Misteri Amal Unggulan



Oleh : Sri Rahmawati


Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, ketika saya masih bekerja di sebuah perusahaan di Bandung dan ditugaskan untuk melakukan perjalanan dinas selama beberapa minggu di tanah Papua. Ada sesuatu yang unik saat persiapan menjelang keberangkatan ke sana. Tugas saya ke Papua adalah menjadi EO kegiatan training di bidang ketenagalistrikan di sebuah Perusahaan Listrik Negara.  Uniknya adalah saat saya menyiapkan honor bagi para trainer di sana, ada seorang trainer yang dibayar sangat besar berbeda jauh dengan trainer yang lain. Pada saat itu standar honor bagi trainer berada di kisaran Rp. 250.000 hingga Rp. 750.000 per pertemuan. Berbeda dengan trainer yang satu ini, dia berasal dari Jawa Barat, dan dibayar perusahaan sebesar Rp. 7.000.000 per pertemuan. Saya tidak berani protes atau mempertanyakan hal ini, karena sudah diputuskan oleh direksi, namun saya akan cari tahu jawabannya.


Saya tiba lebih awal di tanah Papua, diikuti para trainer yang tiba mendarat sehari setelahnya. Di bandara, dengan rasa penasaran, saya mencari sang trainer yang dibayar mahal itu, sebut saja dengan nama samaran Bapak Dino. Beliau tiba berdua dengan trainer lain yang sudah saya kenal. Pertama kali bertemu beliau saya belum melihat kelebihan yang dimiliki, perawakannya tidak tinggi, kurus, penampilannya sederhana, ramah, gaya bicaranya halus pelan dan sopan, usia terbilang sangat senior terlihat dari rambutnya yang sudah dipenuhi uban. Beberapa saat setelah kedatangan beliau, saya mempersilahkan beliau untuk bersiap-siap mengisi training kelistrikan. Tentunya saat badan letih setelah perjalanan udara selama tujuh jam, apalagi belum sarapan, maka saya tawari Pak Dino untuk makan, namun beliau menolak, katanya sedang berpuasa, dan di dalam pesawat sudah makan sahur dengan sebuah apel dan secangkir air putih. Maasyaa Alloh dalam keadaan safar dan tugas mengajar beliau masih berpuasa, apa cukup makan sahur hanya itu, kalau saya kadang harus memenuhi kaidah empat sehat lima sempurna saat sahur, kalau tidak bisa kelaparan. Selama mengajar pun beliau tetap terlihat aktif dan enerjik sehingga semua peserta bersemangat dan tidak mengantuk. Bahkan hingga jadwal mengajar di sore harinya, semangat dan keseruan beliau mengajar tidak  berubah, malah saya yang khawatir melihat kondisi beliau sudah sepuh.


Selepas mengajar saya hampiri Pak Dino  dan memanfaatkan kesempatan waktu istirahat untuk banyak bertanya kepada beliau seputar semangatnya beraktivitas seharian penuh walaupun sedang berpuasa. Beliau menjelaskan bahwa amalan berpuasa sunah Senin Kamis dan Ayamul Bidh tidak pernah terputus selama sepuluh tahun. Saya tercengang, Maasyaa Alloh bisa istiqomah selama itu. Beliau juga menceritakan padatnya jadwal mengajar di dalam ruangan Gardu Induk yang tentunya berhawa panas karena semua mesin dihidupkan, beliau mengajar dalam ruangan tersebut dari pagi hingga sore hari, dan tanpa merasakan lapar, haus, maupun lemas. Beliau mengakui kondisi badan beliau tidak ada bedanya baik saat berpuasa maupun tidak berpuasa. Bagaimana kalau bapak diundang acara makan saat berpuasa. Ternyata beliau tidak pernah menolak, tetap menghadiri undangan dan berkumpul dengan para tamu lain namun tanpa mencicipi hidangannya. Urusan menjaga hatilah yang perlu ditata saat menjelaskan beliau sedang berpuasa kepada para tamu yang lain agar tidak timbul penyakit hati riya dan ujub. Maasyaa Alloh, dalam keadaan apapun beliau tetap istiqomah karena Alloh, berbeda dengan saya, kalau diundang makan maka puasa saya batalkan. 


Keistiqomahan beliau bukanlah disulap begitu saja oleh Alloh SWT. Tetapi melalui terpaan latihan dan ujian keistiqomahan selama sepuluh tahun. Kalau saya, belum apa-apa sama sekali, baru bisa berpuasa sebulan di bulan Romadhon sudah merasa paling taat namun selalu mengeluh kondisi badan yang lemas saat berpuasa. 


Alloh tunjukkan kepada saya, jawaban kepenasaran saya, beliau mendapat honor terbesar yang pernah saya jumpai selama sebelas tahun saya bekerja. Adalah karena semata kehendak dan kuasa Alloh yang sangat sayang kepada beliau atas ketaatan, kesholehan, dan keistiqomahan beliau dalam berpuasa, tidak hanya itu, beliau pun istiqomah menjalankan qiyamul lain setiap malam. Mungkin inilah amalan unggul beliau yang membawa keberkahan tidak hanya di akhirat, juga di dunia. Keberkahan yang beliau dapatkan tidak hanya rizki yang besar, tetapi juga badan yang sehat, vit, enerjik, amal jariyah mencerdaskan umat dengan membagikan ilmu, dan kebermanfaatan lainnya bagi banyak umat manusia. 


Rutinitas atau istiqamah menjadi kunci sebuah amal bisa menjadi amal unggulan. Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah amalan yang berkelanjutan meskipun sedikit.” (HR Muslim).

Kita tidak sedang membanggakan berapa juz Alquran yang kita baca dalam sehari, berapa rupiah yang kita sedekahkan, berapa rakaat shalat Tahajud. Meski amalan yang banyak tentu baik dan berpahala. Namun, kita lebih memerlukan daya tahan amal, sejauh mana kita terus merutinkan amalan tersebut. Istiqamah terlihat sepele, namun perlu usaha ekstra untuk menjalankannya.

Setiap amalan juga memiliki fadilah. Seperti halnya kita yang baru mengadu ke Allah ketika tertimpa kesulitan. Amalan yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya juga bisa mengusir kesulitan-kesulitan hidup. Sedekah bisa menolak bala, istighfar bisa mendatangkan rezeki, silaturahim mampu memperpanjang umur, puasa bisa menjadi perisai.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, Bahwasanya Nabi shollallaahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Bilal selepas sholat subuh : “Ceritakan kepada saya satu amalan yang paling engkau andalkan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam saya mendengar suara sendal kamu berada di pintu surga”, Bilal berkata : “Saya tidak melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan saya tidak pernah bersuci dengan sempurna pada setiap saat, baik malam maupun siang hari kecuali saya selalu melakukan sholat sebanyak yang mampu saya kerjakan”. (HR. Al-Bukhari)

 

Ah, seperti Bilal dengan amalan unggulannya yang selalu menunaikan sholat sunah seusai wudhu hingga Rasul pun mendengarkan terompahnya di surga, kita pun harus mempersiapkannya. Amalan sederhana, tidak harus berat tapi berciri khas, lalu kontinyu melaksanakannya hingga akhir hayat, dan menjadi kunci untuk membuka pintu surgaNya.

 

Ustadz Aunur Rafiq Shaleh menuturkan, pernah pergi dengan saudara jauhnya, seorang bapak paruh baya, naik bis umum. Saat  sudah masuk waktunya sholat dzuhur,  tiba-tiba saudaranya tersebut dengan sangat percaya diri berdiri lalu dengan lantang mengumumkan pada penumpang yang lain untuk jangan lupa bersegera sholat dzuhur, kalau bisa berjamaah. Usai duduk kembali, ustadz bertanya, kenapa kok dia tidak malu-malu bicara seperti itu. Jawabnya, ternyata dia sudah bertekad bahwa menyerukan sholat di awal waktu pada orang lain dimana pun dia berada akan dijadikan amalan unggulannya, sampai kelak meninggal, Subhanallah.

 

Bagaimana dengan kita? Semoga Allah bantu kita untuk istiqomah menjalankan kebaikan, menjalankan perintah Allah. Baik dikala lapang atau pun sempit. Baik dikala senang atau pun susah. 


Wallohu a’lam bish showab    

45Zahra

Ibu, Istri, Anak, Pribadi pembelajar yang sedang suka menulis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak