Oleh : Ummu Aqeela
Di tengah pandemi virus corona atau covid-19, banyak yang terdampak di bidang ekonomi, terutama bagi warga yang ekonominya menengah ke bawah. Setelah sebulan lalu, Pemerintah memberikan bantuan listrik bagi pelanggan golongan Rumah Tangga (R1) 450 VA dan 900 VA subsidi. Kini beredar isu kenaikan tarif listrik bagi pelanggan diatas 900 VA yang tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat penting dan sebagai sumber daya ekonomis yang paling praktis pada saat ini. Bisa dibilang listrik telah menjadi kebutuhan pokok dalam setiap kegiatan manusia baik di rumah tangga maupun industri. Mulai dari peralatan dapur hingga mesin pabrik-pabrik besar bahkan pesawat terbang, semua memerlukan listrik. Saat ini kebutuhan pokok manusia yang satu ini sedang menjadi perbincangan khalayak, Sejumlah warga mengeluh tagihan listriknya bengkak tak lama setelah pandemi Corona (COVID-19) melanda Indonesia. Para warga ini menyampaikan keluhannya di berbagai media sosial. Rata-rata mengaku biaya listrik bulannnya naik dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, bahkan hingga 2x lipat.
Merespons keluhan-keluhan tersebut, PT PLN (Persero) angkat suara. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN.
"Pada intinya bahwa PLN itu tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah. Kan sudah ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. Jadi PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif," ujar Bob dalam konferensi pers bertajuk 'Tagihan Rekening Listrik Pascabayar', Sabtu (6/6/2020).
Bob menegaskan kenaikan tagihan listrik pelanggan terjadi karena adanya kenaikan pemakaian dari pelanggan itu sendiri.
"Kenaikan tarif ini murni disebabkan oleh kenaikan pemakaian dan kenaikan pemakaian ini murni disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dilakukan di rumah dibandingkan kegiatan sebelumnya pada era normal. Mungkin kita akan lihat juga bagaimana dengan new normal nantinya apakah juga mengalami kenaikan," tambahnya.
Ia juga membantah tuduhan adanya subsidi silang untuk pelanggan 450 VA maupun 900 VA. Sebab, terkait subsidi, hal itu bukan wewenang PLN. ( Liputan6.com, 07 Juni 2020 )
Perlu disadari bersama, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat adalah kewajiban yang harus dipenuhi pemerintah salah satunya adalah listrik. Namun tidak saat ini, layaknya jatuh tertimpa tangga pula, belum lagi rakyat bangkit menata ekonominya akibat pendemi yang sampai saat ini masih kita hadapi, ditambah lagi harus berfikir keras untuk memenuhi segala kebutuhan pokok sendiri, yang mau tidak mau harus terpenuhi dan penguasa abai akan hal itu. Ini bukti bahwa jargon Pemerintah berkerja untuk kepentingan rakyat dan kesejahteraan rakyat hanyalah tong kosong yang nyaring bunyinya. Karena fakta yang ada Pemerintah bekerja untuk kebutuhan dirinya dan golongannya. Sumber daya dan komoditas strategis yang seharusnya dapat dinikmati rakyat secara gratis justru dikuasai dan dimonopoli serta dijadikan ladang penghasilan para kapitalis.
Dalam negara Kapitalis apapun bisa dijadikan bisnis, bahkan posisi rakyat yg harusnya terperhatikan dan terpenuhi kebutuhan pokoknya oleh pemerintah malah menjadi komoditi utama untuk diperas dijadikan ladang penghasilan para kapitalis. Pemerintah tak ubahnya seorang sales untuk mempromosikan bisnis-bisnis ekonomi dan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari situ. Sehingga yang terjadi bentuk tanggungjawab negara dan para politisi terganti dengan adanya pengaruh para penguasa korporasi. Dengan dalih ingin memperbaiki dunia, maka para pebisnis memanfaatkan celah yang dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mendapatkan keuntungan. Melalui strategi pencitraan, masalah-masalah negara digunakan sebagai alat yang dianggap dapat meningkatkan pendapatan.
Melihat kondisi tersebut kapitalisme sesungguhnya merupakan sistem yang sama sekali tidak mampu menjamin kelangsungan hidup rakyat. Secara tidak langsung tugas negara telah diambil alih oleh para kapitalis. Keberhasilan kapitalisme mendorong masyarakat sebagai sosok yang konsumtif sebagai mana tujuan dari kapitalis untuk menciptakan budaya konsumerisme.
Berdasarkan hal di atas, pengelolaan kelistrikan nasional saat ini jelas sangat bertentangan dengan syara’.
Antara lain: Kebijakan energi yang memberikan peluang kepada swasta untuk mengelola dan menguasai sumber energi seperti minyak bumi, gas dan batu bara, Pemberian kewenangan kepada swasta untuk memproduksi listrik dengan sumber energi yang berasal dari barang publik yang kemudian menjualnya kepada PLN dengan harga ekonomis, Pengelolaan listrik dikelola oleh badan perseroan yang motif utamanya adalah mencari keuntungan.
Konsekuensinya, pelayanan hanya diberikan kepada mereka yang mampu untuk membayar, pada faktanya sebagian rakyat tidak mampu untuk mendapatkan aliran listrik dan sebagian lagi kesulitan untuk membayarnya. Profit penjualan listrik yang dikelola oleh PLN saat ini selain digunakan sebagai dana operasional perusahaan, juga disetorkan ke negara dan dicampur dengan sumber pendapatan lain untuk digunakan pada berbagai urusan kenegaraan seperti membayar hutang dan membayar gaji pegawai, proyek pengembangan listrik yang dilakukan oleh pemerintah banyak bergantung pada utang luar negeri, yang ini jelas-jelas dilarang dalam Syari’at Islam.
Berbeda dengan Islam yang mengharuskan seluruh aspek kenegaraan wajib diatur berdasarkan syariat Islam. Islam telah menegaskan bahwa listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori ’api’ yang merupakan barang publik. Rasulullah saw bersabda:
”Manusia berserikat pada tiga hal: air, api dan padang gembalaan.” (HR. Muslim dan Abu Daud)
Sebagian besar sumber energi dalam memproduksi listrik baik yang dikelola oleh PLN maupun swasta merupakan barang-barang tambang yang merupakan barang publik seperti minyak bumi, gas dan batu bara. Pengelolaan barang publik hanya diwakilkan kepada Khalifah untuk dikelola demi kemaslahatan rakyat, tidak boleh dimiliki apalagi dikuasai oleh swasta ataupun asing. Adapun mekanisme distribusinya sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad dan pendapat Khalifah. Dengan demikian, barang publik tersebut dapat digratiskan seperti air dan listrik, yang pendistribusiannya sesuai dengan kebutuhan rakyat tanpa ada yang diistimewakan atau dikecualikan.
Dengan demikian, sesungguhnya hanya Sistem Islamlah yang menjamin kehidupan yang mulia bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non muslim, selama mereka hidup di bawah naungan Khilafah. Khilafah akan menjaga keamanan dan kehidupan mereka meski mereka berbeda-beda bangsa, agama, dan ras. Siapa saja yang menjalankan sistem itu niscaya akan mendapat petunjuk dan menjalani kehidupan yang baik dan tenteram. Dan siapa saja yang mengambil sistem lain, maka Anda semua telah menyaksikan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami penganut sistem-sistem lain itu.
Wallahu’alam Bishowab.