Gak Sengaja Buta



Oleh: Irohima

Diksi “Aku nggak sengaja “ mendadak jadi populer dan digunakan sebagai tema dari banyaknya konten dan meme yang beredar di medsos berbarengan dengan tagar #gaksengaja yang sempat trending.


Berawal dari tidakpuasan banyak pihak khususnya para netizen atas perkembangan kasus penyiraman air keras yang menyebabkan kebutaan terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan ,Tuntutan hukuman satu tahun penjara  yang diajukan jaksa kepada para pelaku dianggap terlalu ringan dan tidak masuk akal karena pengusutan kasus terbilang lebih lama dibanding tuntutan jaksa,apalagi alibi tuntutan hukuman yang membuat kening kita mampu berkerut dan membuat banyak garis serta membuat nalar kita meronta ronta yaitu karena faktor “tidak sengaja”.



Berbagai protes, sindiran bahkan meme satir pun bermunculan merespon tutntutan ringan Jaksa, tuntutan satu tahun dianggap telah mencederai keadilan. Masyarakat bahkan menilai panggung hukum negeri ini telah berubah menjadi panggung stand up comedy. Bagaimana tidak? Kasus yang menimpa Novel Baswedan yang notabene adalah tokoh penting di tubuh KPK harusnya lebih mendapat perhatian dari pemerintah namun perjalanan kasus yang panjang dan berujung pada tuntutan hukuman yang begitu ringan telah nyata melecehkan keadilan,hingga membuat masyarakat kecewa akan dunia hukum di Indonesia.



Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai bahwa peradilan yang dilakukan terhadap kedua pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak asli.
“Kita bisa menilai kalau sesuatu itu genuine,kalau pengadilannya genuine kita bisa menilai dengan Tekad (tes kadar dungu). Jadi kalau pengadilannya genuine kita bisa menilai soal logika ,rasionalitas dan lain lain.vKalau kita menilai sesuatu yang tidak genuine, kita bisa sesat,”ujar Refly Harun.



Pengamat politik Rocky Gerung bahkan mengibaratkan air keras yang digunakan pelaku adalah air keras kekuasaan, Ia meminta agar mata publik tidak buta dengan proses peradilannya. Rocky juga menilai bahwa tuntutan satu tahun oleh JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Utara  merupakan tuntutan irasioanal.



Kasus Novel Baswedan adalah salah satu kasus dari sekian banyak kasus yang menggambarkan ketimpangan dan kelemahan hukum negeri ini dengan sangat gamblang. Hingga menambah tajam mata pisau ketidak percayaan publik dan semakin mengokohkan opini yang menggelinding di masyarakat bahwa hukum di negeri ini adalah hukum tebang pilih, hukum yang tajam dibawah dan tumpul keatas, hukum yang didesain suka-suka dan hukum yang bisa merubah sesuatu yang “terencana”menjadi “tidak sengaja”.



Miris, ditengah makin karut marutnya kondisi bangsa ini justru semakin banyak ketidakadilan dipertontonkan secara vulgar tanpa sensor, ibarat sebuah sinetron striping yang kejar tayang, tak lagi memperhatikan kualitas cerita, visual efek, latar setting dan akting sang pemain, yang ditekankan adalah rating. Seperti halnya dalam kasus Novel Baswedan, saat menegakkan keadilan tidak lagi menjadi tujuan, hal yang irasional sekalipun menjadi sah dilakukan demi mencapai kepentingan.



Tak ayal lagi,mencari keadilan dalam rezim demokrasi hanyalah ilusi, penanganan kasus Novel Baswedan menyempurnakan bukti bahwa semua aspek kekuasaan demokrasi(legistatif, eksekutif dan yudikatif ) telah gagal dalam memberantas tuntas korupsi  dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.



Islam mempunyai konsep yang jelas dalam sanksi hukum pidana. Hukum Islam ditegakkan pada siapa saja tanpa tebang pilih. Suatu saat ketika diajukan seorang pencuri wanita kepada Rasulullah untuk diadili,dan dijatuhi hukuman Had potong tangan, Usamah bin Zaid memohon keringanan pasa Rasulullah namun ditolak seraya bersabda, ”Apabila kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukum Allah? Demi Allah jika saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong sendiri tangannya”(HR Bukhari Muslim).



Hadts ini menunjukkan betapa hukum Islam ditetapkan secara adil dan memuaskan semua pihak.Hukum Islam sangat lengkap dan mampu menjawab semua persoalan hukum dan keadilan. Menurut Syeikh Abdurahman Al Maliki dalam kitabnya Nidzam al Uqubat bahwa sanksi di dalam hukum Islam terdiri dari 4 macam yakni, Had, Jinayat, Ta”zir dan Mukhalafah. Sanksi (uquubat) memiliki fungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Pencegah artinya, dengan dikenakan sanksi orang akan takut berbuat jahat karena tahu akan hukumannya yang berat. Sedangkan penebus bermakna orang berdosa di dunia harus mendapat hukuman agar ia terlepas dari siksa di akhirat.



Islam menganggap bahwa kejahatan adalah perbuatan tercela, ketika syara telah menetapkan suatu perbuatan tercela adalah sebuah kejahatan Islam tidak akan memandang tingkat dan jenis kejahatan tersebut besar atau kecil, syara akan menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa yang harus dikenai sanksi. Sanksi disyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan.Dalam surah al- Banyak[2]:179 Allah Swt berfirman:
“Dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan ) hidup bagimu,hai orang orang yang berakal,supaya kamu bertaqwa”


Maksud ayat diatas, dalam pensyariatan qishash, yakni membunuh lagi si pembunuh. Menghilangkan nyawa orang lain dibayar dengan nyawa. Dengan sanksi seperti ini, orang akan takut dan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan. Begitupun dalam kasus Novel Baswedan, hilangnya penglihatan beliau karena siraman air keras akan diproses secara adil dan menjatuhkan sanksi yang setimpal bagi pelaku. Namun sayang, pelaksanaan hukum di negeri ini begitu lemah. Sanksi yang diterapkan pun tidak tegas. Kontrol terhadap pelanggar hukum masih bisa ditolerir, walhasil hukum yang dibuat hanya menjadi sebatas himbauan moral tanpa bisa menyentuh kepedulian masyarakat dan menertibkan masyarakat dalam menciptakan keamanan dan keteraturan hidup.



Sudah saatnya kita kembali pada hukum Islam yang terbukti mampu menyelesaikan segala persoalan hidup termasuk persoalan kejahatan yang semakin marak sekarang ini.Hukum Islam yang tegas memberi efek jera pada pelaku ,adil dan memuaskan semua pihak. Hukum Islam yang berasal dari Allah Swt, sebaik baik pembuat hukum, bukan hukum yang dibuat manusia yang sering memvonis tanpa dasar dan cenderung mengikuti selera.


Wallahualam bis shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak