Listrik Kembali Naik Rakyat Semakin Tercekik




Oleh: Ummu Ainyssa*


Beberapa hari terakhir ini merebak kembali keluhan masyarakat tentang tagihan listrik yang membengkak bahkan kenaikannya hingga empat kali lipat. Masyarakat memperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau mungkin saja ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.

Menanggapi keluhan-keluhan tersebut, PT PLN (Persero) angkat bicara. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan bahwa seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan wewenang BUMN, sekaligus hal itu akan melanggar UU dan melanggar peraturan yang bisa dipidana bila menaikkan tarif.

Bob menegaskan bahwa kenaikan tagihan listrik pelanggan terjadi karena adanya kenaikan pemakaian dari pelanggan itu sendiri selama pandemi Covid-19. Dimana pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masyarakat diharuskan untuk melakukan kegiatan dari rumah baik itu bekerja atau work from home (WFH) maupun sekolah online yang tentu penggunaan listrik pun akan naik sehingga ada kenaikan tarif.

"Kenaikan tarif ini murni disebabkan oleh kenaikan pemakaian dan kenaikan pemakaian ini murni disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dilakukan di rumah dibandingkan kegiatan sebelumnya pada era normal. Mungkin kita akan lihat juga bagaimana dengan new normal nantinya apakah juga mengalami kenaikan.” ujarnya dalam konferensi pers bertajuk 'Tagihan Rekening Listrik Pascabayar', Sabtu (6/6/2020).

Sementara mengenai adanya dugaan subsidi silang untuk pelanggan 450 VA maupun 900 VA ia pun kembali membantah bahwa hal itu bukan wewenang PLN.

"Terakhir, tidak ada cross subsidi (subsidi silang). Kami tidak ada subsidi karena subsidi itu kewenangan pemerintah. Sebenarnya subsidi itu adalah untuk rakyat yang tidak mampu dan PLN hanya menjadi medianya. Jadi subsidi itu bukan untuk PLN, tapi subsidi untuk rakyat, rakyat yang tidak mampu, yaitu apa, kalau di listrik didefinisikan untuk rumah tangga 450 VA dan 900 VA yang tidak mampu," pungkasnya. (m.detik.com, Minggu 07 Juni 2020)

Kita ketahui bahwa listrik merupakan sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh seluruh elemen masyarakat baik di kota maupun di desa. Terlebih dengan semakin canggihnya teknologi hampir semua usaha dan kegiatan menggunakan listrik. Maka sungguh terasa sangat mencekik saat tiba-tiba tarif listrik kembali naik. Terlebih di saat pandemi seperti sekarang ini, saat harga-harga kebutuhan mulai melambung tinggi. Banyaknya masyarakat yang mengalami PHK massal. Bahkan tidak tanggung-tanggung pemerintah juga berencana menaikkan iuran BPJS kesehatan per Juli 2020 mendatang. Ibarat sudah jatuh masih ditambah tertimpa tangga. Lengkap sudah penderitaan rakyat.

Tentu hal ini terjadi karena dalam sistem kapitalisme tolok ukur yang digunakan hanyalah asas manfaat saja. Negara benar-benar tidak peduli dengan urusan rakyat, kesejahteraan rakyat selalu dinomorduakan. Listrik yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma atau jika pun harus membeli setidaknya dengan harga yang murah, kini dijadikan ajang untuk memeras rakyat. Kenaikan tarif yang tidak kira-kira kembali disuguhkan untuk menguras harta rakyat. 

Berbeda halnya dalam sistem Islam. Sistem Islam merupakan aturan yang paripurna sekaligus solutif. Karena berasal dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Pengatur kehidupan. Sebagai Dzat yang menciptakan kehidupan ini tentulah Allah SWT juga telah menyiapkan seperangkat aturan untuk menyelesaikan semua permasalahan di dalamnya. Termasuk dalam hal energi listrik. 

Di dalam Islam, listrik merupakan kebutuhan yang menjadi hak seluruh rakyat. Karena listrik terkategori ke dalam api dimana hukum asalnya adalah milik seluruh kaum muslimin. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam sebuah hadis: 

“Al-muslimûna syurakâ`un fî tsalâtsin: fî al-kalâ`i wa al-mâ`i wa an-nâri”
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Imam as-Sarakhsyi di dalam al-Mabsûth menjelaskan hadits-hadits di atas dengan mengatakan, bahwa di dalam hadits-hadits ini terdapat penetapan berserikatnya manusia baik muslim maupun kafir dalam ketiga hal itu.

Ini karena di dalam Islam apa-apa yang menjadi milik umum (rakyat) wajib dikembalikan kepada rakyat. Dan haram hukumnya menyerahkannya ke pihak swasta maupun asing dengan dalih apapun atau bahkan menggunakan kekuasaan untuk meraup keuntungan darinya.

Artinya sesuatu itu merupakan milik umum di mana manusia berserikat dalam memilikinya. Sesuatu itu tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, beberapa individu maupun negara sekalipun. Individu, sekelompok individu atau negara tidak boleh menghalangi individu atau masyarakat umum memanfaatkannya, sebab harta semacam ketiganya itu adalah milik mereka secara berserikat. Namun, agar semua bisa mengakses dan mendapatkan manfaat dari ketiganya, negara mewakili masyarakat mengatur pemanfaatannya, sehingga semua masyarakat bisa mengakses dan mendapatkan manfaat secara adil dari harta-harta milik umum itu. (Mediaumat edisi 223)

Karena itu menjadi tanggung jawab negara menjamin kebutuhan listrik setiap rakyatnya dari segi kualitas maupun kuantitas. Baik orang kaya atau miskin, Muslim atau non Muslim. Dengan harga yang terjangkau atau bahkan gratis.
Itulah sistem Islam begitu sempurna mengurusi rakyatnya dalam pemenuhan hajat rakyat baik pokok maupun sekunder sesuai dengan tuntunan syariat. Dan hal itu hanya akan terwujud saat negara menetapkan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.


*(Pendidik Generasi dan Member AMK)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak