Oleh : Tutty Amalia (Founder Kuliah Online WAG MQ Lovers Bekasi)
Wacana diterapkannya pembelajaran secara tatap muka di lembaga-lembaga sekolah negeri maupun swasta pada daerah berstatus zona hijau pada tahun ajaran baru 2020-2021 banyak mengundang kekisruhan di hati para orangtua. Meski demikian, tidak dapat dihindari, khusus daerah yang berstatus zona kuning dan zona merah metode pembelajaran jarak jauh atau daring akan tetap diberlakukan.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Hamid Muhammad melalui video konferensi mengatakan, "Zona merah dan zona kuning masih menerapkan pembelajaran online. Untuk pembukaan sekolah dan pembelajaran tatap muka di daerah yang berstatus zona hijau, nanti itu yang akan menentukan adalah gugus tugas” Kamis (28/5/2020). (bisnis.com)
Hamid menyarankan siswa yang pergi ke sekolah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, dengan menjaga jarak, pakai masker, jaga kebersihan, maksimal 15 hingga 18 siswa per kelas. Namun, tetap saja memunculkan kekhawatiran yang luar biasa bagi para orangtua terkait kesehatan anak-anak mereka nantinya. (tribunnews.com)
Kepala Biro Kerja sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani menjelaskan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan segera dimulai sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan seperti tahun sebelumnya yaitu pekan ketiga Juli 2020. Pembukaan sekolah akan dilakukan secara hati-hati. Kesehatan dan keselamatan siswa sekolah akan menjadi prioritas utama. Meskipun metode pembelajaran jarak jauh akan menjadi pilihan utama bagi sebagian besar lembaga sekolah. (merdeka.com)
Sayangnya, optimisme atas rencana Kemendikbud ini bukanlah angin surga yang pantas kita sambut dengan sukacita. Pandemi Covid-19 belum juga teratasi dengan baik, bahkan dapat dikatakan masih berpotensi memburuk akibat karut-marut birokrasi dalam koordinasi penanganannya. Ditambah pernyataan dari Dr. Aman B Pulungan kepada Hellena Souisa dari ABC News di Melbourne. Tidak pernah ada dokter anak yang mengatakan anak tidak rentan atau COVID-19 tidak berakibat fatal pada anak, jadi berarti ada ignorance dan unawareness pada kesehatan anak Indonesia selama ini. (detik.com)
KPAI pun meminta Kemendikbud dan Kemenag belajar dari negara lain dalam langkah pembukaan sekolah (nasional.okezone.com, 27/05/2020). Di Finlandia, China dan Perancis, sekolah telah menjadi klaster baru penyebaran virus covid-19 kepada anak-anak dan guru.
Banyak pertanyaan dari para wali murid perihal jadwal masuk sekolah, di samping itu sekolah masih menunggu kepastian dari Dinas Pendidikan setempat. Pada akhirnya sekolah menjadi bingung untuk mengambil keputusan. Kebijakan yang masih tarik ulur ini membuktikan gagapnya pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan pendidikan di tengah wabah.
Masih terngiang kehebohan drama mudik dan pulang kampung yang sempat membuat rakyat dilematis. Sekarang muncul lagi wacana pembukaan sekolah di tengah pandemi, sontak mengundang keraguan dari berbagai pihak. Terutama para orang tua siswa yang mengkhawatirkan keamanan kesehatan anak-anak mereka.
Negeri berlambangkan burung garuda ini terlalu tamak menantang wacana new normal. Kegagahan burung Garuda sama sekali tidak mencerminkan gagahnya sebuah negara. Sudahlah tidak memiliki persiapan yang memadai, juga tidak mengukur kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. jika memang benar kebijakan masuk sekolah di tahun ajaran baru ini dipaksakan, maka akan semakin berpotensi tinggi pada peningkatan angka pasien positif Covid-19 dari kalangan anak-anak.
Kondisi ini sungguh menunjukkan bahwa penguasa jauh dari kata serius dan niat baik untuk mengurusi rakyat khususnya para peserta didik. Mereka hanya sibuk mengamankan kepentingan masing-masing. Tanpa berpikir berbagai dampak yang timbul akibat adanya kebijakan plin-plan. Di samping tumpang tindih kebijakan yang overload klarifikasi.
Ide sekolah dibuka kembali hanya bagian dari upaya pemulihan kondisi sosial ekonomi tanpa melihat aspek keselamatan bagi peserta didik karena dilakukan tanpa diiringi pemastian bahwa virus tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi.
Rasulullah Saw dahulu pernah bersabda kepada umatnya ketika pernah terjadi wabah penyakit lepra, “Larilah dari orang yang sakit lepra, sebagaimana kamu lari dari singa.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud lari di sini adalah melakukan physical distancing atau menjaga jarak dan menjauh dari orang yang sudah terkena penyakit menular, agar kita tetap terhindar dari penyakit tersebut. Sampai wabah benar-benar nol kasus.
Penularan covid-19 di Indonesia masih sangat rawan, maka kita harus terus mengusahakan agar tidak semakin banyak anak-anak yang tertular virus ini. Seharusnya Pemerintah meninjau ulang kembali kebijakan new normal. Juga mengupayakan pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk menentukan status infeksi dan terus melakukan penelusuran kontak (contact tracing) untuk mengetahui mana warganya yang sakit dan mana yang sehat. Melanjutkan tindakan karantina dan isolasi, serta pembatasan fisik agar anak-anak tidak ikut tertular. Selain itu, kegiatan pendidikan anak usia dini sebaiknya dilakukan di rumah dalam lingkungan keluarga dalam bentuk stimulasi berbagai ranah perkembangan dalam lingkungan penuh kasih sayang oleh anggota keluarga yang sehat.
Sebagaimana sahabat Amr bin Ash dengan kecerdasannya mampu menyelamatkan Syam dari wabah. Amr bin Ash berkata: “Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Maka hendaklah berlindung dari penyakit ini ke bukit-bukit!” Saat itu seluruh warga mengikuti anjuran sahabat Amr bin Ash dan para pengungsi terus bertahan di dataran-dataran tinggi hingga sebaran wabah mereda dan hilang sama sekali. Inilah bentuk ikhtiar yang paling efisien yang bisa negara ini contoh selain berdoa memhon ridho dari Allah agar wabah penyakit menular yang melanda segera diangkat kembali, dan kehidupan pun kembali normal seperti sedia kala.
Yang harus diingat, anak adalah aset generasi bangsa. Mewujudkan generasi yang sehat dan berkualitas sudah menjadi tanggung jawab negara. Kebijakan new normal jangan sampai mengorbankan anak-anak dan membiarkan penularan Covid-19 berjalan tanpa ada pencegahan yang signifikan. Kita tentu tidak mengharapkan anak-anak kita menjadi generasi yang sakit dan lemah secara fisik.