Iuran BPJS Naik di Tengah Pandemi; Sangat Tak Sesuai dengan Hati Nurani



Oleh : Tri Silvia
Pandemi masih terjadi, jumlah korban pun makin lama makin menjadi. Hampir menyentuh angka 27 ribu tentunya bukanlah angka yang sedikit dengan jumlah penambahan yang cukup signifikan dari hari ke hari. Ketidakkonsistenan kebijakan Pemerintah ditambah dengan nihilnya kedisiplinan warga, menambah daftar panjang kemungkinan ledakan jumlah positif covid-19.

Banyak sekali dampak negatif yang dirasa oleh masyarakat akibat keberadaan covid-19, terutama dalam hal perekonomian. Berkurangnya tingkat konsumsi masyarakat, penutupan berbagai tempat usaha, pengurangan jumlah karyawan hingga pemecatan menjadi momok yang menghantui masyarakat. Pasalnya, Pemerintah yang harusnya menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat justru berlepas tangan, berusaha untuk menghindar dengan berbagai cara. Alhasil masyarakatpun harus pontang-panting mencari penghasilan di tengah maraknya pemecatan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan. 
Di tengah kondisi saat ini, seharusnya ada insentif dan toleransi yang diberikan kepada masyarakat guna menyokong kehidupan sehari-hari mereka. Betul jika dikatakan bahwa Pemerintah sebenarnya telah memberikan insentif berupa bantuan tunai dan sembako bagi warga yang membutuhkan, namun sayang menurut fakta yang ada di lapangan, bahwa pembagian bantuan yang dilakukan tidaklah merata dan cenderung tidak tepat sasaran. Nah, hal ini pun yang dirasa terjadi dalam kebijakan pemerintah terkait iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kemasyarakatan) saat ini.
Sebagaimana yang disebutkan dalam tribunmakassar.com (15/5/2020) bahwa pemerintah bersikukuh tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan, meskipun saat ini masyarakat sedang menghadapi kesulitan di tengah wabah corona. Walaupun pemerintah mengklaim hanya menaikkan tarif iuran BPJS kelas I dan II, hal tersebut tetap saja sangat disayangkan. Pasalnya pemerintah yang seharusnya mengayomi dan memiliki tanggungjawab mengurusi, kini justru berusaha mengambil untung di tengah penderitaan masyarakatnya sendiri. 
Usulan untuk menaikkan iuran BPJS saat ini sebenarnya bukanlah kali pertama. Pada akhir tahun lalu Pemerintahan Jokowi sempat ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomer 75 Tahun 2019. Walaupun kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung, Pemerintah tak kalah cara, alhasil dibuatlah Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi kebijakan menaikkan iuran BPJS kali ini. 
.
Adapun tarif kenaikan iurannya adalah sebagai berikut: Peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000. Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
.
Banyak alasan yang dikemukakan oleh Pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS, salah satunya adalah untuk memberikan perlindungan yang lebih kepada masyarakat secara menyeluruh. Selain itu, agar program tersebut tetap berjalan dengan sehat dan berkesinambungan. "Penyesuaian iuran JKN lebih supaya program berkesinambungan dan memberikan layanan tepat waktu serta berkualitas termasuk terjangkau untuk negara dan masyarakat," kata Kunto di acara yang sama.
.
Kebijakan ini sudah pasti sangat tidak sesuai dengan hati nurani. Pasalnya, seorang pemimpin yang baik itu sudah seharusnya memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi rakyatnya secara cuma-cuma. Bukan justru mengambil tarif darinya apalagi mengambil keuntungan daripadanya. Subsidi bagi pengguna BPJS kelas III yang notebene adalah peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja dijadikan dalih yang lantas jadi pembenaran atas kebijakan yang dilakukan, padahal di dalam peraturannya saja. Dituliskan tidak ada kompensasi apapun, termasuk bagi peserta BPJS kelas III. Entah seperti apa implementasinya, yang jelas mereka mengklaim tarif tidak akan naik bagi peserta tersebut.
.
Selain tak sesuai dengan hati nurani, kebijakan ini amat bertentangan dengan ajaran Islam. Islam sebagai rahmat semesta alam sangat menghargai jiwa manusia, terutama kaum muslimin. Islam memerintahkan kepada para pemimpinnya untuk senantiasa taat kepada Allah dan bertanggung jawab atas segala urusan kaum muslimin, termasuk dalam hal kesehatan. Dari al-Barra' bin Azib radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
.
Begitu luar biasa perumpamaan yang diberikan, hingga satu nyawa manusia saja dihargai dengan hilangnya dunia. Bagaimana jika yang hilang adalah ribuan, puluhan ribu hingga jutaan manusia seperti saat ini? Naudzubillahi min dzalik. Apalagi jika kita mampu melihat salah tatanan negara sedari awal sebelum menyebarnya Pandemi. Para pemimpin harus bertanggung jawab atas hal tersebut dan berkewajiban untuk menyegerakan berbagai upaya untuk menghilangkan wabah serta menjamin pelayanan terbaik untuk masyarakat, meliputi berbagai kebutuhan dasar seperti makan dan minum, pengobatan, keamanan dan kesehatan. Bukan justru mengkapitalisasi nya dan mengambil keuntungan darinya.
.
Pemimpin kiranya bisa mengayomi dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat dalam setiap lini masa, baik pada saat-saat biasa maupun saat terjadi wabah selayaknya saat ini. Pemimpin yang baik tidak boleh menzalimi rakyatnya, sebagaimana disampaikan dalam hadis yang artinya, “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
.
Sungguh, hanya dengan aturan Islam lah semua masalah mampu diselesaikan, dengan jalan yang memuaskan akal, sesuai fitrah dan menentramkan hati. Yang mana dengan penerapannya, tidak akan ada lagi kebijakan-kebijakan zalim yang tak sesuai naluri. Semoga Allah menyegerakan hidayah dan pertolongan-Nya melalui penerapan kembali syariah kaffah di muka bumi.
.
Wallahu A'lam bis Shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak