Oleh: Andira Permatasari
Kita telah menyaksikan kegagalan demokrasi dalam menangani wabah Covid-19. Kita melihat dengan gamblang nyawa manusia tidak lebih berharga dari materi. Demokrasi hanya mementingkan ekonominya, sehingga wajar, jika pemerintah sekarang ingin memberlakukan new normal dengan alasan ekonomi ambruk. Fix’s demokrasi gagal dalam mengatasi wabah COVID-19!
Belum kelar wabah corona, muncul lagi wabah yang tak kalah berbahaya dari wabah corona, yaitu wabah rasime. Meskipun rasisme ini secara terang-terangan di tentang oleh kebanyakan orang, namun tidak bisa dipungkiri ada juga banyak orang yang masih melakukan tindakan rasis terhadap manusia lainya. Baru-baru ini beredar video di media sosial seorang warga berkulit hitam Amerika yang bernama George Floyd mengeluh tidak bisa bernafas dalam upaya polisi menangkap korban. Video tersebut membuat hati setiap yang menonton merasa geram dan sedih. Tak berselang lama warga Amerika mengadakan demo besar-besaran anti rasisme terhadap kulit hitam. Aksi ini merupakan kritik sekaligus ketidakpuasan yang tidak hanya muncul karena pembunuhan yang dilakukan terhadap George Floyd, tetapi ketidakadilan telah dirasakan oleh warga berkulit hitam di Amerika sebelumnya.
Pada kasus tahun 2014 terjadi kematian seorang Eric Garner seorang warga berkulit hitam, yang dilakukan oleh oknum polisi Amerika. Konflik antara warga berkulit putih dan warga berkulit hitam jelas bukan hanya satu atau dua kali terjadi di Amerika, karena seringnya terjadi rasis oleh warga kulit putih. Angka yang dirilis Bureau of Justice Statistic, sedikitnya pernah merilis 400 orang tewas setiap tahunya ketika di tangkap polisi dan enam dari sepuluh orang adalah karena pembunuhan. Kejadian ini adalah bentuk rasisme yang berujung kamatian. Wabah ini memuncak pada kematian George Floyd, pendemo anti rasisme membeludak di Minneapolis.
Dimana keadilan yang berdalih HAM? Bagaimana dengan pemimpin Amerika yang seharusnya bisa mengatasi wabah ini? Bisa kita lihat tanggapan Donald Trump terkait hal ini yang dilansir AFP “Kita semua melihat apa yang terjadi pekan lalu. Kita tidak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi. semoga George memandang kebawah sekarang, ini hal yang hebat yang terjadi di negara kita sekarang, hari yang hebat untuknya. Ini hari yang hebat untuk semua orang” bikin geleng-geleng kepala, yang dibutuhkan masyarakatnya adalah penyelesaian masalah rasisme, agar tidak terulang lagi. Namun nampaknya Trump acuh dengan wabah ini. Fix’s Demokrasi Telah terbukti gagal mengatasi dua wabah berbahaya,!
Islam sangat tidak menyetujui perlakuan rasis terhadap sesama manusia, Rasuluallah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk menjahui prilaku Ta’ashub yang merupakan cikal bakal rasisme. Ta’ashub adalah fanatik buta, terutama berdasarkan suku, bangsa, yang termasuk jenis warna kulit. Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abu Dzar,
“Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.”
Kita harus melihat Bilal Bin Rabah, seorang sahabat yang mulia. Beliau adalah mantan budak yang berkulit hitam legam, tetapi memiliki kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT. Beliau telah dijamin masuk syurga dan beliau juga adalah sayyid para muadzzin dan pengumandang adzan pertama umat islam. Islam menjadikan beliau memiliki kedudukan yang sangat mulia meskipun berkulit hitam.
Maka hanya islam yang bisa memberi solusi tuntas dalam mengatasi wabah ini yaitu dengan mengganti sistem demokrasi dengan sistem yang terbaik, yaitu sistem yang yang dibuat oleh pencipta (sistem islam). Come on! Apakah kalian tidak mau diatur oleh rabb kita sendiri?