Oleh : Eri*
Kelakar yang disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tentang corona seperti istri mendapat sorotan tajam. Protes dan kritik pedas tak luput dilontarkan masyarakat.
Termasuk Komisi Nasional (Komnas) Perempuan memprotes candaan tersebut. "Guyonan tersebut menempatkan perempuan sebagai bahan ejekan dan mengukuhkan stereotipe negatif terhadap perempuan atau relasi yang timpang antara laki-laki dan perempuan serta memupuk budaya menyalahkan perempuan korban (blaming the victim)," kata Komisioner Komnas Perempuan Dewi Kanti dala keterangan tertulis, Minggu (31/5/2020).
Selain media lokal, meme tersebut juga mendapat perhatian media asing. Salah satu surat kabar terkemuka di Malaysia, The Star, mengangkat isu meme Mahfud MD tersebut malalui artikel berjudul: “Coordinating Legal, Political, and Security Affairs Mahfud MD gets flak over ‘sexist’ meme on coronavirus”. (suara.com 20/5/2020).
Menurut Kepala Eksekutif LSM Solidaritas Perempuan, Dinda Nisa Yura, masih banyak pejabat pemerintah yang masih belum memahami permasalahan yang dihadapi. Membuktikan proses pemikiran pemerintah yang dangkal dalam menyelesaikan permasalahan covid-19. Bukan hanya di Asia, beberapa media Eropa juga turut memberitakan hal yang sama.
Pernyataan tersebut membuat berbagai kalangan marah karena merendahkan harkat dan martabat perempuan yang dapat memicu kekerasaan terhadap perempuan. Analogi ngawur ini memperlihatkan tingkat keseriusan pemerintah yang sangat rendah dalam menangani wabah. Selain itu, pernyataan Mahfud mengisyaratkan bahwa manusia harus terus hidup dan beraktivitas dengan menerapkan 'new normal life'.
Sungguh panas kuping ini mendengar berbagai komentar para pejabat, mereka tidak berempati terhadap penderitaan rakyat. Saat corona terus menanjak, lisan mereka terus menyakiti rakyat. Apalagi kebijakan yang diterapkan seringkali membingungkan. Sebelumnya rakyat diajak untuk berdamai dengan corona yang gencar diopinikan.
Semakin jelas, penguasa ingin berlepas tangan. Dengan menjalankan program 'new normal life', berarti membiarkan rakyat beraktivitas dan bekerja ditengah wabah. Membuka sektor perindustrian yang sempet tutup. Toko, mal, perkantoran dan lainnya mulai dibuka. Memutar roda perekonomian yang sempat berhenti lebih penting dibanding keselamatan nyawa rakyat. Ini bukti mereka mengabaikan rakyat dan lebih mementingkan para kapaitalis.
Wabah corona telah membuka mata semua orang. Salah satunya bahwa sistem pemerintahan yang berdasarkan sistem kufur akan membawa kerusakan. Bahkan seringkali kebijakan yang diambil merugikan rakyat. Penguasa negeri ini lebih berpihak kepada segilintir pengusaha.
Lain halnya dengan Islam yang diterapkan. Dipimpin oleh pemimpin yang memiliki ketakwaan yang tinggi. Yakin bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Menyembuhkan dan terus berikhtiar untuk kesembuhan. Tidak meremehkan penyakit yang terjadi saat ini. Wajib bagi pemimpin untuk mengurusi urusan umat baik dalam kondisi normal maupun darurat. Seharusnya pemimpin mengerahkan segala tenaga dan upaya untuk mengatasi pandemi corona. Bukan memberikan kebijakan yang merugikan rakyat. Serta sibuk mengeluarkan pernyataan 'ngawur'.
Hakikatnya, mengatasi corona dibutuhkan sistem yang benar, yakni sistem yang menjadikan syariat Islam sebagai aturan hidup. Aturan yang menyelesaikan permasalahan hidup secara tuntas. Sistem yang melahirkan seorang pemimpin yang meriayah umatnya. Memastikan setiap umat tercukupi segala kebutuhan hidupnya. Seorang pemimpin yang juga menjaga ucapan selayaknya ciri orang beriman. Dengan demikian negara melaksanakan hak dan kewajibannya dalam megurusi umat. Waallahu a'lam bis shawwab.
*(Pemerhati Masyarakat)
Tags
Opini