Di Balik New Normal



Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd *




New normal menjadi kosakata viral di dunia usai merebak nya pandemi korona. Kata ini menandai kembalinya aktivitas masyarakat seperti saat sebelum terjadinya pandemi. Sebagaimana diketahui bersama bahwa merebaknya virus korona di seantero dunia, menyebabkan sebagian besar pemimpin dunia memilih kebijakan untuk menutup diri dari dunia luar. Mereka berlomba-lomba untuk mengisolasi warganya untuk tidak lagi atau meminimalisir berbagai aktivitas yang dilakukan di luar rumah. Dan munculnya kebijakan new normal telah menjadi tanda dari berakhirnya isolasi tersebut.
.
Sejak dimunculkan oleh WHO, banyak pemimpin negara yang langsung mempertimbangkan untuk mengambil kebijakan new normal tersebut untuk warganya, termasuk Indonesia. Sejak akhir Mei 2020, pemerintah mewacanakan aturan new normal tersebut dengan syarat harus mematuhi protokol kesehatan. Itupun tak semua sektor. Hanya beberapa sektor seperti industri, apotek, supermarket dan lain sebagainya. Dan itu dilakukan secara bertahap.
.
Anggota Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Johan Singandaru, menyebut kondisi new normal ditunggu betul oleh pedagang kecil, UMKM, dan para pengusaha di DKI Jakarta serta wilayah penyangga. Banyak yang mengharapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dipungkasi pada Juni 2020. Serupa, Dosen Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyebut new normal dalam menghadapi dampak buruk pandemi Covid-19 ini perlu segera dipertegas.
.
Presiden harus punya keberanian membuat terobosan program yang jelas tentang hidup berdampingan dengan corona. Menurut Emrus, terobosan cerdas penting dilakukan sebab hingga saat ini belum ada lembaga penelitian yang kredibel di seluruh dunia yang mampu membuat kesimpulan kapan pandemi berakhir. Karenanya, solusi terbaik sifatnya temporer, atau boleh jadi ke depan menerapkan kebiasaan sosial, budaya baru, atau kehidupan normal baru, secara permanen. Untuk itu, pemerintah pusat, harus bekerja keras agar semua masyarakat dapat beradaptasi dengan fenomena penyebaran dan dampak Covid-19.  (Wartaekonomi.co.id 27 Mei 2020)
.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.
"Jadi, new normal ini adalah sesuatu yang akan dihadapi, namun berbincang new normal ini banyak pra syaratnya. Pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB, Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal".
.
Selain itu ia pun mengatakan, puncak pandemi belum dilewati bahkan kasus cenderung naik. Akibatnya, prediksi-prediksi yang mengatakan puncak pandemi pada awal Juni akan mundur hingga akhir Juni maupun awal Juli. Sementara, dia mengungkapkan, dampak dari perbincangan new normal belakangan ini buat masyarakat melakukan kebebasan tanpa melihat potensi penyebaran virus corona (permisivisme). Menurutnya, new normal berarti ada perilaku baru, budaya baru, dan juga ada fasilitas maupun kebijakan yang baru baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah berdasarkan kedisiplinan. (Merdeka.com 25 Mei 2020).
.
Dari fakta diatas sangat jelas bahwa pemerintah telah menyerah dalam menangani kasus covid 19. Dan tidak sanggup lagi untuk menanggung biaya atas rakyatnya. Makanya mereka memutuskan untuk mengambil kebijakan tanpa memikirkan dampak ke depannya seperti apa. Padahal kurva covid 19 di Indonesia dari hari ke hari meningkat. Sedangkan syarat adanya new normal adalah kurvanya harus melandai atau turun.
.
Dengan diterapkannya new normal di Indonesia, secara tidak langsung sebenarnya pemerintah sedang menerapkan Herd Immunity (kekebalan kelompok) kepada rakyatnya. Dimana sebagian besar peneliti telah mengungkap bahaya besar dibalik hal tersebut. Sungguh kebijakan new normal ini benar-benar membuktikan bahwa Pemerintah saat ini telah melepas tanggung jawab nya. Warga diminta untuk menjaga diri secara mandiri, tanpa ketegasan dan penjagaan yang berarti. Belum lagi jika prediksi akan adanya gelombang kedua covid-19 benar-benar terjadi. Pasien terkontaminasi akan jauh lebih banyak lagi dari yang sebelumnya.
.
Semua hal diatas telah menunjukkan bahwa dalam sistem saat ini, tidak ada yang bisa menjamin keselamatan nyawa dan keamanan rakyat, termasuk Pemerintah nya sendiri. Sebab zalim dan lalainya mereka atas berbagai kesulitan yang dialami oleh rakyat. Rakyat diminta untuk berdikari, menantang bahaya tanpa jaminan pasti. Sikap individualisme pun semakin menjadi-jadi. Rasa itulah yang akhirnya membuat orang menjadi acuh tak acuh dengan kehidupan orang lain. Padahal, manusia itu makhluk sosial yang otomatis saling membutuhkan satu sama lain.
.
