Oleh : Ummu Aqeela
Haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh muslim yang mampu. Maknanya adalah menyengaja datang ke Baitullah secara fisik dan jiwa untuk menunaikan amalan tertentu, dengan syarat-syarat tertentu, dan pada waktu tertentu, yaitu pada bulan-bulan haji. Namun, tahun ini menjadi tahun penuh kejutan dan cobaan khususnya bagi umat muslim di Indonesia. Moment besar yang ditunggu berjuta-juta umat muslim di Indonesia tiap tahunnya ini, dengan berat hati harus diurungkan untuk diselenggarakan.
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji tahun ini, untuk melindungi calon jemaah haji dan petugas dari paparan Covid-19, meski hingga kini belum ada keputusan resmi dari pemerintah Arab Saudi. Sejumlah calon jemaah haji yang sudah berusia lanjut dan telah menunggu giliran haji selama bertahun-tahun, merasa kecewa dengan keputusan pemerintah melalui Kementerian Agama yang membatalkan keberangkatan jemaah haji Indonesia tahun 2020.
"Saya kecewa dengan keputusan itu tapi mau bagaimana lagi? Manusia yang merencanakan, Yang Maha Kuasa yang menentukan.
"Saya berharap masih sehat, diberikan kekuatan, dan kesehatan sehingga tahun depan bisa berangkat haji," kata Atim calon jemaah haji dari Karawang yang telah menunggu giliran menunaikan ibadah haji selama delapan tahun kepada wartawan BBC News Indonesia Raja Eben Lumbanrau, Selasa (02/06).
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, yang menilai pembatalan haji oleh Kementerian Agama terlalu terburu-buru. Wakil Ketua MPY Aceh Tgk Faisal Ali mengatakan pelaksanaan ibadah haji dibatalkan meski belum ada pernyataan resmi dari Kerajaan Arab Saudi.
"Saya kira pemerintah Indonesia ini agak terlalu cepat mengambil tindakan dengan meniadakan haji," kata Faisal Ali saat dikonfirmasi, Rabu (3/6).
Ia mengatakan jika memang Arab Saudi sudah memutuskan haji dibatalkan tahun ini, memang sudah seharusnya Indonesia juga tidak mengirimkan jemaah haji. Namun yang terjadi saat ini belum ada pernyataan dari Arab Saudi. Ia berharap jika Arab Saudi tetap menyelenggarakan haji meski dengan jumlah jemaah yang dikurangi. ( CNN Indonesia, Rabu 03 Juni 2020 )
Pembatalan ibadah haji dan umrah juga pernah terjadi di masa Rasulullah SAW pada tahun keenam Hijriah atau 1436 tahun silam.
Kala itu Rasulullah yang telah hijrah ke Madinah bermimpi memotong rambutnya, memasuki Ka'bah, dan memegang kunci Ka'bah. Nabi Muhammad lalu menyampaikannya kepada para sahabat dan memutuskan untuk melakukan umrah. Umrah merupakan salah satu kesempatan mengunjungi Mekkah sekaligus beribadah kepada Allah SWT. Mendengar kabar itu, para sahabat sangat gembira karena kerinduan yang sudah lama terpendam untuk berkunjung ke Mekkah, Ka'bah, rumah Allah.
Nabi Muhammad dan para sahabat yang besar di Mekkah merindukan keluarga dan sanak saudara yang ada di kota itu. Kesibukan menstabilkan kondisi ekonomi dan politik di Madinah serta menghadapi musuh membuat Nabi Muhammad jarang berkunjung ke Mekkah. Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin berjumlah 1.000 jemaah pun bersiap-siap berangkat menuju Mekkah. Namun di wilayah Hudaibiyah sekitar 22 km dari Mekkah, Nabi dan para sahabat ditahan oleh Kaum Quraisy Mekkah. Mereka tak boleh melaksanakan umrah dan terpaksa kembali ke Madinah.
Disinilah awal mulai terjadinya perjanjian Hudaibiyah, Perjanjian Hudaibiyah berisi sejumlah poin yakni,
Pertama, kaum Muslimin pada tahun itu tidak boleh melaksanakan umrah.
Kedua, di tahun berikutnya, tahun ketujuh Hijriah, Rasulullah dan para sahabat boleh melaksanakan umrah selama tiga hari. Kaum Quraisy akan menyingkir dari Mekkah dan kaum Muslimin tidak boleh bersenjata. Poin ketiga adalah mengizinkan kaum Quraisy yang kembali ke Madinah mengikuti Nabi Muhammad SAW dan sebaliknya mengizinkan kaum Muslimin yang kembali ke Mekkah. Poin keempat adalah gencatan perang selama 10 tahun.
Nabi Muhammad menerima perjanjian Hudaibiyah itu sehingga umrah tak bisa terlaksana. Kendati perjanjian Hudaibiyah sepertinya merugikan kaum Muslim, namun dari perjanjian inilah Rasulullah SAW dapat mengembangkan dakwah hingga ke Hudaibiyah. Bahkan, selama masa gencatan senjata, Nabi bisa melakukan dakwah dengan leluasa, bahkan menyampaikan pesan Islam pada Kaisar Romawi, Raja Habsyah (Ethiopia), Raja Mesir, dan Raja Parsi.
Peristiwa ini disebut oleh Alquran dengan istilah Fathun Mubiinun (kemenangan nyata), sebagaimana termaktub dalam surat Al-Fath ayat 1 sampai 3. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu ke jalan yang lurus. Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kokoh (banyak).
Untuk kali ini umat muslim di Indonesia khususnya harus benar-benar bersabar menerima ujian ini sebagai cara Allah untuk mengangkat derajat Islam setinggi-tingginya. Semoga seperti peristiwa yang dialami Rasullulah dan para sahabat kala itu, saat ini kita juga menyambut kemenangan yang dijanjikan Allah, yaitu tegaknya Khilafah Islamiyah Ala Minhajin Nubuwah, sehingga ketidakadilan yang umat saksikan dan umat rasakan saat ini akan segera terbasmi.
Wallhu’alam bishowab.