Oleh: Neng Ipeh*
Dua bulan setelah kasus pertama positif corona ditemukan di Indonesia, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat Indonesia untuk bisa berdamai dan hidup berdampingan dengan virus corona. Frase berdamai yang digunakan Jokowi, menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, memiliki makna penyesuaian baru dalam tatanan kehidupan. Pola kehidupan baru ini kemudian banyak yang menyebutnya sebagai new normal.
Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona 2019 (Covid-19) Wiku Adisasmita, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, tapi ditambah dengan penerapan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Prinsip new normal adalah bisa menyesuaikan dengan pola hidup. "Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai ditemukannya vaksin untuk Covid-19 ini,” kata Wiku. (indonesia.go.id/09/06/2020)
Keberhasilan penerapan new normal ini tentunya akan bergantung pada kedisplinan warga dalam menjalankan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Cirebon akan mengikuti petunjuk pemerintah pusat terkait pelaksanaan new normal dimana dalam menjalankan new normal, Kota Cirebon juga akan melibatkan unsur TNI dan Polri. Ini dikarenakan masyarakat biasanya akan memandang dan mau mengikuti jika yang turun langsung itu TNI dan Polri. Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Cirebon, Drs. H. Nashrudin Azis, SH., usai meninjau pelaksanaan rapid tes massal di aula BKKBN di Jalan Sudarsono, Kota Cirebon, Kamis, 28 Mei 2020. “Pemda Kota Cirebon sudah mempersiapkan new normal,” ungkap Azis. (www.cirebonkota.go.id/09/06/2020)
Menanggapi itu, pengamat militer dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, pemerintah telah menggunakan cara intimidasi dalam meningkatkan kedisiplinan masyarakat dimana hal tersebut justru menunjukkan kurangnya itikad membangun kepatuhan melalui komunikasi berbasis komunitas yang lebih persuasif dan bahkan kecenderungan pemerintah untuk makin berjarak dengan warganya. "Masalahnya, alas hukum apa yang digunakan tentara untuk melakukan tindakan-tindakan seperti itu? Saya kira tak ada alas hukum yang masuk akal bagi tindakan represif untuk membangun kepatuhan itu. Harus diingat, masyarakat kita bahkan belum terbebas dari trauma masa lalu dengan rezim Orde Baru yang kekuasaannya dibangun di atas ketakutan." ujarnya. (www.suara.com/09/06/2020)
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono pun mengatakan, alih-alih mengerahkan ratusan ribu TNI dan Polri untuk "mendisiplinkan" warga agar mematuhi protokol kesehatan, semestinya pemerintah lebih mengutamakan komunikasi yang publik yang baik. "Masalahnya bukan hanya masalah disiplin, masalahnya komunikasinya belum jalan. Komunikasinya ke publik selama ini belum dijalankan dengan baik. Itu dulu yang harus dijalankan," ujar Pandu. (www.bbc.com/09/06/2020)
Sepintas, memang wacana “new normal” ini nampak memberikan secercah harapan. Sayangnya untuk saat ini, angka positif Covid-19 di Indonesia masih membumbung tinggi. Angka penambahan pasien positif saja masih pada kisaran ratusan, hingga adakalanya beberapa kali hampir menyentuh angka 1.000. Padahal peluang gelombang kedua corona juga demikian besar jika pemerintah tidak berhati-hati hingga salah mengambil keputusan.
Tentunya wabah ini tidaklah akan terlalu besar jumlah korban yang berjatuhan jika penanganan wabah dilakukan menurut Islam. Hal ini dikarenakan dalam Islam, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“… Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-Maidah [5] : 32).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Dalam Islam, menjaga satu nyawa itu begitu berharga. Jangan menunda atau bahkan menunggu hingga angka sekian dan sekian. Penerapan sistem kesehatan Islam yang dilakukan oleh daulah Khilafah dalam menangani pandemi akan selalu berdasarkan pada hukum syara sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Khilafah akan menerapkan karantina wilayah (lockdown) bagi kawasan zona merah. Melakukan proses isolasi serta pengobatan dan perawatan terbaik bagi yang sakit, sampai mereka sembuh. Serta menjamin warga yang sehat agar tetap sehat dan jangan sampai tertular wabah. Maka cukuplah sampai di sini kita berharap bahwa dalam penerapan sistem Kapitalis-sekuler wabah yang menelan banyak korban jiwa ini akan segera tertangani dengan baik dan bukan karena alasan ekonomi semata diberlakukan new normal.
* (Aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini