Naik, Naik, ke Puncak Utang, Tinggi, Tinggi Sekali




Oleh Rifdatun Aliyah


Kemerosotan ekonomi yang melanda negeri ini nampaknya kian parah. Hal ini bukan hanya karena pandemi masih terjadi. Namun juga karena didukung dengan kondisi utang Indonesia yang kian memburuk saat belakangan pemerintah melebarkan lagi defisit APBN 2020 menjadi 6,27 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau mencapai Rp 1.000 triliun lebih. Imbasnya porsi utang diperkirakan semakin memburuk menjadi 40 persen dari PDB (muslimahnewsid/17/06/2020).

Bahkan, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan rasio utang pemerintah akan mengalami kenaikan kembali pada tahun 2021. "Rasio utang akan naik di sekitar 33,8 hingga 35,88 persen terhadap Produk Domestik Bruto," ujar Febrio dalam konferensi video, Rabu, 17 Juni 2020 (bisnis.tempo.co/17/06/2020). Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan rasio utang itu sejalan dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperkirakan masih tinggi pada tahun depan. Anggaran tersebut diperlukan lantaran besarnya pemulihan ekonomi pada tahun ini dan tahun depan.

Sebelum masa pandemi terjadi, pemerintah sudah menaikkan Utang Luar Negeri (ULN) dengan dalih untuk membantu perekonomian rakyat. Namun, rakyat tetap saja kesulitan dalam memenuhi kebutuhan lantaran harga kebutuhan pokok yang terus melambung. Terlebih lagi disaat masa pandemi. Disaat negara mengalami defisit dengan menambah utang, rakyat justru semakin terpuruk dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana. Belum lagi tambahan anggaran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang kini harus dibayar para pekerja disamping anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan Jaminan Hari Tua (JHT). Kalaupun pemerintah memberikan bantuan kepada rakyat, hanya sedikit rakyat yang mendapatkannya. Sehingga utang yang dilakukan negara bisa dikatakan jauh untuk kesejahteraan rakyat. Lalu, untuk siapa utang itu dilakukan?

Faktanya, pemerintah justru tak segan untuk mengucurkan dana demi kepentingan kelompok pemilik modal. Pemerintah menghamburkan uang dengan beberapa program yang diluncurkan. Diantaranya adalah program pemberian insentif sebesar Rp 149,29 triliun untuk BUMN, yang diberikan dalam bentuk subsidi, kompensasi dan penyertaan modal. Sebelumnya, ada pula program pemberian subsidi pajak bagi beberapa sektor usaha, serta program penurunan tarif listrik untuk industri yang terdampak pandemi corona (muslimahnewsid/17/06/2020).

Inilah sesungguhnya wajah sistem ekonomi kapitalis liberal. Sebuah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan bagi para pemilik modal dalam menjalankan perekonomian demi mendapatkan keuntungan. Pemimpin dalam sistem sekulerisme semacam ini tidak akan pernah berpihak kepada rakyat. Mereka justru akan memihak kepada para kapital sesuai dengan arahan para penjajah. Hal ini jauh berbeda dengan pandangan pemimpin didalam Islam. Pemimpin adalah orang yang bertanggungjawab tidak hanya di dunia namun juga di akhirat.

Pemimpin negara dalam Islam juga harus mengantarkan rakyat agar mendapatkan keberkahan hidup dari Allah SWT. Tentu saja keberkahan ini akan dapat dicapai dengan penerapan hukum-hukum Islam secara menyeluruh. Adalah Khilafah Islamiyah yang dijalankan sejak kepemimpinan Khulafaur Rasyidin hingga keKhilafahan Utsmani di Turki menjadi bukti sejarah dalam penerapan syariat Islam. Khilafah akan menghapus semua praktik ribawi dan mengembalikan kekayaan alam negeri kepada rakyat. Khilafah akan mengelola segala sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Khilafah juga merupakan negara mandiri yang jauh dari tekanan dan pengaruh para penjajah dan para kapitalis. Sudah saatnya negeri ini menerapkan syariat Islam secara total. Adanya banyak kesultanan Islam dimasa lampau merupakan bukti atas penerimaan syariat Islam ditengah-tengah masyarakat. Meraih keberkahan dan ridho Allah SWT sembari mempersiapkan kembali pulang ke rahmatNya dengan mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak