Kuliah Daring UKT Gak Miring



Oleh: Mesi Awaliyah, S.Pd

Pandemi Covid-19 memberikan dampak serius pada seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya di Indonesia namun hampir di seluruh dunia, baik negara kecil namun negara adidaya dunia seperti Amerika, Cina.
Masalah mulai muncul dari kesehatan, perputaran perekonomian yang lamban  serta terhambatnya proses belajar mengajar.
UNESCO mengakui imbas Covid-19 terhadap dunia pendidikan, pada kamis (5/3) yang menyatakan bahwa virus Corona sudah terdampak ke dalam sektor pendidikan, hampir 300 juta siswa terganggu kegiatan sekolahnya di seluruh dunia dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan. Sejak presiden jokowi mengumumkan tentang penyebaran virus Corona, mereka  menghimbau masyarakat agar tidak banyak beraktivitas di luar rumah pada (2/3) untuk mengurangi penyebaran Covid-19 ini. “saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah” ujar jokowi dalam konferensi pers di istana bogor, jawa barat Minggu (15/3).
Model pembelajaran  selama ini dilakukan dengan tatap muka langsung  berubah  drastis karena  sebagian besar sekolah maupun universitas Indonesia memutuskan untuk melaksanakan PJJ (Pembelajaran jarak jauh). Siswa dan mahasiswa di paksa untuk melaksanakan pembelajaran online dengan keterbatasan yang ada dari fasilitas smartphone, laptop, kuota maupun jaringan sinyalnya yang di setiap wilayah belum tentu memiliki sinyal yang baik.
Bukti rill dilapangan mahasiswa Unhas bernama Rudi “Dia memanjat mencari jaringan internet seluler dan tidak sengaja menginjak tripleks dan balok rapu di atas menarah sehingga jatuh dan meninggal dunia” ungkap Sharny kerabat Rudy (8/5/2020). Astagfirullah naas sekali kan? Ada juga mahasiswa yang rela berburu jaringan internet hingga harus menaiki puncak gunung Mamasa, atau mahasiswa Universitas Muhamadiyah makasar meninggal setelah tabrakan lalu lintas karena ingin mencari lokasi yang jaringan internetnya bagus untuk kuliah online. Belum lagi untuk mahasiswa yang harus praktik seperti jurusan teknik mesin, teknik otomotif, kedokteran, dan jurusan lainnya. Dalam keadaan pandemi ini tidak memungkinkan untuk dilakukan kuliah praktik, namun tanpa praktik langsung mereka tidak bisa mendapatkan skill secara utuh.
Belum lagi para dosen, mahasiswa yang harus akan menimbulkan masalah tersendiri, bahkan banyak orang tua yang mengeluh karena boros kuota dan harus menjadi guru untuk anaknya dirumah dengan banyak mata pelajaran yang tidak mereka pahami. Tugas-tugas yang lebih berat dibanding pembelajaran ketika tatap muka dan seubrek masalah lainnya. Inilah fakta dilapangan mengenai kuliah online selama pandemi, pemerintah hanya sekedar memberikan solusi yang tidak solutif atau solusi jangka pendek tanpa mempertimbangkan aspek kesiapan pembelajaran selanjutnya.
  Namun ini bukan hanya sekedar persoalan PJJ atau wabah, tetapi pandemi ini menjadi mediator membantu kita untuk menunjukan wajah pendidikan di negeri ini sudah mengalami kekacauan jauh sebelum pandemi. kita buktikan dari segi metode pembelajaran saja, K13 menuntut untuk pembelajaran berpusat pada siswa lebih banyak menggunakan media teknologi, dan sifat guru hanya sekedar fasilitator tidak lebih, seharusnya ketika pandemi ini datang dunia pendidikan tidak terlalu syok karena itu memang skema kurikulum yang sedang di jalani tapi faktanya sangat jauh dari harapan, apalagi kalau mau kita telusuri satu persatu dari segi lainnya akan semakin terlihat ketidak jelasan dari sistem pendidikan di sistem sekarang ini.
Dan lebih miris lagi dengan segudang masalah yang sudah kita paparkan sebagian kecilnya, pihak sekolah dan universitas tetap meminta bayaran UKT Full bagi mahasiswa dan SPP untuk anak sekolah, bahkan ada wacana penaikan UKT, meskipun pernyatan ini di sangga oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam bahwa "Kemendikbud memastikan tidak ada kenaikan UKT di masa pandemi Covid-19," CNNIndonesia.com, Rabu (3/6). Namun meskipun tidak ada kenaikan tetap saja mahasiswa merasa berat untuk membayar UKT secara full seperti biasa karena banyak faktor dari segi fasilitas kampus tidak lagi mereka dapatkan, harus merogoh lebih banyak uang di kantong untuk membeli kuota, dan juga banyak diantara orang tua nya yang di PHK. Berikut salah satu ungkapan dari sekian juta mahasisiwa lainnya
Desi Novia, seorang mahasiswi kampus di Samarinda mengungkapkan dalam akun Twitternya @desiarmydi “saat ekonomi sedang tidak baik-baik saja harus membayar penuh uang kuliah sebesar Rp4,9 juta. Bagi yang pendapatannya tak berkurang tentu ini tidak jadi soal. Lain jika penanggung uang kulianya misalnya, di-PHK atau dipotong upahnya”. Ia pun menambahkan tagar #MendikbudDicariMahasiswa pada Selasa 2 Juni 2020.
Unggahan Desi viral dan sudah dicuitkan ulang sebanyak 4.200 kali dan disukai 6.200 kali hanya dalam waktu satu hari. ini menunjukan bahwa banyak mahasiswa yang merasakan hal yang sama terbebani dengan biaya pendidikan yang ada dalam masa pandemi ini.
Walaupun pemerintah dalam menangani hal ini sudah menetapkan empat jalur untuk membantu dalam pembayaran UKT yaitu
1. Penundaan pembayaran
Missal orang tua yang di PHK bisa ditunda sampai nanti orang tuanya sudah bekerja lagi bisa membayar UKT-nya
2. Pencicilan pembayaran
Selain ditunda UKT bisa dicicil beberapa kali agar tidak terlalu berat.
3. Menurunkan Level UKT
Bisa mengajukan penurunan UKT di universitas masing-masing dengan berbagai persyaratan administrasi terlebih dahulu yang harus dipenuhi.
4. Pengajuan beasiswa
"Mahasiswa bisa mengajukan beasiswa kalau memang orangtuanya usahanya bangkrut dan jatuh miskin, tentu berhak untuk beasiswa," sebut Nizam.
  Lantas bagaimana realitas yang terjadi di lapangan?
Lagi-lagi kita semua sudah mengenal bagaimana administrasi yang ada di negeri ini, walaupun bisa mengajukan penurunan UKT atau beasiswa tetapi harus melewati sejumlah prosedur yang rumit dan bertele-tele, jangankan untuk dinikmati beasiswa ini oleh semua mahasiswa untuk yang sudah berjuang pontar-pantir melengkapi persyaratanya pun belum tentu lulus tetap ada proses penyaringan yang layak menurut kategori mereka. Ya.. inilah wajah pendidikan di Indonesia yaitu menganut sistem kapitalis yang memaksakan sejumlah PTN menjadi dan sedang berproses menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) artinya perguruan tinggi negeri tersebut harus mencari biaya sendiri tidak lagi di tanggung oleh negara dalam memenuhi kebutuhannya. Walhasil mahasisiwa lah yang dibebani semua biaya perkuliahan, UKT yang mulai diberlakukan sejak 2013 lalu di berlakukan sesuai tingkat sosoial ekonomi mahasiswa. UKT pertama kali berlandaskan pada Surat Edaran (SE) Dikti No. 21/ E/T/2012, dan SE Dikti No. 274/E/T/2012. Selain itu juga ada SE No. 305/E/T/2012 tentang
Larangan Kenaikan Biaya pendidikan tinggi.