Berbeda halnya, jika yang digunakan adalah sistem Islam. Yang memiliki jaminan yang pasti akan keselamatan nyawa dan keamanan warganya. Setiap pemimpin yang berkuasa memahami betul bahwa rakyat adalah tanggung jawabnya. Jika ia menelantarkannya berarti ia telah merusak amanah yang diberikan oleh Allah SWT. Dan juga merusak kepercayaan atas rakyat yang ia pimpin. Sungguh indah jika sistem ini benar-benar bisa diterapkan secara nyata, dan semoga hari itu akan terjadi dengan segera. Aamiin ya Rabb.
.
Wallahu 'alam bis shawab.ew Normal Di Tengah Pandemi
Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd (pemerhati pendidikan)
.
New normal atau normal baru adalah kehidupan yang berada di tengah pandemi. Di mama, kita harus hidup berdampingan dengan virus. Sejak akhir Mei 2020, pemerintah mewacanakan aturan baru yaitu new normal dengan syarat harus mematuhi protokol kesehatan. Itupun tak semua sektor. Hanya beberapa sektor seperti industri, apotek, supermarket dan lain sebagainya. Dan itu dilakukan secara bertahap.
.
Anggota Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Johan Singandaru, menyebut kondisi new normal ditunggu betul oleh pedagang kecil, UMKM, dan para pengusaha di DKI Jakarta serta wilayah penyangga. Banyak yang mengharapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dipungkasi pada Juni 2020. 
Serupa, Dosen Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyebut new normal dalam menghadapi dampak buruk pandemi Covid-19 ini perlu segera dipertegas. Presiden harus punya keberanian membuat terobosan program yang jelas tentang hidup berdampingan dengan corona. Menurut Emrus, terobosan cerdas penting dilakukan sebab hingga saat ini belum ada lembaga penelitian yang kredibel di seluruh dunia yang mampu membuat kesimpulan kapan pandemi berakhir. Karenanya, solusi terbaik sifatnya temporer, atau boleh jadi ke depan menerapkan kebiasaan sosial, budaya baru, atau kehidupan normal baru, secara permanen.
Untuk itu, pemerintah pusat, harus bekerja keras agar semua masyarakat dapat beradaptasi dengan fenomena penyebaran dan dampak Covid-19.  (Wartaekonomi.co.id 27 Mei 2020)
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.
"Jadi, new normal ini adalah sesuatu yang akan dihadapi, namun berbincang new normal ini banyak pra syaratnya. Pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB, Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal" sebutnya
Ia mengatakan, puncak pandemi belum dilewati bahkan kasus cenderung naik. Akibatnya, prediksi-prediksi yang mengatakan puncak pandemi pada awal Juni akan mundur hingga akhir Juni maupun awal Juli. Sementara, dia mengungkapkan, dampak dari perbincangan new normal belakangan ini buat masyarakat alami pandangan, kebebasan tanpa melihat potensi penyebaran virus corona (permisivisme). Menurutnya, new normal berarti ada perilaku baru, budaya baru, dan juga ada fasilitas maupun kebijakan yang baru baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah berdasarkan kedisiplinan. (Merdeka.com 25 Mei 2020).
.
Dari fakta diatas sangat jelas bahwa pemerintah menyerah dalam menangani kasus covid 19 Dan tidak sanggup lagi untuk menanggung biaya rakyatnya. Makanya mereka memutuskan untuk mengambil kebijakan tanpa memikirkan dampak ke depannya seperti apa. Padahal kurva covid 19 di Indonesia dari hari ke hari meningkat. Sedangkan syarat adanya new normal adalah kurvanya harus melandai atau turun.
.
Secara tidak langsung pemerintah menerapkan herd imunity kepada rakyatnya. Hanya saja bahasanya diperhalus. Padahal intinya sama saja, sama-sama membiarkan rakyatnya hidup berdampingan dengan virus. Dan itu belum tentu menjamin keselamatan nyawa juga keamanannya. Jika new normal itu benar-benar terjadi berarti pemerintah lepas tanggung jawab dan pasti akan terjadi gelombang kedua covid 19. Yang mungkin bisa jadi korbannya lebih dari kasus covid 19 gelombang pertama.
.
Hal itu menunjukkan bahwa sistem kapitalisme tak ada yang bisa menjamin keselamatan nyawa dan keamanan rakyatnya. Termasuk pemerintah itu sendiri, karena pemimpinnya sudah tidak perduli lagi dengan rakyatnya. Jadi, yang menjamin itu semua adalah diri kita sendiri alias individualisme. Rasa itulah yang membuat orang menjadi acuh tak acuh dengan kehidupan orang lain. Padahal, manusia itu makhluk sosial otomatis saling membutuhkan satu sama lain.
.
Tapi, jika digunakan adalah sistem Islam pasti keselamatan nyawa dan keamanannya terjamin. Karena pemimpinnya memahami bahwa rakyatnya adalah tanggung jawabnya. Jika ia menelantarkannya berarti ia telah merusak amanah yang diberikan oleh Allah swt. Dan juga merusak kepercayaan rakyatnya yang telah percaya bahwa ia mampu menjadi pemimpin negara. Semua akan terjadi jika ada institusi yang menaunginya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.
.
Wallahu 'alam bis shawab.


*(pemerhati pendidikan)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak