Lindungi Anak-Anak dari Tayangan yang Merusak




Oleh Lulu Nugroho*



Anak-anak akan betah berjam-jam saat menikmati tontonan yang disukainya. Apalagi di musim pandemi, saat seluruh keluarga berada di rumah karena menghindari aktivitas di luar, maka televisi menjadi salah satu pilihan untuk mengisi waktu. Akan tetapi tentu tidak bisa dibiarkan sendiri, mereka tetap membutuhkan pendampingan. 

Jika perlu, diberikan aktivitas pengganti lainnya, agar anak-anak tidak menonton televisi terlalu lama. Sebab sangat sulit menjaga pemikiran mereka di tengah gempuran arus kebebasan, yang bisa masuk melalui tayangan. Dalam negara berasaskan sekularisme, norma-norma Islam tidak lagi menjadi acuan. Anak-anak akan dengan mudah terpapar kerusakan.

Orang tua atau ibu sebagai madrastul ula, yaitu sekolah yang pertama bagi anak-anak, adalah figur yang paling tepat berada di sisi mereka. Sebab daya nalar mereka yang masih terbatas akan menyerap berbagai info yang muncul melalui film, seperti tayangan kekerasan, pornografi dan pornoaksi.

Sebagaimana baru-baru ini terjadi, kalimat SpongeBob gay menjadi trending topik di jagat twitter. Sangat mengejutkan, film anak-anak ini sangat digemari. SpongeBob Squarepants tayang perdana pada 1 Mei 1999, hingga kini telah masuk ke rumah-rumah di seluruh penjuru dunia melalui layar kaca. 

Identitas karakter spons kuning tersebut pun terungkap, ketika jaringan televisi Nickelodeon baru-baru ini mengonfirmasi bahwa SpongeBob SquarePants merupakan bagian dari komunitas LGBTQ+. (Cnnindonesia, 16/6/2020)

Sementara kita tahu, bahwa pendidikan sangat efektif jika disampaikan melalui visual. Di samping itu, anak-anak adalah peniru yang ulung. Mereka mengikuti dan mendupikasi. Lalu, apa yang terjadi dengan anak-anak bangsa, jika dicekoki tayangan yang merusak pemikiran mereka. Padahal di tangan merekalah kelak, nasib bangsa ini dipertaruhkan.

Maka sangat berbahaya jika hal ini masuk ke dalam alam bawah sadar anak-anak melalui film dan nyanyian. Ketika mereka mendengar dan melihatnya berulang-ulang, maka sebuah kesalahan akan tampak sebagai sebuah kebenaran. Mereka sulit menakar nilai baik dan buruk. 

Panduan Islam jelas, Allah berfirman,
“Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (terjemahan Alquran surat At-Tahrim ayat 6).

Apalagi jika kemudian mereka mengidolakan sosok yang memiliki penyimpangan seksual tersebut, hingga ditunggu kehadiran di setiap jam tayangnya. Maka orang tua perlu segera mencarikan sosok baru yang tepat bagi anak-anak, yaitu figur pejuang Islam yang tumbuh dari hasil penjagaan akidah. Melalui teladan yang baru, anak-anak akan digiring ke dalam keluasan berpikir.

Menjadi manusia pemberani, yang cinta agamanya serta rela berjuang menegakkan kebenaran. Inilah sebaik-baik tokoh yang layak dijadikan panutan. Kelak mereka akan tumbuh seperti idolanya, menjadi pejuang peradaban yang siap mengguncang dunia. Karenanya menjaga pemikiran mereka, laksana penjagaan terhadap seluruh generasi muslim.

Oleh karena itu, negara berperan sangat besar dalam menyajikan tontonan bermutu. Melalui kebijakan yang tepat, tidak sembarang membolehkan peredaran film. Sebab pembentukan karakter dimulai sejak dini. Jika mereka senantiasa terjaga akalnya melalui tayangan yang baik, yang masuk melalui ke lima indera mereka, tentu akan lahir generasi yang siap menjadi penjaga Islam. Allahummanshurnaa bil Islam.



Penulis dan Pengemban Dakwah Islam.



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak