Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Dilansir dari CNN Indonesia, 14 Juni 2020, ditemukan puluhan Kartu Indonesia Sehat ( KIS) di Jepara. Mungkin si pembuang kartu lupa bahwa membuang sampah sembarangan bisa dikenai denda hingga 20 juta rupiah, sesuai dengan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada Pasal 29 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan.
Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah salah satu dari beberapa janji Presiden dan Wakil Presiden pada saat kampanye Pilpres. Tentu pembuangan puluhan KIS di tempat pembuangan barang bekas di Desa Bumiharjo, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menjadi tanda tanya besar tentang siapa pelakunya dan apa motiv dibelakangnya.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kudus Maya Susanti saat, mengatakan," Ini kami sedang melakukan koordinasi dengan polres dan memvalidasi status kartu kembali tersebut apakah memang benar nama peserta yang tertera di kartu tersebut belum menerima Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)".
Apabila ditemukan unsur kesengajaan oleh oknum tertentu, BPJS Kesehatan akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memohon bantuan pihak kepolisian untuk segera mengusut kasus itu tambah Maya Susanti.
Kasus pembuangan KIS ternyata tak hanya terjadi sekali, sebagaimana dilansir detikNews, pada tanggal 24 Juli 2017 telah terjadi pembuangan KIS di Blitar. Puluhan kartu asal Surabaya diantaranya beralamat Wonocolo, Bendul Merisi, dan Siwalan Kerto. Padahal pendistribusian kartu Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) melibatkan 3 perusahaan ekspedisi.
Jika ini sebuah keteledoran tentu sangat disayangkan sebab kartu Indonesia sehat menyangkut data mereka yang berhak menerima fasilitas kesehatan dari pemerintah. Jika pengurusan data dan pendistribusiannya tidak bisa maksimal , bagaimana pelayanan kesehatan bisa diterima oleh masyarakat secara optimal pula?
Lemahnya pengawasan negara sama seperti lemahnya penanganan terhadap masalah kesehatan masyarakat. Pengadaan kartu sehat Indonesia sebetulnya adalah upaya setengah hati dari pemerintah dalam rangka menciptakan kesehatan bagi rakyatnya. Pada faktanya belum semua individu rakyat menerima manfaat kartu Indonesia sehat, itu artinya penerima kartu ini masih menciptakan kesenjangan.
Padahal, kesehatan adalah hak dari rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Maka butuh sebuah sistem yang bisa menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat dalam bidang kesehatan , diantaranya penyediaan fasilitas kesehatan yang mudah terjangkau masyarakat, sarana dan prasarana yang terbaik obat-obatan dan tenaga kesehatan yang mumpuni . Demikian juga negara harus menyediakan pendidikan, dimana outputnya mampu terjun ke masyarakat sebagai tenaga kesehatan yang ahli dan bertakwa. Tak sekedar praktek untuk memenuhi kebutuhan materi namun juga sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Kita tahu juga sebetulnya dalam aspek kesehatan negara kita tidak benar-benar mandiri tetapi sangat tergantung pada negara asing. Lihat saja bagaimana kasus mantan menteri kesehatan Siti Fadilah terkait dengan pengadaan vaksin. Atau ratifikasi himbauan WHO untuk New Normal Life, padahal Indonesia samasekali belum siap. Kurva puncak penyebaran virus saja belum terlampaui, bagaimana bisa sudah diputuskan aman ? Pandemi Covid-19 hari ini ini semakin membuktikan bahwa tidak adanya keseriusan pemerintah maupun dunia mengatasinya. Orientasi mereka hanya takut ekonomi makin memburuk, tak peduli bagaimana sebuah nyawa sangatlah berharga hingga teh mendzaliminya.
Sangatlah tidak mungkin jika keberadaan vaksin menjadi langka sebab penelitian terhadap virus Corona terus diadakan, bahkan sebelum Corona ini menjadi pandemi, berbagai penelitian dan riset telah dilakukan di berbagai universitas di seluruh belahan dunia . Namun semua terganjal dengan otoritas negara adidaya terhadap negara-negara pengikutnya . Mereka mendominasi dalam hal legalitas maupun distribusinya.
Maka wajar jika Covid-19 hingga hari ini belum juga menunjukkan penurunan inkubasinya bahkan menjadi semakin bertambah luas wilayah yang menjadi tempat penyebarannya. Kartu Indonesia Sehat sendiri tidak bisa menjamin semua penyakit bisa diatasi dan di cover oleh pemerintah sebab pendanaannya terbatas . Hany diambil dari APBN dan APBD setiap wilayah.
Menjamin kesehatan masyarakat tak pelak membutuhkan biaya yang cukup banyak maka negara sebagai sebuah institusi penjamin kebutuhan rakyat harus memiliki mekanisme pendapatan yang sumbernya pasti dan berlimpah. Bukan dari pendapatan terbatas pula yang berupa pajak dan utang negara. Sebagaimana masa kekhilafahan ada yang disebut dengan Baitul mal. Ini merupakan pos pendanaan negara bagi seluruh kebutuhan rakyat . Baitul mal berasal dari harta, zakat ,jizyah ,kharaj dan pengelolaan kepemilikan negara dan umum.
Dengan jelasnya sumber dana juga siapa -siapa yang bakal menerima dana tersebut maka negara mampu mengcover biaya kesehatan tanpa pandang bulu ,ras maupun strata. Sepanjang ia berstatus warga Negara Daulah entah itu Muslim maupun non-Muslim , kaya maupun miskin semua berhak menerima pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi.
Sistem yang demikian tidak terdapat dalam kapitalisme maupun sosialisme. Sistem yang sempurna itu hanya ada dalam Islam. Hanya dengan berlandaskan pada dalil haramnya menimbulkan dhoror ( bahaya) baik bagi diri sendiri maupun orang lain , negara hadir 100% sebagai junnah atau perisai bagi rakyatnya. Wallahu a' lam bish Showab.
Tags
Opini