Oleh: Salwa Shamilah
Hari raya Idul Fitri (lebaran) identik dengan mudik atau pulang ke kampung halaman menemui keluarga. Namun lebaran kali ini jelas sangat berbeda dengan sebelum-sebelumnya.
Bukan hanya karena adanya wabah Covid-19, tetapi juga kebijakan pemerintah yang makin membingungkan soal mudik.
Sebelum wabah Covid-19 merebak kata mudik bagi siapapun akan menimbulkan persepsi yang sama. Namun kini semua berubah. Kata mudik telah bertransformasi menjadi berbagai bentuk.
Mudik sudah beranak pinak menjadi berbagai produk turunan yang tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebelumnya.
Mengacu pada versi RI-1, pulang kampung berbeda dengan mudik. Mudik tujuannya adalah untuk rekreasional sementara pulang kampung lebih merujuk pada kepulangan para perantau ke kampung masing-masing dalam rangka untuk survive.
Istilah mudik yang makin rumit ini sejujurnya sangat meresahkan. Tidak ada patokan yang jelas untuk masyarakat bisa mengambil tindakan, semuanya menjadi ambigu. Sejujurnya ini sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak?
Banyak warganet lalu melakukan pengecekan perbedaan mudik dan pulang kampung melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia. Masih melansir dari kamus yang sama, mudik adalah kata percakapan untuk pulang ke kampung halaman. Lalu, arti pulang kampung adalah kembali ke kampung halaman dengan mudik.
Kemudian muncul lagi istilah baru yaitu mudik virtual. Nah yang ini bisa dipastikan tidak ada mobilitas orang seperti mudik biasa dan pulang kampung. Temu kangen momen lebaran hanya terjadi melalui gadget.
Dalam istilah seperti ini saja pemerintah kebingungan dalam menanggapinya, sangat jelas kemerautan pemerintah dalam mengatasi problem ini.
Padahal momen-momen seperti ini butuh yang namanya aturan yang jelas, tegas dan terukur. Bukan sesuatu yang malah menimbulkan kebingungan publik seperti ini.[]
*) Seorang Mahasiswi