Oleh : Siti Saodah, S.Kom
(Aktivis Remaja Generasi Peradaban Islam)
Hukuman yang dijatuhkan kepada para tersangka kasus penyiraman air keras ke Novel Baswedan menuai polemik di masyarakat. Pasalnya hukuman yang dijatuhkan tak setimpal dengan perbuatan para tersangka yang telah membuat cacat permanen mata Novel Baswedan. Seperti diberitakan media dua tersangka dituntut hukuman satu tahun penjara.
Seperti dikutip dari m.detik.com bahwa dalam fakta persidangan para terdakwa tidak menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa mengaku hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke tubuh korban. Namun hal tersebut mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa mata kiri Novel Baswedan tidak berfungsi kembali alias cacat permanen, ujar Jaksa saat membacakan tuntutan di persidangan.
Jaksa juga menyebut bahwa dakwaan primer tidak terbukti sehingga Jaksa hanya menuntut dakwaan subsider. Ketika dimintai keterangan seusai persidangan Jaksa mengatakan bahwa alasan selanjutnya memberikan tuntutan ringan dikarenakan terdakwa sudah meminta maaf ke Novel Baswedan dan Keluarga. Rahmat Kadir dan Roni Bugis di tuntut Jaksa dengan hukuman satu tahun penjara, keduanya ini dinilai melanggar pasal 353 ayat 2 KUHP Juncto pasal 55 ayat 1 KUHP, dikutip dari m.detik.com.
Kasus yang mendera Novel Baswedan sejatinya telah berlarut – larut memburu para tersangka. Dua tersangka di tangkap saat kasusnya telah memasuki dua tahun. Seakan para penegak hukum hanya ingin memuaskan publik saja, sehingga tiba – tiba para tersangka tertangkap dengan mudah. Hal itu menuai tanda tanya publik terhadap para tersangka. Benarkah mereka adalah tersangka sesungguhnya ?
Ketidakadilan yang diterima Novel Baswedan semakin menampakkan suramnya penegakkan hukum negeri ini. Pasalnya dua tersangka hanya diganjar hukuman satu tahun penjara. Alih – alih mendapat hukuman berat, publik dikejutkan dengan statement Jaksa yang nyeleneh. Hal tersebut semakin membuat publik mengkritik terhadap hukuman yang ditimpakan ke dua tersangka.
Bobroknya hukum yang terjadi saat ini adalah buah hasil sistem kapitalis sekuler yang kini diemban negeri kita. Sistem yang menampakkan pemisahan agama dari pengaturan kehidupan. Hal ini jelas telah memberikan peluang kepada mereka yang memiliki kekuasaan modal besar untuk dapat melanggengkan kekuasaannya. Sehingga berbagai cara akan mereka lakukan demi mendapatkan kekuasaan terus bercokol atas namanya.
Tak cukup itu saja, kekuasaan yang diemban oleh para kapitalis semakin memperlihatkan bahwa hukum di suatu negeri dapat dimanipulasi sesuai kehendak mereka. Wajar saja jika dalam kasus Novel Baswedan ia tak mendapatkan keadilan hukum disebabkan tuntutan Jaksa yang terlalu ringan terhadap kedua tersangka. Tak akan ada keadilan dalam hukum kapitalis, siapa yang kuat dialah yang akan menang.
Maka islam hadir sebagai solusi permasalahan kehidupan. Bukan hanya sebagai agama bagi setiap umatnya namun ia adalah sistem hidup yang paripurna dalam menentukan keadilan dimuka bumi. Seperti dalam firman Allah Swt di dalam Qs. Al Maidah : 8 yang artinya :
“ Wahai orang – orang yang beriman ! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. “
Seperti dalam riwayat Nabi Saw pernah bersabda :
“Pada satu biji mata, diyatnya 50 ekor unta”
Hilangnya satu penglihatan mata wajib dikenakan diyat. Kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan merupakan tindakan kriminal dengan sanksi jinayat. Sedangkan jinayat adalah penganiayaan atau penyerangan terhadap badan yang mewajibkan qishash atau diyat (denda). Maka disini sudah jelas hanya islam yang mampu memberikan sanksi efek jera terhadap kedua tersangka.
Waalahualam bisshowab