Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Tujuh rumah sakit rujukan pasien COVID-19 di Sidoarjo sudah penuh. Warga diminta tidak euphoria setelah bebas dari PSBB, namun tetap menerapkan protokol kesehatan.
Permintaan tersebut disampaikan Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin, saat membagikan masker kepada warga Desa Pepelegi dan Desa Bungurasih di Kecamatan Waru.
"Pembagian 10 ribu masker kepada warga Desa Pepelegi dan Desa Bungurasih ini untuk mengingatkan kepada semua pihak, khususnya masyarakat, bahwasanya kita harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. Keluar rumah harus pakai masker dan jaga jarak. Ini dalam rangka mengingatkan, kita ini masih dalam bahaya pandemi COVID-19, jangan euphoria yang akhirnya justru membuat bahaya kita semua," kata Nur Ahmad kepada wartawan, Minggu (detikNews,28/6/2020)
Nur Ahmad juga mengingatkan, saat ini tujuh rumah sakit rujukan pasien COVID-19 di Sidoarjo sudah penuh. Bahkan ada 40 pasien COVID-19 yang dilakukan perawatan di IGD RSUD Sidoarjo, karena tempat RIK (Ruang Isolasi Khusus) sudah penuh.
Apa artinya ini? Pemerintah tak siap sekaligus tak serius menangani Covid-19. Sejak awal, pemerintah pusat tidak transparan, memberitahukan bahwa Virus Corona juga sudah masuk Indonesia. Sehingga sejak awal bisa diberlakukan pemeriksaan agar jelas data rakyat yang terpapar dan yang belum. Berikutnya segera bisa diterapkan teknis penanganan yang tepat.
Namun pemerintah justru mengaji ambassador khusus untuk Covid-19, ini guna memberitahukan kepada dunia luas bahwa Indonesia aman-aman saja sehingga para wisatawan masih bebas diperbolehkan memasuki wilayah Indonesia tanpa harus khawatir adanya kau Covid-19.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah ini tentu menimbulkan interpretasi yang berbeda dari rakyat terlebih setelah sekian lama tidak ada penurunan angka yang positif terpapar Corona. Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan New Normal Life, dengan kata lain pemerintah menginginkan antara yang sakit dan tidak sakit dicampur dan berbaur dengan virus yang mematikan sesuai dengan protokol kesehatan dan menjadi gaya hidup baru.
Masyarakat yang minim edukasi menyikapi setiap kebijakan pemerintah dengan sangat lugas seperti misalnya kewajiban untuk memakai masker ketika berada di luar tidak mereka indahkan, tidak disiplin terkadang untuk sekedar formalitas mereka malah saling bertukar masker. Masih sering berada dalam kerumunan, sehingga angka terpapar covid bukannya melandai namun terus meningkat belum mencapai puncaknya.
Bertambah lagi kerumitan ini ketika rumah sakit rujukan telah kehabisan ruangan serta alat-alat yang menunjang treatment kepada pasien maupun untuk keadaan isolasi. Pemerintah kemudian menetapkan isolasi secara mandiri , jelas terkendala pada tidak memadainya peralatan kesehatan, sebab rakyat pun dalam keadaan tidak memiliki pendapatan yang tetap untuk membiayai isolasi mandiri.
Bahkan berapa kali memerintah menjanjikan sesuatu yang hayali, diantaranya menteri ekonomi Sri Mulyani yang mengatakan menjanjikan akan ada insentif bagi tenaga kerja yang terpapar oleh covert hingga 300 juta . Ternyata hoax demikian, demikian pula dengan presiden Jokowi yang mengatakan Allah memborong sejumlah obat-obatan guna mengatasi Covid-19, hingga ditemukan vaksinnua, kembali hanya hoax.
Lantas kepada siapa rakyat mesti merujuk terkait dengan kesehatannya? negara yang semestinya mengurusi ternyata abai dan penanganan didasarkan pada kepentingan industrialisasi atau mengedepankan kepentingan korporasi di bidang alat kesehatan dan obat-obatan.
Sistem politik di negara ini tidak mendukung adanya pelayanan kesehatan yang bermutu serta gratis bagi rakyatnya , sebab pembiayaan masalah kesehatan ini didapat dari APBN dimana APBN komposisinya adalah hutang dan pajak yang tentu membutuhkan dana lebih besar karena berbasis riba . Untuk dilunasi oleh negara akibatnya departemen yang lainnya tidak mendapatkan dana yang maksimal.
Inilah yang terjadi jika urusan umat diserahkan kepada korporasi, padahal dalam Islam ini adalah sebuah dosa yang besar. Ketika seorang pemimpin lalai bahkan mati dalam keadaan menipu rakyatnya. Sebagaimana hadis rasulullah :
"Seseorang yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu mati ketika sedang menipu rakyatnya, maka Allah mengharamkan baginya surga.” (HR. Muslim).
Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini