Oleh : Salma
(Ibu Rumah Tangga)
Di zaman modern peran kaum perempuan di berbagai bidang kehidupan tak bisa dinafikan lagi. Hal tersebut juga ditunjang dengan pendidikan, keterampilan serta kemampuan yang mereka miliki. Mereka sanggup bekerja pada semua level kedudukan. Untuk saat ini banyak perempuan keluar untuk bekerja. Ada yang bekerja karena membantu menambah penghasilan, sudah tidak memiliki suami (janda), ingin punya penghasilan sendiri hingga ada juga yang merasa dengan bekerja kedudukan dan kehormatannya sebagai perempuan dihormati laki-laki serta beragam alasan lainnya.
Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga (qowwam). Tapi di zaman semakin maju dan penuh dengan emansipasi, banyak perempuan yang berfikir bahwasanya perempuan ingin disamakan dengan laki-laki dalam bekerja dengan berpenghasilan lebih besar dari suami. Mereka umumnya berargumen,”kalau laki-laki bisa perempuan juga bisa”. Tak heran dulu sopir hanya dilakukan laki-laki sekarang sudah banyak perempuan, dulu pemain sepak bola laki-laki sekarang sudah banyak perempuan yang bermain dan mengikuti pertandingan sepak bola, dan beragam fakta lainnya. Begitulah potret kehidupan perempuan masyarakat dalam sistem kehidupan di luar Islam kaffah.
Perempuan dalam Sistem Kapitalisme Vs Sistem Islam
Dalam sistem kapitalisme, perempuan dibiarkan bebas menjalankan kehidupan sebagaimana laki-laki. Perempuan diperlakukan sebagai komoditas dan mesin pencetak uang. Oleh karena itu, tak heran kasus pelecehan, kekerasan dan pemerkosaan terhadap perempuan kian marak.
Dalam sistem kapitalisme perempuan dianggap sukses dan berdaya apabila menghasilkan uang sendiri. Perempuan dituntut berkarir karena kesuksesan sesorang dalam sistem ini dinilai berdasarkan materi. Perempuan dihargai dengan taraf ekonomi dan status sosialnya. Banyak perempuan meninggalkan keluarganya untuk bekerja, baik secara terpaksa atau sukarela. Akibatnya, banyak anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.
Akibat lainnya, misal kenakalan remaja karena peran ibu sudah tidak ada dalam bangunan rumah. Seorang Istri atau ibu diibaratkan sebagai pondasi. Jika pondasinya kuat maka bangunan rumah akan kokoh dan kuat, jika pondasinya lemah maka bangunan rumah itu akan rapuh dan goyah. Memang inilah tujuan sistem kapitalis barat. Menjauhkan peran pertama dan utama sebagai pencetak generasi dan pengatur rumah tangga.
Dalam Islam laki-laki dan wanita punya fitrah, tugas yang Allah berikan khas yaitu beribadah pada Allah SWT. Taat kepada perintah dan menjauhi larangan Nya. Wanita dan lai-laki datang dalam bentuk fisik dan psikis yang berbeda, sekali bukan untuk dibandingkan tetapi dimuliakn sesuai fitrah.
Ada pula kewajiban sebagai laki-laki dan perempuan, ada beban yang hanya ditanggung laki-laki dan tidak perempuan begitu sebaliknya misalnya laki-laki berkewajiban mencari nafkah sedangkan perempuan mencari nafkah hukumnya mubah. Perempuan mengandung, melahirkan dan menyusui beban ini sampai kapanpun tidak dapat ditanggung laki-laki.
Tugas seorang perempuan dalam Islam yaitu menjadi perempuan shaliha, istri yang taat, pendidik yang utama dan pertama. Diluar ke-3 tadi hanyalah peran tambahan misalnya ada istri yang taat, ibu yang hebat, nyambi jadi guru, dokter atau lainya. Karena itu Islam tidak melarang wanita berpendidkan tinggi karena dengan wanita berpendidikan tinggi kita bisa saling membantu mengingatkan dalam ketaatan. Jadilah perempuan yang hebat tanpa menyalahi kodrat, berpendidikan tinggi bukan untuk menyaingi laki-laki tapi melahirkan generasi yang unggul dan hebat.
Dalam Islam laki-laki dan perempuan memang berbeda tetapi perbedaanya tidak berarti Allh melebihkan satu dengan yang lainnya melainkan keduanya agar saling melengkapi, bekerja sama dan tolong menolong. Masyaallah semakin rindu hadirnya Islam sebagai aturan yang membuat manusia terjaga kehormatan dan kemuliannya.[]. Inysa Allah. aamiin