Oleh: Eneng Rosita
Ibu Rumah Tangga
Dunia masih disibukan dengan virus Corona ( Covid- 19 ), virus yang sangat mematikan walaupun ukurannya sangat kecil namun virus ini mampu melumpuhkan dan membuat gelagapan berbagai negara seperti Amerika, Cina, Perancis dan lain-lain termasuk Indonesia. Bagaimana tidak, solusi yang ditawarkan untuk menangani kasus ini, sampai saat ini belum menunjukan hasil yang maksimal.
Misalnya di negeri ini penyebaran Covid-19 sangatlah memprihatinkan, terutama Jakarta dan di kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Medan , Surabaya dan yang lainnya. Pertumbuhan jumlah pasien baru teruslah bertambah dari hari ke hari dan sampai dengan 8 juni kemarin pasien sudah mencapai 32.033 orang, jumlah yang masih penanganan 60,1% ( kasus aktif) sedangkan jumlah kematian pasien sudah mencapai 1.883 orang ( tirti.id )
Tapi anehnya dalam situasi seperti ini pemerintah justru akan menyiapkan protokol untuk menghadapi"NEW NORMAL'' atau situasi normal atau juga bisa disebut Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Menurut Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, protokol yang dibahas adalah upaya mengurangi PSBB yang bertujuan untuk memulihkan produktivitas, Elshinta.com (Rabu, 20 Mei 2020). Disini nampak jelas arah kebijakan yang diambil yaitu lebih menitikberatkan pada sisi ekonomi dibandingkan menyelamatkan nyawa rakyat.
Banyak para ahli yang mengingatkan bahwa virus ini sangat membahayakan jiwa atau pun nyawa, salah satunya seperti yang dituturkan oleh sejarahwan J Alexander Navarro dari pusat sejarah kedokteran Universitas of Michigan, Amerika Serikat dalam sejarahnya pelonggaran pembatasan sosial yang terlalu cepat dinilai menjadi sebab ledakan gelombang kedua pandemi flu Spanyol pada masa lalu yang mengakibatkan jumlah korban meninggal sangat besar (Kompas.id, Jumat, 29 Mei 2020).
Ledakan gelombang kedua Covid-19 juga dikhawatirkan akan terjadi. Di Perancis, ketika dilakukan new normal, terjadi ledakan kasus baru dalam sehari. Di Korea Selatan setelah dibuka, sehari kemudian ada 79 kasus baru Covid-19. Sebanyak 251 sekolah ditutup kembali.(Bbc.com/Indonesia, Jumat 29 Mei 2020).
Apa yang terjadi di muka bumi, dalam hal ini adalah wabah tiada lain adalah kehendakNya, dan bagian dari qadha'( ketetapan Allah Swt.) yang tak bisa di hindari dan ditolak, seperti kematian, kelahiran, atau pun rejeki. Tetapi cara atau sistem apa yang dilakukan untuk mengatasi dan mengendalikan wabah atau qadha' adalah pilihan ada dalam ikhtiar manusia. Tapi kenyataannya para pemimpin lebih mengutamakan keselamatan perekonomian dibandingkan dengan keselamatan nyawa atau kalau dalam bahasa lain adalah lebih memilih menerapkan sistem Kapitalisme (mengedepankan keuntungan dan manfaat) dan yang lebih menghawatirkan banyak pendapat dari para penguasa yang seolah-olah menyepelekan wabah ini seperti angka kematian masih dalam batas wajar, virus corona dianggap sebagai istri atau kita harus berdamai dengan virus corona. Yang artinya nyawa manusia dinomor duakan bahkan ribuan nyawa dianggap belum ada apa-apanya.
Dari sisi penjagaan dan pemeliharaan agama, lebih miris lagi. Banyak masjid ditutup dan tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat dengan alasan demi keselamatan dan mencegah penyebaran virus Covid-19. Tetapi tidak dibarengi dengan penutupan tempat keramaian lain seperti mall, bandara, stasiun,pasar dan lain-lain. Padahal di tempat-tempat tersebut yang notabene lebih ramai dari pada masjid malah dibiarkan tetap berjalan normal atau tidak bena-benar tutup. Sehingga wajar jika banyak yang menilai negatif terhadap kebijakan tersebut, karena terkesan kurang peduli terhadap nyawa rakyat.
Begitulah ketika standar yang digunakan oleh para pemangku kebijakan jauh dari nilai-nilai Islam. Sudah pasti kemadharatan yang ditimbulkan bukan maslahat. Padahal dari awal semestinya pemerintah cepat tanggap sehingga korban positif Covid-19 dapat diminimalisir.
Dalam pandangan Islam semua permasalahan yang ada di muka bumi ini sudah ada solusinnya tinggal kita mau menerapkkannya atau tidak. Seperti yang terjadi saat ini, ketika terjadi wabah Rasulullah Saw. dan juga para sahabat telah memberikan contoh bagaimana seorang pemimpin mengambil kebijakan untuk menghindari wabah. Karantina atau isolasi pada daerah terdampak wabah adalah solusi yang tepat dan terbukti dapat memutus mata rantai penyebarannya. Sedangkan daerah lainnya tetap dibiarkan agar tetap produktif.
Nabi Muhamad SAW bersabda : ''Jika kalian mendengan wabah di suatu wilayah janganlah kalian memasuki wilayah tersebut dan jika terjadi wabah di tempat kalian berada janganlah kalian keluar dari wilayah itu." (HR al-Bukhari)
Karantina atau isolasi tersebut tentu dengan tidak mengabaikan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Dalam hal ini pemerintah atau penguasa yang harus mengendalikan atau menjamin kebutuhan rakyatnya karena mereka mempunyai tanggung jawab atau amanah atas rakyat yang dipimpinnya.
Islam memandang nyawa seseorang amatlah berharga apalagi nyawa banyak orang benar-benar dimuliakan dan dijunjung tinggi. Karena menghilangkan satu nyawa manusia disamakan dengan membunuh seluruh manusia (TQS al- Maidah {5}:32)
Kesempurnaan Islam tiada bandingannya di muka bumi. Lengkap dengan seperangkat aturannya mampu menyelesaikan segala macam problematika di segala aspek kehidupan. Tidak ragu lagi umat saat ini harus menyadari bahwa sistem Kapitalisme telah nyata tidak mampu menyelesaikan permasalahan termasuk dalam menangani wabah, tidak mampu menjaga jiwa, agama dan juga harta. Hanya Islam dan syariahNya yang bisa mengatasinya. Apapun yang terjadi saat ini kita harus benar-benar bersabar dan ikhlas karena itu semua adalah bagian dari qadla Allah yang baik buruknya dari Allah. Serta berikhtiar maksimal dengan berjuang untuk menegakan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah, niscaya kesejahteraan akan kita raih.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Tags
Opini