Oleh : Fatimah Arjuna (Aktivis Dakwah Kampus dan Member BMI Bukittinggi
JAKARTA - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mencatat 529 orang pedagang positif virus corona. Dari jumlah itu, 29 di antaranya meninggal dunia. Tak ayal, pasar dianggap menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy mengakui pasar menjadi tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi kluster penyebaran corona sangat tinggi.
"Pasar memang tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi cluster sangat tinggi," ujar Muhadjir saat dihubungi Okezone, Sabtu (13/6/2020).
Di sisi lain, Muhadjir memahami pasar menjadi nadi perekonomian rakyat karena bagian dari mata rantai pasok yang vital.
Oleh sebab itu, pembukaan kembali pasar harus diprioritaskan akan tetapi pengawasan dan penegakkan protokol kesehatan di wilayah ini harus dilakukan ketat.
"Antara lain harus sering dilakukan rapid test terhadap semua awak pasar. Juga disediakan fasilitas pertolongan pertama darurat Covid," pungkas Muhadjir.
Dilema kesehatan, yang dialami oleh sejumlah dokter dan perawat covid19. Menangani berbagai pasien. Setiap pasien memiliki ulah yang berbeda (aneh).Dilema kesehatan yang kunjung datang. Rakyat sudah mulai onar dengan tingkahnya. Berlagak corona hanya virus biasa. Sehingga menganggap semua enteng saja.
Tidak lagi mengikuti protokol kesehatan. Rakyat kian membangkang. Itu karena apa?
Usut punya usut, kerumunan terjadi di pasar. Tentunya tempat kalangan amperan. Mereka tidak punya alasan lain. Jika mati karena Corona lebih baik daripada melihat anak istri mati kelaparan.
Kerumunan yang hendaknya di hindari. Mesti harus di lawan arus oleh mereka. Siapa mereka? Rakyat miskin, yang memikirkan makan untuk hari ini saja. Untuk esok tentulah akan mereka cari lagi. Itulah negeriku penuh dengan cerita tragis.
Dikala pandemi kedua ini tidak bisa di pisahkan. Kesehatan dan kerumunan. Virus Corona didapatkan ketika kerumunan kian berhamburan.
Siapa yang hendak disalahkan?
Di era kapitalisme, membuat semua kian terkapar. Rakyat di suruh di rumah aja. Namun tidak diberikan bekal. Hendak mau makan apa.
Inilah kita hidup di era kapitalisme. Semua butuh kerja. Semua harus impor katanya. Tidak bisa di tanam sendiri saja. Bukannya kita punya kesuburan tanah diatas rata-rata. Lalu kenapa semua harus impor juga.
Lalu kita butuh apa?
Semestinya kita belajar dari pengalaman. Tidak terjatuh pada lubang yang sama. Menjadikan pengalaman sebagai guru. Jika kapitalisme tidak lagi menjanjikan. Mestinya kita mencari sistem yang lebih menjanjikan. Itulah sosok yang belajar dari pengalaman.
Bukan berganti penumpang hendaknya, namun berganti mobilnya. Itulah yang di sebut dengan berfikir mustanir. Mencari sampai keakar-akarnya.
Belajar dari pengalaman. Ketika Islam memimpin peradaban. Sungguh sangat gemilang. Cahaya kian terang. Itulah sistem yang Allah janjikan.
Jika Islam dahulu mampu memimpin peradaban dunia. Lantas masihkan pantas kita pertahankan sistem yang tidak menjanjikan. Mestinya kita belajar dari pengalaman. Wallahu 'Alam bi showab.
Bukittinggi 21 Juni 2020.