Peraturan yang melandasi UKT telah berkali-kali berganti, antara lain Permendikbud No. 55 Tahun 2013, Permendikbud No. 73 Tahun 2014, Permenristekdikti No. 22 Tahun 2015, Permenristekdikti No. 39 Tahun 2016, Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017, dan yang terakhir Kepmenristekdikti No. 91 Tahun 2018. Pengelompokkan UKT dirancang oleh masing-masing PTN yang diatur secara garis besar dalamUUPT No. 12 Tahun 2012 Pasal 88 ayat 4. Lalu kemudian dilanjutkan dalam Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 3. Namun pada faktanya penerapan sistem UKT masih sangat simpang siur penerapannya dilapangan. Inilah menunjukan bagaimana sistem demokrasi kapitalis menyelesaikan permasalahan.
  Sejak lama memang dirasakan UKT ini membebani keluarga mahasiswa, apalagi saat pandemic covid-19 yang menyebabkan banyak keluarga mahasiswa terdampak hingga mereka tidak mampu membayar sejumlah nominal UKT yang telah ditetapkan. Sayangnya demo mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi tidak mendapatkan respon, padahal dengan diberlakukannya kuliah daring mahasiswa juga mengeluarkan biaya besar untuk beli kuoata internet.
Dipihak lain mereka juga tidak menggunakan sarana prasarana kampus untuk kuliah praktikum dll. Lalu mengapa harus tetap bayar UKT? bahkan 4 empat skema keringanan pembayaran UKT yang dikeluarkan tetap saja membuat orang tua mahasisiwa harus melunasi kewajibannya itu sekalipun dengan mekanisme penundaan pembayaran, cicilan UKT seolah-seolah terdengar sangat membantu mahasiswa namun tetap saja ketika pandemic ini selesai UKT nya harus tetap di bayar.
  Berbeda jauh dengan sistem pendidikan dalam Islam.
Dalam Islam tidak hanya meletakan prinsip kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan. sistem pendidikan di era Islam atau era khilafah yang terbukti melahirkan SDM terdidik yang berpikir dan bersikap Islami juga membebaskan biaya pendidikan di jenjang apa pun, jangankan dalam kondisi pandemi dalam kondisi keadaan normal pun tidak ada pemungutan biaya dalam bidang pendidikan.
Lantas jika memang demikian dari mana pembiayaan pendidikan yang mencakup gaji para guru ataupun dosen serta sarana dan prasarana pendidikan?
Iya, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Pendidikan sebagaimana kesehatan dan keamanan menjadi tiga kebutuhan vital disediakan secara gratis karena terkait  langsung dengan fungsi dasar negara yaitu sebagai penjamin dan penanggung jawab kebutuhan mendasar warga negaranya. “al imam muro’in setiap pemimpin bagaikan pengembala, wahuwa mas ‘ulun an ro iyati dan dia bertanggung jawab atas gembalaan nya itu” (HR. Muslim).
Pemenuhan kebutuhan pendidikan tinggi tercakup juga dalam tanggung jawab khilafah. Tinta emas sejarah mencatat pada abad 4 H para khalifah telah membangun perguruan tinggi yang dilengkapi auditorium, perpustakaan, asrama mahasisiwa yang ini dilengkapi dengan taman rekreasi, kamar mandi, dapur, ruang makan dan sarana lain, itu semua gratis. Tak lupa juga di sediakan perumahan bagi dosen dan para ulama, bahkan madrasah mustansiriah yang di bangun khalifah al muntansyir di Baghdad pada abad 6H telah di lengkapi dengan rumah sakit yang telah tersedia dokter di dalamnya. Beberapa perguruan tinggi terpenting di masa khilafah di antaranya adalah madrasah nidzamiah dan mutansiriah yang ada di Baghdad kemudian madrasah an-nuriyah di damaskus, ada juga madrasah an-nasiriyah Kairo. 

Jadi enak mana? Hidup dimasa khilafah atau zaman kapitalis neolib ini?
“…. Karena itu Putuskanlah perkara diantara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu” (Q.S Al-maidah:48)
Waallahua'lam bisawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak