Siti Masliha, S.Pd
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Pandemi Corona yang melanda negeri kita ini grafiknya masih naik turun, menunjukkan ini belum berakhir. Pemerintah sebagai nahkoda, mempunyai hak untuk mengeluarkan kebijakan dalam mengatur rakyatnya. Namun faktanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama ini sangat membingungkan rakyat.
Pemerintah tidak memberlakukan Lockdown dengan alasan ekonomi dan budaya setiap negara berbeda-beda. Pemerintah tidak menggubris meski setiap daerah mengusulkannya.
Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Lagi-lagi kebijakan ini tidak diiringi dengan tindakan yang tegas. Di sisi lain pemerintah membuka fasilitas-fasilitas umum seperti bandara, stasiun, pasar, mall dan lain sebagainya. Akibatnya lonjakan Virus Corona terjadi di berbagai daerah.
Lebih mencengangkan, pemerintah berencana membuka kembali sekolah di awal tahun ajaran baru, juli mendatang. Namun hal ini mendapatkan respon negatif dari semua pihak. Salah satu yang merespon negatif kebijakan pemerintah ini adalah Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). FSGI mengusulkan belajar dari rumah secara online atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) diperpanjang hingga Desember, jika kasus virus corona (Covid-19) masih tinggi. Federasi itu juga mengkhawatirkan soal potensi klaster baru corona di sekolah jika sekolah dibuka.
Hal ini dilontarkan FSGI merespons wacana pembukaan sekolah pada Juli 2020 untuk daerah aman dari corona yang diungkapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Agar kondisi benar-benar aman dan sehat, maka opsi yang patut dipilih Kemendikbud dan Kemenag adalah dengan memperpanjang masa PJJ selama satu semester ke depan sampai akhir Desember, atau setidaknya sampai pertengahan semester ganjil," tutur Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim (CNNIndonesia.com, 28/5/2020).
Jangan sampai Indonesia seperti negara-negara lain yang terjadi lonjakan korban gara-gara pembukaan sekolah. Seoul Korea Selatan yang menutup kembali sekolah karena lonjakan virus corona. Lebih dari 200 sekolah di Korea Selatan tutup lagi setelah beberapa hari sempat dibuka, karena ada lonjakan baru dalam kasus virus corona.
Sebelumnya, ribuan pelajar Korsel kembali ke sekolah usai pembatasan dilonggarkan. Akan tetapi hanya sehari kemudian ada 79 kasus baru dicatat, yang merupakan jumlah harian tertinggi dalam dua bulan. (Kompas.com, 27/5/2020).
Rencana pembukaan sekolah kembali memperlihatkan, bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sangatlah tidak matang dan tanpa pertimbangan. Jika pembukaan sekolah ini positif digolkan maka sekolah akan menjadi cluster baru penyebaran virus corona. Jika ini terjadi dan dipaksakan dampaknya kita akan kehilangan ribuan generasi. Kita sudah banyak kehilangan dokter, NaKes dan guru besar yang butuh waktu panjang untuk melahirkan mereka.
Kebijakan pemerintah yang tidak tegas ini sangat berbanding terbalik dengan kebijakan yang diambil oleh pemimpin Islam. Wabah penyakit pernah terjadi di masa Umar Bin Khatab. Beliau tidak membiarkan satu nyawa rakyatnya menjadi korban. Dengan sikap yang tegas Umar mengeluarakan kebijakan berikut langkah-langkah dalam memutus mata rantai penyebaran wabah penyakit adalah sebagai berikut:
Dalam kitab Ash-Shahihain diceritakan, suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab Ra mengunjungi negeri Syam. Dia kemudian bertemu dengan Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat lainnya. Umar mendapat laporan bahwa negeri tersebut sedang terkena wabah penyakit, seperti wabah kolera.
Beliau bermusyawarah dengan mendengar masukan dari para sahabat-sahabatnya dan kaum Muslim saat itu. Abdurrahman lalu berkata, "Saya tahu tentang masalah ini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya."
Umar telah mempraktikkan sendiri apa yang pernah beliau ucapkan. Yaitu, nasihatnya ketika manusia menghadapi masalah. Pertama, menyelesaikan masalah dengan idenya yang justru semakin merusak. Kedua, menyelesaikan masalah dengan berkonsultasi dan memusyawarahkan kepada yang lebih ahli. Ketiga, bingung dan tidak menyelesaikan masalah, tetapi tidak mau mencari solusi dan tidak mau mendengar saran dan solusi orang lain.
Umar mengambil langkah kedua, dia bermusyawarah meminta pendapat para sahabat dari kalangan Anshar maupun Muhajirin. Intinya, dia melibatkan orang-orang yang dianggap memiliki keahlian karena yang dipanggil adalah para pemukanya. Apalagi, setelah Umar mendapat penjelasan dari salah seorang sahabat Nabi yaitu Abdurrahman bin Auf yang menyampaikan bagaimana petunjuk Nabi Muhammad ketika menghadapi wabah penyakit dan bagaimana menyelesaikan dan memutus mata rantai wabah penyakit itu.
Umar sama sekali tidak mengambil langkah pertama selaku orang yang mengambil keputusan yang merusak. Umar juga tidak mengambil langkah yang ketiga yaitu seorang yang bingung ketika menghadapi masalah.
Selain itu, Umar juga memberikan nasihat kepada kita. Bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan sebuah masalah. Untuk menyelesaikan masalah, seorang pemimpin juga sama sekali tidak diperbolehkan untuk menyepelekan suatu masalah, sebab dampaknya akan terus menerus.
"Masalah tidak bisa diselesaikan, kecuali dengan ketegasan tanpa paksaan, dan dibarengi dengan cara lembut tapi tidak disepelekan,” begitu kata Umar.
Di sinilah bobot keputusan Umar yang sangat bagus untuk diteladani. Dan, ada satu lagi nasihat Umar dalam mempertahankan eksistensi sebuah negeri. Di mana, dia memilih orang-orang yang terbaik untuk membangun suatu daerah yang dipimpinnya agar tidak rusak. Wallahu a'lam bish showwab.
Tags
Opini