Oleh: Ummu Athifa*
(Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter)
Mencari nafkah menjadi kebutuhan bagi para suami. Pekerjaan apapun akan dilakoni agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka akan melawan teriknya matahari dan dinginnya malam demi sesuap nasi. Memang tidaklah mudah, tetapi itulah materi (baca: uang) demi menyambung hidup dirinya dan keluarganya.
Saat pandemi covid-19 melanda, banyak para suami yang dirumahkan. Bahkan ada yang di-PHK. Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan program Kartu Prakerja. Kartu Prakerja merupakan program kampanye andalan Presiden Joko Widodo untuk menambah kemampuan sekaligus penghasilan tambahan. Tak khayal banyak yang mendaftarkan diri.
Presiden Joko Widodo berjanji pendaftaran akan dibuka hingga November 2020. Rencananya ada 5,6 juta peserta yang ikut Kartu Prakerja dengan anggaran Rp 20 triliun. Pemerintah sudah melakukan penerimaan peserta program Kartu Prakerja dari gelombang 1-3, dengan total peserta sebanyak 680.918 peserta.
Pemerintah menjanjikan insentif dari Kartu Prakerja sebesar Rp 3,55 juta per peserta. Sebesar Rp 1 juta diberikan dalam bentuk voucher untuk membeli paket pelatihan. Selanjutnya, insentif sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan. Sisanya uang survei masing-masing Rp 50.000 untuk tiga kali survei.
Angka yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan selama pandemi. Faktanya, banyak peserta program Kartu Prakerja mengeluh karena belum mendapatkan pencairan insentif bulan kedua. Padahal, seharusnya insentif sudah diterima sepekan lalu, tepatnya tanggal 10 Juni 2020. Namun hingga kini status insentif dalam dashboard profile (masih dalam proses).
Bahkan ada Ivon (48th) mengaku bahwasannya pencairan insentif sebenarnya sudah lambat sejak bulan pertama pada Mei lalu. Seharusnya didapatkan pada tanggal 11 Mei, tetapi baru cair pada tanggal 13 Mei. Adapula Ruswandi (22th) mengaku belum menerima dana insentif bulan pertama yang seharusnya cair bulan ini. Padahal, dirinya sudah menyelesaikan pelatihan yang membutuhkan waktu selama satu bulan. (https://money.kompas.com/18Juni2020).
Masyarakat pun berusaha mengirimkan e-mail kepada pihak Prakerja untuk kejelasannya. Namun balasan dari pihak Prakerja, dikatakan bahwa sistem sedang mengalami antrian tinggi sehingga meminta para peserta untuk bersabar. Tentu masyarakat dibuat kecewa kembali dengan janji-janji pemerintah. (https://www.cnbcindonesia.com/18Juni2020)
Mirisnya, di tengah kondisi yang kian memburuk, pemerintah masih saja belum tepat guna dalam mengambil langkah. Bukannya melakukan penanganan sigap bersifat jangka pendek dan panjang. Tetapi hanya memberikan program-program yang tidak jelas.
Masyarakat saat ini sangat membutuhkan bantuan secara langsung bukan Kartu Prakerja. Belum lagi syarat untuk pencairan insentif Kartu Prakerja sangat rumit. Mulai dari registrasi, pelatihan, kemudian diminta menunggu dalam pencairannya. Sungguh ironis. Demi mendapatkan bantuan dari pemerintah, malahan disibukkan dengan persyaratannya.
Maka program Kartu Prakerja ini tak ubahnya kebijakan asal jadi. Nampak hanya demi memenuhi janji kampanye tanpa memperhatikan kebutuhan hakiki rakyat. Tidak pula memberikan solusi tepat saat pandemi korona ini. Pemerintah masih abai dalam meriayah kebutuhan rakyatnya.
Sungguh, semua realitas ini makin menegaskan bahwa pemerintah memang luar biasa kapitalistik. Dikarenakan yang dipikirkan masih untung-rugi dengan rakyatnya sendiri. Bukankah sudah seharusnya pemerintahlah yang menjadi penyelamat kebutuhan rakyatnya jika sedang dilanda permasalahan. Tetapi yang terjadi menjadikan rakyat korban dari kebijakan yang ada.
Karena itulah, dalam mengatasi pandemi beserta segala dampaknya, hendaknya penguasa melakukan ikhtiar terbaik untuk mengurus rakyatnya. Meyakini bahwa wabah ini datang dari Allah SWT Sang Mahakuasa, yang oleh karenanya solusi dan pengurusannya juga semestinya dikembalikan sesuai aturan-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak memedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan memedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Maka inilah sistem Islam yang agung. Sistem yang mampu memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) secara menyeluruh orang per orang. Ini pun termasuk penyediaan sektor-sektor ekonomi sumber nafkah bagi para pekerja.
Adapun syarat pemberian pekerjaan dalam Islam adalah tingkat ketakwaan dan keterikatan pada hukum syariat. Ditingkatkan pula semangat ukhuwah Islamiyah dan manajemen pemerintahanan bersifat rapi, saling menopang, serta sigap terlibat dalam tim kerja yang solid. Semuanya ditempuh agar warga, baik dalam keadaan ekonomi normal maupun saat terdampak wabah dan krisis, tetap memperoleh pemenuhan nafkah.
Khususnya saat wabah dan krisis, pemerintahan akan menyiapkan dan memberikan bantuan dengan jumlah yang sangat banyak, bahkan berlebih. Dengan kata lain, jumlah itu sangat cukup hingga rakyatnya mampu bekerja sendiri mencari rezeki pascawabah.
Maka sistem kerja seperti inilah yang layak diupayakan dan dipercayai. Karena landasan serta metode pelaksanaannya sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menenteramkan jiwa. Wallahu’alam bi shawab.
*Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter
Tags
Opini