahwa pemerintah ingin masyarakat tetap bisa produktif meski ada pandemi, dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Dalam keterangannya pula, Jokowi sempat memuji kota Bekasi yang telah menekan penularan virus Corona, yang ditunjukkan oleh kurva R0 di bawah angka 1. Jokowi berharap konsep new normal tetap memperhatikan angka penularan virus Corona.
Kebijakan“new normal” sepintas nampak memberikan secercah harapan. Akan tetapi angka positif Covid-19 di Indonesia masih membumbung tinggi. Angka penambahan pasien positif saja masih pada kisaran ratusan setiap harinya bahkan tembus ribuan. Karenanya, tentu cita-cita "New normal" sebaiknya tidak diberlakukan dulu hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
Namun jika rezim tetap memaksa pemberlakuan "New Normal", tanpa mempunyai peta jalan (roadmap) yang jelas serta potensi miskoordinasi birokrasi di sana sini, maka wacana ini hanya sekadar membebek pada tren global.
Seolah-olah negara ini sudah siap menghadapi tantangan berikutnya, termasuk peluang gelombang kedua Corona, padahal di awal saja pemerintah selaku pejabat tidak menggunakan pengamanan berlapis. Hal yang paling dirasakan yakni rakyat dan para tenaga kesehatan (nakes) adalah yang pihak berjibaku langsung dengan penyebaran Covid-19. Dengan demikian, wacana dan tindakan “new normal” semacam inilah yang justru abnormal. Solusi yang di tawarkan ini berasal dari sistem Kapitalisme
Islam Solusi Kehidupan
Dalam Islam menjaga nyawa itu begitu sangat berharga, tidak menunggu sampai ada korban yang meninggal baru beraksi. Sebagimana, Firman Allah Swt :
مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“… Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-Maidah [5] : 32).
Juga sabda Rasulullah ﷺ berikut ini:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Khilafah menangani pandemi berdasarkan ajaran Nabi ﷺ. Khilafah menerapkan karantina wilayah (lockdown) bagi kawasan zona merah. Melakukan proses isolasi serta pengobatan dan perawatan terbaik bagi yang sakit, sampai mereka sembuh. Serta menjamin warga yang sehat agar tetap sehat dan jangan sampai tertular wabah. bagaimanapun caranya, aturan Islam melalui sistem khilafah akan berupaya sekuat mungkin agar angka korban tak bertambah. Karena dalam sistem khilafah, satu saja sumber daya manusia yang menjadi warganya, adalah aset yang harus dipertanggungjawabkan pengurusannya oleh penguasa di hadapan Allah Swt di akhirat kelak.
Ini pula yang seyogianya menjadi pelajaran penting agar negeri ini tak melulu membebek pada Barat. Allah Swt melarang memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman dalam firman-Nya:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS Al-Nisâ’ [4]: 141).
Ayat yang agung ini ialah dalil larangan memberikan jalan apa pun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman secara mutlak, apa pun bentuk jalan yang menyampaikan pada penguasaan tersebut. Termasuk membebeknya negeri muslim seperti Indonesia terhadap dunia Barat dalam hal politik penanganan pandemi.
Sosok-sosok pemimpin yang tangguh akan terlahir dari sistem Islam, seperti khalifah Umar bin Khaththab ra akan mudah sekali ditemukan. Tak perlu sesumbar ingin seperti khalifah ini atau khalifah itu, agar program penanganan pandeminya bisa diakui publik yang ia pimpin.
Hidup hanya dengan naungan khilafah sajalah akan berbuah kehidupan yang normal yang sesuai fitrah penciptaan manusia. Oleh karena itu marilah kita berjuang untuk mewujudkannya kehidupan New Normal dalam konteks Islam bukan New Normal pembebek Barat.
Wallahu a'lam bishshawab
Wallahu a'lam bishshawab
Tags
Opini