Hanya Sistem Peradilan Islam yang Mampu Memberikan Keadilan Hukum




Oleh Ummu Ash Shofi



Peradilan terhadap penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akhirnya diputuskan. Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang merupakan anggota polisi aktif didakwa sebagai tersangka dan dikenai hukuman satu tahun penjara. Sontak hal ini membuat gaduh negeri. Penyelidikan yang berlangsung selama dua tahun harus usai dengan kasus tersangka yang tidak sengaja menyiramkan air keras ke wajah sang tokoh. Banyak spekulasi terjadi ditengah-tengah pemikiran masyarakat.

Bahkan, Novel sendiri tak yakin bahwa kedua pelaku adalah yang melakukan tindakan penyiraman tersebut. Novel menjelaskan, dirinya sudah bertanya kepada penyidik dan jaksa yang menangani kasus ini. Hasilnya, mereka tidak ada yang bisa menjelaskan kaitan pelaku dengan bukti. Novel juga telah bertanya kepada para saksi dan mereka menyatakan bahwa bukan keduanya yang melakukan tindakan tersebut (www.kompas.tv/16/06/2020). Peradilan terhadap Novel dinilai tidak rasional dan sekedar menunjukkan formalitas hukum yang ada di negeri ini. Bahkan peradilan ini bisa dikatakan hanya untuk memenangkan kemauan penguasa. Rakyat seakan ditunjukkan sebuah keadilan atas kasus tindakan kriminal yang menimpa tokoh tersebut meskipun memiliki cacat dalam penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.

Apa yang menimpa Novel Baswedan merupakan salah satu bukti atas kegagalan sistem demokrasi dalam mewujudkan keadilan bagi rakyat. Kasus ini juga menjadi bukti bahwa semua aspek kekuasaan demokrasi baik itu legislatif, eksekutif maupun yudikatif gagal dalam upaya menjaga negeri khususnya dalam memberantas korupsi. Sebab, Novel dikenal aktif dalam upaya memberantas korupsi dikalangan orang elit. Beliau juga aktif dalam mengkritisi sikap pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat.

Keadilan bagi seluruh warga negara sejatinya ada didalam sistem peradilan Islam. Dalam sistem peradilan Islam, putusan hukum yang dibuat oleh hakim atau qadhi harus berdasarkan syariat Islam. Kejahatan termasuk tindakan kriminal adalah perbuatan yang tercela dan dicela oleh Asy Syari' (pembuat dan penentu hukum) yakni Allah SWT. Sehingga akan mendapatkan dosa atau siksaan. Namun, sanksi juga tidak hanya didapat di di akhirat tapi juga di dunia. Keputusan sanksi di dunia ada ditangan hakim yang memutuskan perkara sesuai nash-nash al Quran atau hadis. 

Dalam kasus Novel diatas, berlaku hukum qishas sebagaimana firman Allah SWT yang tertera dalam al Quran surat al Maidah ayat 45 yang artinya, " Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim". 

Namun, sanksi di dunia hanya boleh dilaksanakan oleh Khalifah atau orang yang mewakilinya. Sanksi di dunia ini berfungsi sebagai zawajir yaitu pencegah dari kejahatan dan jawabir yaitu penebus dosa di akhirat. Sehingga, orang yang melakukan dosa dan mendapatkan sanksi di dunia maka Allah SWT akan menghapus dosanya dan meniadakan sanksi baginya kelak di akhirat. Sistem peradilan Islam hanya ada didalam sistem pemerintahan Khilafah. Khilafah sebagai negara penerap seluruh syariat Islam akan menegakkan hukum yang dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah SWT. 

Begitu pula dengan masyarakatnya. Individu muslim yang menjadi warga negara Khilafah selalu dijaga suasana keimanan mereka kepada Allah SWT agar tidak melakukan tindakan kejahatan. Kalau ada pelaku kriminal yang harus mendapatkan sanksi maka mereka juga menerima sanksi tersebut untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Hukum peradilan dalam Islam juga bersikap tegas, cepat dan praktis dalam menyelesaikan kasus pelanggaran hukum. Sehingga masyarakat akan mendapatkan penjagaan baik dalam  jiwa, raga, harta, keturunan, akal juga aqidah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak